Ketika suatu saat aku dapat
khabar dari teman bahwa ada pemijat yang mahir dalam bidang tulang,akhirnya
setelah berunding dengan suamiku aku langsung langsung mengundangg pemijat itu
untuk dating kerumah,setelah beberapa jam akhirnya datanglah pemijat itu,…Apa
ini benar rumah Ibu Reni ?’’benar pak ,..oh ini pak darwis ya’betul bu,mari
masuk pak…langsung aja kekamar pak ‘baik bu..silahkan ibu berbaring ,..karena
aku udah siap di pijat aku hanya pakia kain tapih dan hanya memakai BH dan
celana dalam saja,pak darwis mulai memijatku dari mulai kaki akhirnya naik,.ke
paha dan terus naik sampai ke selangkanganku,…entah kenapa pijatan tangan pak
darwis .,..mendadak nafsu birahiku timbul,,….aaacchhh…terus pak enak pak …pijatanya,..tangan
pak darwis akhirnya tambah naik dan menyentuk bibir vaginaku,,..aacchhh…pak…enak
pak,akupun tak habis piker kenapa jadi menikmati rabaan ,..bahkan jari pak Darwin
sampai masuk ke dalam vaginaku,….acch…pakk…enak pak…tanpa sadar CDku sudah
terlepas entah kapan tangan pak darwis melepas nya…mungkin karena aku merasakan
nafsu yang menggebu..aku memjamkan mata..karena menahan kenikmatan dari tangan
pak darwis..aku mendadak kaget setelah ada benda tumpul masuk kedalam
vaginaku..entah kapan pak darwis melepas cdnya tau-tau udah masuk kedalam
vaginaku,,….achh…
Sungguh di luar dugaanku ternyata
senjata pak darwis begitu besar…aku menahan kenikmatan….itu…aaccchhh…ppakk….gede
banget……achh….nikkmattt…pakk…genot terus pak memekku….aacchhh…..dan akhirnya,…karena
tak sanggup menahan kenikmatan itu ,,…akupun orgasme,…cratt…craattt…craattt.
Setelah kejadian itu Di dalam
kamar, Reni hanya bisa merenung. Dirinya masih tak percaya, kalau baru saja
dirinya melakukan sesuatu yang tak di duga , namun dirinya tak berdaya dan tak
kuasa lagi menolak dan mencegah semua itu. Tarikannya serta sodokanya demikian
kuat. Reni tak pernah merasakan dan mengalami gairah sehebat tadi. Bahkan
selama berumah tangga dengan Ferry suaminya.
Apakah ini selingkuh ? Entahlah.
Namun dirinya tak bermaksud dan memang tak melakukan apa yang disebut
selingkuh. Dirinya tak menduakan suaminya dengan lelaki lain, bahkan dengan
lelaki yang baru saja melakukan percumbuan dengannya tadi itu. Dina berargumen,
dirinya tak melakukan sesuatu yang secara hakikat disebut selingkuh. Tidak.
Dirinya tak melakukan hal itu.
Apa ini sebuah upaya pembenaran
atas apa semua yang telah dilakukannya ?
Mungkin. Tapi itu yang sesungguhnya. Semua itu terjadi dan berjalan
begitu saja dan tanpa beban perasaan, dalam arti kata cinta. Semua hanya…biologis.
Ya, hanya itu.
Namun, secara etika dan moral,
memang apa yang telah dilakukannya itu memang tidak dapat dibenarkan. Namun
kembali, dirinya sungguh tak kuasa lagi menolak atau menghindarinya. Tarikannya
demikian kuat dan hebatnya. Bahkan, sampai saat inipun, dirinya masih merasakan
sisa-sisa kenikmatannya itu dengan kuat. Pada bagian organ kewanitaannya, masih
merasakan denyutan-denyutan rasa nikmat. Bahkan rasanya, rongga kewanitaannya
masih terasa seperti diganjal sesutau yang demikian nikmatnya. Suatu perasaan
nikmat dan kepuasan yang belum pernah dirasakannya selama ini, bahkan setelah
sekian lamanya mengarungi rumah tangga dengan suaminya itu. Atas semua ini,
apakah dirinya bisa disalahkan sepenuhnya ?
Rasa lelah dan kegundahan
hatinya, membuat Reni akhirnya terlelap tanpa sadar, masih berbalut selembar
kain yang tadi digunakannya.
Hari telah cukup larut saat
dirinya tersadar. Tak dijumpainya Ferry, suaminya. Reni langsung bangkit dan
memutuskan untuk membersihkan tubuhnya.
Selesai mandi, dikenakannya
sebuah gaun dengan belahan dada yang agak rendah sehingga memperlihatkan
belahan dadanya. Di bagian bawah, gaun itu hanya sebatas setengah pahanya,
sehingga memperlihatkan sepasang paha indahnya. Reni bermaksud menemui suaminya
dengan penuh kemesraan. Sikap mesra yang diberikannya sebagai sebuah ucapan
terima kasih karena telah memberinya kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang
amat menyenangkannya, walau tentu tak mungkin dia menceritakan sepenuhnya.
Setidaknya dirinya dapat mengatakan kepada suaminya kalau dirinya berterima
kasih karena diberi kesempatan dipijat oleh Darwis sehingga sekujur tubuhnya
terasa fresh dan rileks. Ya, setidaknya untuk itu.
“Sudah makan mas ?” sapanya saat
menjumpai suaminya tengah duduk santai di ruang tamu sambil membaca sebuah
majalah.
“Belum” jawab Ferry singkat.
“Lho khok belum sih ? Kenapa tak membangunkan aku ?” ujar Reni
merasa bersalah sambil melirik ke jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 8 malam
lewat dua puluh menitan.
“Habis, kayaknya kamu pulas dan
nyaman sekali tidurnya” balas Ferry sambil melirik sejenak ke arah istrinya,
lalu kembali mengarahkan pandangan matanya ke majalah yang masih dipegangnya
itu. Sekilas Ferry melihat penampilan istrinya itu yang demikian sensualnya.
Andai saja, kejadian tadi siang itu tak terjadi, pasti Ferry akan memburu
istrinya itu dan mencumbunya. Namun kali ini, Ferry merasa ada sesuatu yang
membuat dirinya agak enggan untuk melakukan hal itu. Masih terbayang jelas
dimatanya saat menonton istrinya itu bergumul dengan lelaki pemijatnya itu. Reni
istrinya terlihat demikian menggebu-gebu gairahnya dan demikian menikmatinya.
Ada terselip kecemburuan dalam dirinya.
Tapi kenapa ? Bukankah dirinya menikmati juga saat itu
? Dan secara tidak langsung, dirinya
membiarkan semua itu terjadi, karena selain memberi kesempatan kepada istrinya
untuk melakukan hal itu, juga dirinya tak mencegah, bahkan justru…menikmatinya.
Salah siapa ?
Atas semua yang terjadi, bisa
dikatakan kalau hal itu adalah atas kehendak dan keinginan dirinya sendiri
? Mengapa harus menyalahkan istrinya ?
Ferry menarik napas panjang,
seakan hendak melepaskan beban berat dalam dirinya. Perhatiannya tak tertuju ke
bacaannya, namun menerawang. Mengingat, membayangkan dan mempertimbangkan atas
semua yang baru dialaminya dalam kehidupan rumah tangganya. Ferry coba kembali
merenung, kejadian tadi siang itu, bukan saja hanya istrinya yang menikmati,
namun juga dirinya. Ya, dirinya.
Ferry diam-diam mengutuk dirinya
sendiri. Diam-diam mengecam dirinya sendiri. Apakah aku ini suami yang normal,
membiarkan, bahkan justru menonton istrinya sendiri bercumbu dengan lelaki lain
? Tak melakukan tindakan apa-apa. Tak
mencegah, bahkan justru…menikmatinya.
Ya, menikmatinya. Rasanya kini
dirinya terbakar lagi demi membayangkan kejadian tadi siang. Dengan jelas
sekali Ferry melihat istrinya yang berada dalam rengkuhan lelaki pemijatnya
itu. Jelas sekali, istrinya sangat menikmati apa yang dilakukannya, hingga
akhirnya istrinya itu melakukan sesuatu yang selama ini hanya dilakukan
dengannya. Istrinya, Reni, dalam keadaan polos, menerima seluruh tindakan
lelaki itu.
Ya, seluruh tindakan. Sampai
akhirnya, Reni pun menerima juga kehadiran lelaki itu. Hadir dalam kehidupan
dan dunia pribadinya. Hadir dan datang sepenuhnya. Reni menyambutnya, dan
akhirnya…istrinya itupun menerima semuanya.
Masih terbayang di pelupuk mata
Ferry, betapa istrinya sangat menikmati sodokan lelaki itu. Setiap kali lelaki
itu bergerak, Reni sampai merintih dan mengerang kenikmatan. Terlihat jelas
betapa istrinya sangat menikmatinya, bukan hanya dari rintihan dan erangannya
saja, namun juga tergambar pada ekspresi wajah dan gerakan tubuhnya.
Dan semua itu, siang tadi, saat
kejadian itu berlangsung, Ferry justru ikut menikmatinya, menyaksikan dalam
keadaan polos istrinya dan lelaki itu saling memberi dan menerima kenikmatan
birahi. Ferry sangat bergairah menyaksikan tubuh polos istrinya itu dalam
cumbuan tubuh polos lelaki lain. Ferry sangat bergairah melihat betapa Reni
istrinya sangat kenikmatan. Ferry terus menikmatinya, bukan….mencegahnya ! Jadi itu semua, salah siapa ? Istrinya ? Mungkin. Tapi yang pasti, dirinya sendiri.
Dan Ferry tak memiliki alasan untuk menyalahkan Reni istrinya itu, apalagi
memarahinya.
Kekakuan akhirnya tak terelakkan.
Suasana kaku yang hadir tanpa dapat dicegah. Entah bagaimana Ferry ingin
bersikap, rasanya bingung. Keadaan batinnya tak bisa disingkirkan begitu saja,
hingga terproyeksi dalam sikapnya. Sebaliknya, Reni sendiri, juga merasakan hal
yang sama. Kejadian tadi siang membuat dirinya merasa bersalah. Ada terselip
perasaan bersalah sekaligus takut kalau-kalau suaminya mencium gelagatnya. Apa
yang dilakukannya saat ini untuk suaminya, terasa kaku dan canggung. Namun
masing-masing tak sempat mempertanyakan dan memasalahkan sikap pasangannya,
karena masing-masing dirinya tengah bergelut dengan perasaan batinnya sendiri.
Sampai tiga hari berturut-turut,
baik Ferry maupun Reni mencoba mengembalikan suasana. Dan upaya mereka, patut
disukuri karena nampaknya berhasil. Namun tetap saja, bila masing-masing
teringat akan kejadian itu, maka rasa canggung dan rikuh kembali menyergap. Dan
selanjutnya, masing-masing coba secepatnya menyingkirkan semua itu. Setelah
satu minggu lamanya, keadaan nampaknya telah kembali normal. Masing-masing
seakan telah dapat menerima kejadian itu.
Hanya celakanya, dengan sikap
penerimaan itu, justru membawa ke tahap berikutnya. Antara sadar dan tidak,
baik Ferry maupun Reni istrinya, terseret dengan perasaannya masing-masing,
yang sejauh ini hanya dirinya sendiri yang mengetahuinya dan tak di ungkapkan
ke masing-masingnya. Seakan semua itu menjadi rahasia sendiri-sendiri.
Ya, Ferry merasakan sesuatu yang
aneh dan sulit diterima oleh akalnya. Dirinya ingin kembali menyaksikan
istrinya bergumul dengan lelaki lain. Ferry ingin menikmati saat-saat yang
demikian menggairahkannya itu.
Sebaliknya Reni. Kenangan betapa
nikmatnya percumbuan itu, menghadirkan rasa rindu, apalagi sejak seminggu ini
Ferry suaminya tak memberikannya. Dan memang Dinapun tak memintanya. Situasi
yang tidak mendukung untuk itu.
Namun kini, nampaknya siklus
gairahnya telah kembali. Dan saat kembali, dirinya langsung teringat betapa
seminggu yang lalu dirinya mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang
hanya didapatkannya saat itu. Dan kini, dirinya ingin kembali merasakannya.
Apakah hal itu bisa didapatkannya dari suaminya ?
Berharap demikian. Namun rasanya
sulit. Karena selain keadaan yang tengah menyelimuti kehidupan hubungan suami
istrinya selama seminggu ini, juga rasanya tidak mungkin. Ini semua disebabkan
oleh faktor psikologis. Dirinya tak akan merasakan ketegangan yang sama saat
melakukannya dengan suaminya sendiri. Beda dengan saat melakukannya dengan
Darwis seminggu lalu. Lelaki itu jelas lelaki asing. Secara norma hukum, etika
dan moral, tidak dibenarkan. Namun justru disini letak misteri dan
ketegangannya. Disinilah letak kelebihannya, yang tak didapatkannya dari
suaminya.
Mungkin secara pisik, tak ada
perbedaan antara suaminya dengan lelaki pemijat itu, namun yang pasti…secara
emosional. Walau dengan sembunyi-sembunyi, Reni dapat memastikan kalau sumber
kenikmatan yang didapatkan dari lelaki itu, tak berbeda dengan yang dimiliki
suaminya. Baik kualitas, kuantitas maupun durasinya. Tak banyak beda. Namun
mengapa terasa demikian nikmatnya ?
Dan semua itu, kini diam-diam dan
tanpa diinginkannya, kembali hadir. Kembali ingin diraihnya dan dinikmatinya.
Namun, tentu saja, itu semua tak mungkin untuk diutarakan dan dinyatakannya.
Hanya sebuah keinginan yang nampaknya harus dipendamnya dan dibuangnya
kemudian. Keinginan yang jauh panggang dari api.
Momen dan kendali di tangan
Ferry, sebagaimana awalnya dulu. Hanya Ferry sendiri yang dapat mengujudkan
fantasi, fariasi dan sensasi itu hadir kembali. Dan Ferrypun tak kuasa
membendung keinginannya. Hanya kali ini, Ferry berharap, dirinya tak hanya
sekedar menonton semua keasikan dan kemeriahan acara itu, namun ikut terjun ke
dalam arena. Bagaimana nanti bentuk permainan dan acaranya, biarlah waktu dan
naluri yang membimbingnya.
Dorongan yang kuat akhirnya
membuat Ferry mengambil langkah dramatis. Skenario di susun, persiapan
dilakukan. Suasana diciptakan dan lingkungan di sterilkan.
Langkah pertama, “mengungsikan”
anak-anak ke rumah saudaranya. Dengan alasan ada hal yang perlu dibicarakan
serius dengan ibunya, anak-anakpun mengerti. Diatur agar anak-anak mengatakan
pada ibunya akan menginap kembali di rumah sodara , akhirnya tahap pertama
berjalan mulus.
Tahap kedua, mengubungi Darwis
kembali. Membicarakan dengan lelaki itu secara terbuka. Walau mulanya lelaki
itu terkejut karena kejadian beberapa hari yang lalu ternyata diketahuinya,
namun karena Ferry sudah tidak mempersoalkannya, bahkan meminta lelaki itu
untuk kembali memberi sesuatu yang diinginkan dirinya dan juga pasti diinginkan
kembali oleh istrinya, maka akhirnya lelaki itu bersedia. Bahkan untuk babak
ini, akan dilakukan sesuatu yang berbeda. Dan itu semua sudah diatur dan
direncanakan dengan matang, tanpa diketahui Reni tentunya.
Tahap ketiga, Ferry meminta ijin
ke kantornya untuk libur tiga hari dengan alasan ada urusan keluarga. Selama
tiga hari itu dipersiapkan dan direncanakan akan melakukan sebuah petualangan
baru dalam kehidupan rumah tangganya.
Tanpa kesulitan, Ferry dapat
menghadirkan Darwis kembali. Alasannya enteng saja, sudah lebih dari satu
minggu tak dipijat. Dinapun tak berkutik. Jam delapan pagi, Darwis datang.
Disambut, walau Reni nampak terlihat kikuk, namun Ferry berpura-pura tak
mengetahuinya.
Untuk tak menimbulkan kecurigaan Reni,
Ferry pun mendahului dipijat. Setelah itu, dengan sedikit memaksa, Reni pun
akhirnya bersedia. Nampak sekali sikap kikuk dan canggung Reni, seperti saat
dia pertama kali dipijat lelaki itu. Namun Ferry tahu apa yang menyebabkan
istrinya sampai sekikuk dan secanggung itu.
Reni sendiri, dengan berbagai
perasaan, membiarkan dirinya mulai “disentuh” kembali lelaki itu. Dan
“kerinduan” akan segala rasa minggu lalu kembali menyeruak ke dalam dirinya.
Dengan sekuat tenaga berusaha dihapus dan disingkirkannya, namun sia-sia. Dan Reni
merasa putus asa atas semua ini.
Kedahagaannya, kerinduannya akan
saat-saat yang berkesan minggu lalu kembali menekan dirinya. Namun dirinya tak
tahu harus berbuat apa. Saat ini rasanya tak mungkin. Suaminya yang masih
sepagi ini, nampak segar bugar dan tak akan ada kejadian seperti minggu lalu.
Peluang itu nampak tertutup.
Ah, apakah aku sudah gila ? Aku menginginkan kembali dekapan lelaki bukan
suamiku ini ? Ini gila ! batin Reni dalam
segala pertarungan batinnya. Ini tak boleh terjadi lagi. Satu kali sudah cukup.
Tapi….akh. Mengapa keinginan ini demikian kuatnya ? Haruskah aku lari ? Oh mas Ferry, bantulah aku. Suruh lelaki ini
pergi, dan selesaikanlah kedahagaanku, batinnya putus asa.
Akan tetapi, tanpa diketahuinya,
keadaan justru memojokkannya. Tiba-tiba suara HP suaminya berdering. Ferry
langsung mengangkat teleponnya. Dan Reni, entah harus bersedih, takut ataukah
justru…senang. Suaminya harus segera ke kantor ada sesuatu yang harus
dikerjakannya saat ini juga. Dan tanpa bisa berbuat apa-apa, suaminya
langsung bangkit dan meninggalkannya
hanya berdua dengan lelaki yang masih memijatnya itu
“Sudah, kamu lanjutkan saja Wis,
aku mau keluar dulu” pesan Ferry suaminya, lalu dengan bergegas beranjak pergi.
Reni benar-benar bingung dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Detik demi
detik berjalan terasa lambat dan semakin menegangkan. Reni hanya bisa diam.
Setelah memastikan semuanya aman,
Ferry mulai berkonsentrasi mendengarkan suara-suara yang muncul dari balik
kamar tidurnya. Untuk melihat ke dalam, itu tidak mungkin. Karena selain daun
jendelanya tertutup rapat, juga tak ada celah untuk melihat ke dalam, kecuali
dari lubang ventilasi atas, dan itupun tidak mungkin karena bayangan tubuhnya
akan terlihat jelas di balik gordyn jendela kamar tidurnya.
Belum ada suara terdengar. Ferry
menunggu dengan sabar. Dirinya sangat yakin kalau rencana yang sudah disusunnya
ini akan berhasil, dan akhirnya dirinya dan istrinya itu akan memulai babak
baru dalam kehidupan seksual mereka selanjutnya.
sendiri masih terdiam, sementara
Darwis terus memijatnya. Pergolakan batinnya meningkat, antara lanjut dan
menghentikan semua ini sebelum terlambat, namun Dina merasa kesulitan untuk
mengambil sikap. Setidaknya, saat ini.
Ingin rasanya dia berucap, cukup.
Cukup sampai disini saja. Tapi….akh, lidahnya terasa kelu, bibirnya terasa
terkatup rapat. Batinnya bergolak, sementara suasana dan keadaan makin kritis.
Dirinya berada di persimpangan jalan. Jalan mana yang harus diambilnya, dirinya
tak mampu memutuskan. Sementara waktu terus berjalan dan keadaan semakin
menyudutkannya.
merasakan kalau lelaki itu mulai
melakukan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya tadi. Saat ini Darwis tak lagi
memijat melainkan…membelai-belainya. Ingin rasanya dirinya berontak, namun
kekuatannya terasa hilang.
“Bu, tubuh ibu indah sekali” Deg !
Ukh gila. Lelaki ini benar-benar sudah terlihat keinginannya, batinnya.
Ini tak boleh lagi. Tak boleh lagi terulang, batinnya berontak.
Sementara di balik tembok kamar
tidur, Ferry justru senang, sekaligus, tegang. Percakapan di dalam, sudah dapat
menggambarkan apa yang sedang terjadi di dalam kamar tidurnya.
“Terima kasih” Akh, kenapa harus itu yang keluar dari celah
bibirnya ? Sudah tak waraskah dirinya
? Antara keinginan hati dan ucapannya
tak sejalan
Tapi apa iya ? Apa iya hatinya menginginkan untuk berontak
dan tak ingin kejadian minggu lalu terulang lagi ? Apakah benar hatinya tak mau
melakukannya lagi ? Apa benar hatinya sebersih itu ? Bukankah sebelumnya,
justru hatinya menginginkan hal yang sebaliknya ?
benar-
pasrah.
Dan keputus asaan serta
kepasrahannya itulah yang akhirnya memberi ruang pada rasa “kerinduannya” yang
langsung mengisi seluruh ruang dalam pikiran dan hatinya. Rasa itu terus
menyeruak dalam dan membelitnya dengan sangat kuat sampai akhirnya seluruh
persyarafan di tubuhnya tergiring untuk bersiap atas segala sesuatunya, dan
itu….Reni rasakan dengan jelas.
Dengan berusaha menekan semuanya,
dan berusaha kembali ke kesadarannya, Dina merasakan betapa setiap inci
permukaan tubuhnya terasa sangat nikmat sekali disentuh lelaki itu. Apalagi
saat lelaki itu mengarahkan gerakannya ke bagian depan tubuhnya, Dina akhirnya
menyerah. Berontak sudah seluruh hasrat dan kedahagaannya.
Tubuhnya menggeliat, merasakan
betapa sentuhan tangan lelaki itu terasa sangat nikmat. Napasnya mulai memburu
dan akhirnya pada bagian bawah tubuhnya terasa mulai basah. Reni….terbangkitkan.
Maka saat lelaki itu bermaksud
meraih dadanya, Renipun mengangkat dadanya. Akhirnya, kembali lelaki itu mulai
menjamah dirinya, dan inilah yang diinginkannya kembali. Dina hanya bisa
merintih saat jari-jari tangan lelaki itu mempermainkan gundukan payudaranya
yang sudah terbuka bebas. Reni benar-benar merasakan terbang ke awang-awang
oleh permainan lelaki itu. Dengan lihainya, lelaki itu meremas, mengelus dan
menggelitiki seluruh bagian kedua payudaranya sampai akhirnya berhasil memberi
tekanan lebih dalam dengan mempermainkan kedua putingnya, membuat Dina semakin
tenggelam dalam buaian kenikmatan birahinya.
Dan lelaki itu memang sudah
demikian terbakarnya, Dinapun sudah teramat “kepanasan.” Dengan satu gerakan
tangan terus mempermainkan payudaranya, tangan yang lainnya menarik turun sisa
pakaian yang melekat di tubuhnya, dan dirinya membiarkannya. Kini, untuk kedua
kalinya dirinya polos. Kalau sudah begini, akhirnya dapat diterka.
menunggu dan bertanya dalam hati.
Masih diam, tanpa sentuhan dan tindakan membuat dirinya terpancing untuk
mengetahui apa yang terjadi. Dina menoleh dan ternyata… lelaki itu tengah
melucuti pakaiannya sendiri. Masih sambil berbaring telungkup, dilihatnya
lelaki itu dengan cepat melucuti pakaiannya sendiri sampai akhirnya….
Akh, untuk kedua kalinya dirinya
melihat organ kejantanan lelaki itu yang langsung meloncat keluar saat celana
dalamnya dia lepaskan. Batang kejantanan itu nampak sudah sangat tegangnya.
Sekeliling batangnya terlihat guratan urat-urat besar yang melingkar tak
beraturan, menambah penampilan akan kejantanannya.
“NGADAP ke depan bu” ucap lelaki
itu membuat Dina tersentak kaget dari keterpanaannya. Dan kali ini dengan
gairah memuncak, dirinya menyambut permintaan lelaki itu. Dirinya membalikkan
badan hingga telentang, berhadapan dengan lelaki itu yang sudah sama-sama polos
seperti dirinya.
Sementara Ferry coba menunggu
kelanjutan dari ucapan Darwis atau istrinya di dalam. Ferry merasa kesal juga,
hanya bisa mereka-reka apa yang tengah terjadi di dalam. Apakah istrinya dan
Darwis sudah semakin maju, ataukah masih seperti semula.
Ferry memang tak mengetahui kalau
di dalam kamar tidurnya saat ini, istrinya Dina dan lelaki pemijatnya itu sudah
sama-sama dalam keadaan tanpa busana sama sekali, saling berhadapan. Ferry juga
tidak dapat mengetahui pasti kalau saat ini istrinya Dina tengah memandangi
batang kejantanan pasangannya dengan tatapan penuh gairah yang meluap-luap.
Ferry juga tidak tahu kalau saat ini istrinya Reni sudah tanpa ragu dan
canggung lagi mempertontonkan seluruh bagian tubuh bugilnya ke lelaki itu,
tanpa kecuali
Tak hanya mempertontonkan, namun
juga menyilahkan lelaki pasangannya itu untuk memperlakukan apapun terhadap
tubuh polosnya. Bahkan saat ini, Ferry tak mengetahui saat si lelaki sedang
mempertontonkan juga kepolosan tubuhnya ke istrinya, tangan kiri lelaki itu membelai-belai
selangkangan Reni istrinya.
Di dalam kamar tidur, tanpa
menunggu waktu, Darwis langsung menindih tubuh bugil Dina membuat Reni
terkesiap merasakan penyatuan kembali tubuh bugilnya dengan tubuh bugil lelaki
itu. Sesaat Reni terkesiap namun kemudian merasa terbang saat lelaki itu
langsung menyergap puting payudaranya. Dihisapi, digelitik dan sesekali
digigit-gigitnya membuat Reni benar-benar melayang tak kuasa. Perut lelaki itu
menekan tulang pubisnya. Reni mengangkat pinggulnya hingga permukaan organ
kewanitaannya bergesek dengan perut lelaki itu menghadirkan rasa nikmat yang
makin menenggelamkan dirinya.
Akhirnya apa yang diinginkannya,
didapatkannya. Dirinya kembali dapat mereguk kenikmatan birahi dengan lelaki
ini. Seluruh apa yang dirasakannya minggu lalu kembali hadir, bahkan kini
dirinya lebih menerima. Suasanapun lebih mendukung. Kali ini dirinya hanya
berdua saja dengan lelaki itu, dan ini semakin membakar gairahnya.
“Sssshhh….mmmhhh….mmmhhh” tak
segan-segan lagi Reni merintih dan mengerang untuk menyalurkan rasa nikmatnya.
Apalagi saat lelaki itu mulai menggarap selangkangannya. Rintihan dan
erangannya, walau sayup-sayup terdengar dari balik tembok kamar tidurnya, namun
sudah membuat Ferry suaminya tersentak. Antara senang dan tegang, Ferry
berusaha mempertajam pendengarannya. Dan setelah memastikan kalau istrinya itu
sudah memperdengarkan erangan dan rintihannya, Ferry merasa lega sekaligus
semakin tegang. Berhasil sudah. Hanya tinggal menunggu waktu saja, semuanya
akan selesai.
Sambil terus melahap payudaranya,
Darwis mulai mengeksplorasi organ kewanitaan Reni. Dinapun membuka penuh kedua
pahanya, memberi kebebasan. Maka untuk kedua kalinya setelah minggu lalu,
lelaki itupun menjelajahi seluruh permukaan organ kewanitaannya. Dengan tekun
dan lembut, Reni merasakan sapuan tangan lelaki itu di permukaan vaginanya.
Satu dua sapuan untuk kemudian jari tangannya mulai bermain-main di
clitorisnya. Memberi sapuan, gelitikan, tekanan dan pilinan yang membuat sukma Reni
kian melayang.
“Ssshhh…oookkhh….oookkkhh…..uuukkkhhh….”
Dina amat menikmatinya. Pinggul bulatnya langsung berputar-putar. Gairahnya
benar-benar sudah sangat memuncak, namun dirinya tak ingin segera
menyelesaikannya. Ingin bermain-main dahulu. Ingin mengetahui sejauh mana
kreasi dan imajinasi lelaki ini. Dan itu akhirnya didapatkan oleh Reni.
Permainan jari tangan lelaki itu
di clitorisnya hanya berlangsung beberapa saat saja, untuk kemudian Reni
merasakan kalau lelaki itu akan bertindak lebih jauh lagi. Dengan cepat jari
tangan lelaki itu bergerak turun dan akhirnya….
“Sssshhh…mmmhhhh” erang Dina saat
Darwis menusuk liang kewanitaannya dengan jari tangannya. Terus menusuk semakin
dalam dan sangat dalam. Bermain-main sebentar di dalamnya, menjelajahi sekeliling
dinding liangnya yang sudah mengembang penuh dan sangat basah untuk kemudian…
“Ssshhh….uuuukkkhhh” erang Reni
tak kuasa ketika merasakan jari tangan yang kedua memasuki liang vaginanya.
Tidak, tidak dua tapi…uuukkhh….tiga. Ya tiga ! Okh tidak, satu lagi….empat.
Ya…empat ! Uuukkhh Reni sampai melambungkan pinggul bulatnya tinggi-tinggi
merasakan semua ini.
“Oookhh…oookkhhh…oookkhhh….”
lepas sudah semua yang menghalangi dirinya. Reni benar-benar tenggelam dalam
permainan maut lelaki itu. Di payudaranya, Reni merasakan permainan jari tangan
dan mulut lelaki itu, sementara di selangkangannya, di dalam rongga
kewanitaannya, Dina merasakan korekan dan rojokan keempat jari tangan lelaki
itu. Masih ditambah lagi dengan gelitikan, tekanan dan sentilan ibu jari tangan
lelaki itu di clitorisnya, membuat Reni semakin kelabakan.
Rintihan dan erangannya yang
semakin jelas didengar oleh Ferry, justru membuat Ferry semakin tegang
sekaligus bergairah. Tanpa melihat langsung, Ferry sudah dapat memastikan kalau
babak pergumulan istrinya dengan lelaki pemijatnya itu sudah dimulai. Dia hanya
harus bersabar menunggu sesaat. Menunggu moment yang tepat untuk kemudian masuk
ke dalam, berpura-pura memergokinya dan akhirnya…bergabung. Ferry ingin
mengambil moment yang tepat. Moment saat istrinya berada di puncak gairahnya,
dan berada di tepi akhir kenikmatannya, maka dia akan muncul dan dapat
dipastikan, bila moment ini tepat diambilnya, maka tak ada alasan dan kemampuan
istrinya untuk berbalik lagi, namun terus berjalan maju melanjutkan seluruh
petualangan birahinya itu.
Kini Darwis mengarahkan cumbuan
mulutnya ke bawah tubuh bugilnya. Reni, sebagai seorang wanita yang
berpengalaman, tentu mengetahui apa yang akan dilakukan lelaki itu dan
karenanya dirinya memberi ruang.
“Sssshhh….mmmhhhh” hanya itu yang
keluar dari celah bibirnya saat lidah lelaki itu mulai menyapu permukaan
vaginanya. Rasanya sangat nikmat. Terasa berbeda dan terasa lebih nikmat
dibandingkan bila yang melakukannya adalah suaminya sendiri. Pinggul bulatnya
terangakat naik dan bergoyang tanpa sadar merasakan sejuta sensasi dan
kenikmatannya. Napasnya langsung memburu, sementara kesadarannya makin
tenggelam dalam lautan kenikmatan birahinya. Sapuan lidah lelaki itu terasa
asing dan penuh misteri. Reni tak tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu
selanjutnya dengan gerakan lidah dan bibirnya di permukaan organ kewanitaannya.
Dan nyatanya memang demikian. Reni
sampai terpekik spontan saat lelaki melakukan sebuah gerakan tak terduga.
Dengan tiba-tiba lelaki itu menjepit clitorisnya dengan kedua bibirnya
kuat-kuat, lalu ditahannya beberapa saat untuk kemudian melakukan sebuah
langkah yang membuat sekujur tubuh polos Reni bergetar tak kuat. Dengan ujung
lidahnya lelaki itu menekan clitoris Dina kuat-kuat lalu diakhiri dengan
gigitan kecil namun dengan tekanan yang terukur membuat Dina merasa seperti
disengat arus yang sangat kuat, namun nikmatnya sulit sekali dilukiskannya.
Gerakan selanjutnyapun tak kalah hebatnya. Clitorisnya langsung digelitik ujung
lidah lelaki itu sambil terus memberi tekanan dengan kedua bibirnya.
Gelitikannya sangat cepat dan kuat membuat tubuhnya bergetar hebat dengan
sejuta kenikmatan yang sulit dilukiskannya. Kepalanya tertarik jauh ke
belakang, sementara jari-jari tangannya mencengkeram kuat kain penutup tempat
tidurnya.
Tak cukup sampai disitu, lelaki
itu menjulurkan kedua tangannya dan langsung menangkap kedua gundukan
payudaranya. Meremasnya dan memilin-milin putting payudaranya hingga membuat
Dina benar-benar terkapar tak kuasa.
Gerakan itu diulanginya beberapa
kali dengan kombinasi dan urutan yang berbeda sehingga sulit diterka, namun
memberi efek kejutan yang luar biasa sampai akhirnya….
“Cu…cuk..kup. Cukup.
Se…les…saik…kan sek…karang. Mas…sukkan sek…karang” susah payah Dina meminta.
Tak kuat lagi dirinya berada dalam tekanan gairah yang sudah terasa di
ubun-ubun dan siap meledak itu. Dirinya, ingin segera diselesaikan oleh organ
kejantanan lelaki itu, bukan oleh organ tubuh lainnya.
Di balik tembok, Ferry semakin
tegang. Demikian juga di balik celananya. Rasanya sudah sakit sekali karena
batang kejantanannya dipaksa tak bebas oleh balutan pakaian yang dikenakannya.
Pendengarannya terus dipertajam, demikian pula dengan daya imajinasinya.
Berusaha membayangkan dan menggambarkan dengan persis apa yang tengah terjadi
di dalam kamar tidurnya. Apa yang tengah dilakukan istrinya dan lelaki
pemijatnya itu
Dan saat lelaki itu bersiap, Renipun
menyambut. Kali ini dirinya tak lagi menutup mata, bahkan mengamati setiap
gerakan lelaki itu. Kini terlihat lelaki itu duduk diantara kedua kakinya yang
sudah terbuka lebar. Sesaat keduanya berpandangan, untuk kemudian keduanya
bersiap melanjutnya.
“Ssshhh…” saat lelaki itu
menyapukan dahulu bagian kepala batangnya di permukaan organ kewanitaannya.
Satu dua sapuan lalu….
“Sssshhh….mmmhhhh” erangannya
terlontar. Matanya memejam meresapi setiap kenikmatan yang ditimbulkannya oleh
pergesekan dinding batang kejantanan lelaki itu dengan dinding liang
kewanitaannya
“Yyyaaa…ter….russshhh. leb…bih
da…lam. Leb…bih da…lam. Mas…sukkan ter…ruuusshhh….sssshhh…uuuukkkhhhh.”
Cercauan Reni amat sangat membantu Ferry untuk dapat mereka-reka apa yang
tengah terjadi. Tanpa melihatpun Ferry kini sudah yakin kalau saat ini istrinya
Reni tengah menerima sodokan dari lelaki itu.
Ferry sempat kaget juga saat
mengetahui kalau istrinya sampai seperti ini. Meminta apa yang diinginkannya
dari pasangan bercumbunya. Padahal selama ini, selama melakukan hubungan badan
dengannya, bahkan sampai kejadian minggu lalu, istrinya tak sampai seterbuka
ini. Tapi kali ini ? Apakah semua itu
dikarenakan begitu menggebunya gairah yang dialami istrinya saat ini ? Kalau demikian, tentu dirinya harus senang,
karena ini awal yang baik untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Perlahan Reni merasakan batang
kemaluan lelaki itu membenam semakin dalam ke rongga vaginanya, terus dan terus
semakin dalam mengisi rongga kenikmatannya dengan penuh dan dalam. Terus dan
terus mengalirkan rasa nikmat yang semakin kuat sampai akhirnya…
“Akh”aaccchh….mass..ss…nikmatt…..bannggetttt…..
pekikannya saat ujung batang kemaluan lelaki itu menyentuh dan menekan ujung
liang rahimnya memberi lecutan rasa nikmat. Terus masuk lebih dalam lagi sambil
terus menggesek ke seluruh bagian dalam rongga vaginanya, termasuk ujung liang
rahimnya. Reni hanya bisa merintih merasakan seluruh kenikmatannya hingga
akhirnya seluruh batang kemaluan lelaki itupun membenam habis ke dalam rongga
kewanitaannya. Mengisinya dengan penuh karena besarnya, menghadirkan rasa
nikmat dan sensasi tersendiri. Keduanya terdiam sejenak, lalu mulai bergerak
melanjutkan.
Apa yang dirasakannya minggu lalu
kembali hadir. Gerakan menusuk batang kemaluan Darwis terasa sangat nikmat
sekali. Dan kali ini Reni mengekspresikannya dengan lebih bebas.
“Nikmat bu ?” tanya Darwis.
Sialan, makin dirinya dalam hati. Ya udah tentu lah. Emangnya nggak lihat apa
gimana reaksiku, gumamnya dalam hati dengan keki.
Namun Reni tak meluapkan rasa
kekinya, dia justru mengangguk memberi jawaban.
“Mau cepat, apa pelan ?” kembali
lelaki itu berucap. Akh kenapa sih dia jadi banyak ngomgong ? batinnya gemas.
Tidak di sisi Ferry. Percakapan itu justru yang diinginkannya karena dapat
menggambarkan secara lebih utuh siluet-siluet pecahan visual imajinasinya.
Seluruh perbincangan maupun suara-suara lainnya akan memberikan kelengkapan
gambar yang coba dirangkai oleh otaknya.
“Pelan dulu pak.,,.soalnya
memekku seret nich,..pak” dijawabnya
juga ucapan lelaki itu. Dirinya ingin lebih lama meresapi dan benar-benar
meyakinkan kalau apa yang dirasakannya saat ini adalah benar. Benar kalau
ternyata melakukan dengan lelaki asing ini lebih nikmat. Benar kalau ternyata,
saat ini dirinya merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang lebih
menegangkan. Sesuatu yang misterius, sekaligus sesuatu yang melenakan dan
menenggelamkan. Sesuatu yang….jauh lebih hebat.
Dan ternyata benar. Melakukannya
dengan lelaki lain itu, Reni merasakan kenikmatan yang jauh lebih hebat dan
kuat. Dan itu pula yang mendorong dirinya untuk lebih jauh lagi mengeksplorasi
diri.
“Yang….cep…pat sek…karangg pak….nikkmmattt
banget kontolnya gede bangettt….pakkk.” pintanya sudah ingin ke tahap
berikutnya. Ke tahap dimana dirinya benar-benar tenggelam dan hanyut dalam
gelombang kenikmatan birahinya. Tahap yang pernah dirasakannya minggu lalu, dan
kali ini kembali ingin dirasakan dan dialaminya. Di balik tembok, Ferry justru
semakin tegang dan semakin terbakar mendengar permintaan Reni istrinya itu pada
lelaki pasangan senggamanya.
“Ssshh…mmmhhh…mmmhh….mmhhh…aacchhh...uuukkhhh”
akhirnya itulah yang keluar dari celah bibirnya dikombinasi dengan suara
tepukan akibat benturan kedua permukaan selangkangan mereka dan itu terdengar
cukup jelas oleh Ferry di balik tembok, membuatnya semakin kelabakan sendiri.
Ingin rasanya dia meluruk ke dalam saat ini juga, namun dia tak yakin apakah
ini moment yang tepat.
Diputuskan akhirnya untuk menunggu
beberapa saat lagi. Menunggu setidaknya setelah Reni mendapatkan klimaks
pertamanya. Dalam keadaan seperti ini, keadaan fisik dan batinnya berada dalam
keadaan yang tepat dan tak akan memberikan pemberontakan. Kondisi Reni istrinya
akan berada di fase yang sulit untuk keluar dari keadaan yang sedang
dialaminya. Berada di puncak gairah dan persimpangan, dan tak akan memberi
banyak pilihan lagi. Ya, moment itulah yang akhirnya diputuskan oleh Ferry
untuk menunggunya.
Reni benar-benar mengalami apa
yang dinamakan gempuran dan hantaman kenikmatan birahi, saat lelaki itu mulai
memompanya dengan sangat cepat dan kuatnya. Reni ingin semua ini berlangsung
dengan waktu yang lama. Reni ingin merasakan semuanya secara puas.
Tak ada lagi rasa rikuh. Tak ada
lagi rasa malu. Dan tak ada lagi rasa canggung. Yang ada kini adalah gairah dan
kenikmatan. Gairah yang demikian menggelora serta kenikmatan yang demikian
melenakan. Segala aturan norma dan etika yang ada, justru menjadikan apa yang
dilakukan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri. Tantangan yang akhirnya
menghadirkan ketegangan dan sensasi tinggi dan membuahkan kenikmatan tertinggi.
Demikianlah yang Reni alami saat ini. Justru sesuatu yang menantang inilah yang
membuatnya demikian menikmatinya. Melakukannya dengan lelaki ini, menghadirkan
ketegangan dan sensasi yang luar biasa, yang justru membuat segala sesuatunya
menjadi lebih hebat.
“Yyyaa…tus….suk yang kuat…memekkuu…pakkk….tus…suk
yyaang…kkkuu….aattt,,..pakk..….akh !” Reni meminta lelaki itu melakukan tusukan
yang kuat. Tusukan batang kemaluan yang sangat kuat dari lelaki itu di rongga
kewanitaannya, menghadirkan rasa nikmat yang seakan menggedor-gedor sukmanya,
dan ini yang membuat dirinya merasakan peningkatan tekanan dalam dirinya
mengalir dan meningkat cepat. Dengan segala kenikmatan dan gairahnya, Reni
melakukan putaran-putaran pada pinggul bulatnya, memberi tambahan kenikmatan
tersendiri. Apalagi saat lelaki itu memberi tambahan dengan meremas-remas kedua
gundukan payudaranya. Remasan yang kadang lembut, kadang juga sangat keras
hingga dirinya merasa sedikit sakit pada kedua payudaranya, namun Reni menyukai
kombinasi ini.
“Aakh !” sampai juga akhirnya
dirinya ke puncak kenikmatan birahi pertamanya. Tubuh bugilnya meregang hebat
saat merasakan ledakan puncak kenikmatan birahinya yang demikian kuatnya.
Jari-jari tangannya tanpa sadar mencengkeram kuat kedua lengan lelaki itu,
sementara kedua betis indahnya langsung memiting pinggul lelaki itu dan
menekannya kuat-kuat, meminta tekanan yang tertinggi. Napasnya tersendat,
wajahnya tertarik jauh ke belakang. Urat-urat kecil muncul di sisi-sisi leher
jenjangnya. Reni akhirnya mendapatkan kembali klimaks tertingginya seperti
minggu lalu, aaaccchhh…..paakkkk akuu
mau keluaarrr…ppakkkk,,
genjot tuuruss…..ppakkk……..craatt….crarttt..crattt..dan
memang inilah yang dirindukannya dan ingin didapatkannya kembali.
Babak penentuan akhirnya
didapatkan Ferry. Inilah saatnya dirinya masuk ke dalam. Kalaupun istrinya akan
bereaksi mundur, setidaknya itu sudah ada yang didapat oleh Reni, kepuasan
pertamanya tadi. Namun Ferry sangat yakin, kalau semuanya akan berjalan dengan
lancar. Asal cara dan teknisnya saja yang harus dilakukan dengan tepat. Dan
Ferry ingin mengambil langkah yang santai dan tak mengejutkan istrinya.
Dengan perlahan Ferry melangkah
masuk. Mengunci pintu depan dengan perlahan, lalu melangkah mendekat ke kamar
tidurnya. Tiba di depan pintu kamar tidurnya, dihentikan sejenak langkahnya.
Coba didengarkan suara-suara dari balik pintu kamar tidurnya. Sepi. Akhirnya
diputuskan untuk mencoba mengintipnya lewat lubang anak kunci pintu kamar
tidurnya. Tak terlihat, karena posisi tempat tidurnya memang tidak memungkinkan
untuk dapat dilihat dari lubang anak kunci itu. Ferry sempat bimbang untuk
melanjutkan langkahnya. Diam sesaat memikirkan apa yang harus dilakukannya.
“Kita terusin bu ?” tiba-tiba
terdengar suara dari dalam. Ferry mempertajam pendengarannya. Tak ada suara
sesaat.
“Kita ganti posisi. Ibu…merangkak
sekarang” terdengar lagi suara Darwis. Akh rupanya persenggamaan akan kembali
dilanjutkan setelah tadi terhenti sejenak saat Dina mendapatkan klimaksnya.
Kembali hening, Ferry menanti.
“Sssshhh…uuuukkkhhh” erangan Reni
kembali terdengar. Berarti persenggamaan mereka kembali di mulai dan kali ini
rupanya mereka memilih posisi doggy. Ferry masih diam menunggu dan mencoba
mencari cara bagaimana caranya dia masuk ke dalam agar tak menghentikan semua
yang sudah berjalan.
Yang pasti, saat ini Reni
istrinya sudah dalam keadaan yang terjepit dan sulit untuk menolak bila nanti
dirinya meminta melanjutkan permainan ini. Hanya saja bagaimana cara yang tepat
untuk bisa bergabung ke dalam.
Setelah memikirkan dan
mempertimbangkan beberapa saat, akhirnya diputuskan untuk mengambil satu cara.
Sebelum masuk, Ferry menanggalkan dahulu seluruh pakaiannya hingga dalam
keadaan sama-sama telanjang bulat seperti istrinya dan lelaki di dalam kamar
tidurnya itu. Lalu dengan perlahan ditekannya handle pintu kamar tidurnya.
Melongok ke dalam dan….
Tepat. Mereka sedang melakukan
posisi doggy, dan untungnya posisi istrinya membelakanginya sehingga tak
melihatnya masuk ke dalam.
Ferry langsung duduk di kursi
dekat pintu kamar tidurnya, menonton persetubuhan istrinya dengan lelaki
pemijatnya itu. Kali ini secara langsung dan tak sembunyi-sembunyi lagi seperti
minggu lalu.
Darwis lah yang pertama kali
mengetahui kehadirannya. Lelaki itu sempat terkejut dan menghentikan gerakannya
sesaat, namun dengan gerakan tangannya, Ferry memberi isyarat agar lelaki itu
melanjutkan semuanya.
Setelah merasa yakin, apalagi
saat melihat Ferry, suami dari wanita yang tengah disenggamainya itupun sudah
dalam keadaan sama-sama bugil, Darwispun melanjutkan gerakannya. Reni belum
menyadari kehadiran suaminya dan terus menikmati “tikaman-tikaman” lelaki
pasangan senggamanya dari arah belakang.
Namun tiba-tiba Ferry menemukan
ide. Cepat dia bangkit dan mendekat ke arah keduanya. Dari belakang, Ferry
mencolek tubuh Darwis dan memberi isyarat untuk mundur dan dia yang
menggantikan.
Dengan cepat lelaki itu mundur
dan Ferry maju. Tanpa menunggu lama, Ferrypun langsung membenamkan batang
kemaluannya ke dalam vagina istrinya.
Reni yang tak menyadari semua
itu, kembali mengerang-ngerang dan merintih-rintih kenikmatan tanpa tahu kalau
yang melakukan tusukan dari belakangnya saat ini adalah suaminya sendiri.
“Sssshhh…uuuukkkkhh….uuukkkhhhh…mmmmhhhh….mmmhhh”
berkali-kali Reni mengerang dan merintih menerima tusukan-tusukan batang
kemaluan di liang vaginanya. Pinggul bulat indahnya berputar-putar mengiringi
irama tusukan batang kemaluan Ferry.
“Leb…bih cepat…leb….bih
cep…paaat” pintanya tanpa menyadari kalau yang melakukannya saat ini adalah
suaminya sendiri. Ferrypun langsung “tancap gas” menggempur istrinya dengan
sangat hebatnya membuat Reni istrinya sampai berkali-kali memekik menahan
serangannya. Tekanan dalam dirinya dengan cepat meningkat dan terus meningkat
lebih tinggi seiring dengan laju tikaman batang kemaluan pasangannya dari arah
belakang. Reni terus mengerang, merintih dan sesekali memekik merasakan
semuanya sampai akhirnya….
“Aaakh !” pekiknya lebih keras
disusul tubuh bugilnya yang mulai basah oleh keringatnya itupun mengejang dan
meregang hebat. Reni kembali mendapatkan klimaks keduanya dengan sangat hebat.
Ferry menekan sekuatnya memberi kesempatan pada istrinya untuk menikmati segala
kenikmatan yang baru didapatkannya. Seluruh batang kemaluan Ferry yang
tertancap dalam-dalam di lubang vagina istrinya itu, terasa seperti
diremas-remas dinding lubang kemaluan istrinya itu dengan sangat kuat dan
cepatnya. Rupanya Reni mendapatkan klimaks yang sangat kuat
Beberapa saat kemudian, Reni
menjatuhkan tubuhnya, hingga telungkup. Napasnya terlihat memburu dari irama
turun naik punggung indahnya. Ferry memandangi sekujur tubuh bugil istrinya itu
dari belakang. Reni benar-benar belum menyadari semuanya sampai saat dengan gerakan
tangannya, Ferry meminta istrinya membalikkan badan menghadap.
“Mas..!” pekik Reni terkejut luar
biasa. Dengan cepat dia bangkit dan memandang tak percaya ke arah suaminya.
Ferry hanya senyum saja.
“A..aa” Reni tak mampu
berkata-kata. Pandangannya langsung mencari sosok lelaki yang tadi bercumbu
dengannya dan mengira juga kalau lelaki itulah yang menyelesaikan klimaks
keduanya itu. Ternyata lelaki itu tengah duduk di sofa dimana biasanya Ferry
suaminya duduk, masih dalam keadaan telanjang bulat. Pandangannya kembali ke
sosok suaminya yang juga dalam keadaan telanjang bulat.
“Kenapa sayang ? Ayo, nggak apa-apa khok” Ferry coba mengatasi
kepanikan istrinya. Tentu saja Reni sangat panik dan terkejut. Bagaimana tidak,
seorang istri yang ketahuan sedang melakukan percumbuan dengan lelaki lain dan
dipergoki oleh suaminya, maka ini sebuah bencana. Hanya kenapa saat ini
suaminya juga dalam keadaan sama seperti dirinya dan lelaki itu ? Dan yang lebih membuat Reni bingung adalah,
tak ada kemarahan di mata dan wajah suaminya. Bahkan justru suaminya…
Akh ya. Kalau saat ini lelaki itu
sedang duduk di sofa, berarti yang baru saja menyenggamainya adalah….
Bingung, terkejut dan sempat
shock, hingga membuat Dina tak mampu berkata-kata dan tak mampu harus berbuat
apa.
“Ya sudah, kita ngobrol dulu deh,
sambil istirahat” ujar Ferry pelan dan lembut sambil memegangi tangan istrinya
yang terasa sangat dingin, nampak ketakutan.
“ren, nggak usah takut. Kamu
lihat, saya nggak marah kan ?” ujar Ferry menenangkan. Reni masih
memperlihatkan sikap paniknya. Sesekali dia tertunduk tak mampu menatap wajah
suaminya yang sudah mengetahui perbuatannya, walau tadi ditegaskan tidak
apa-apa dan tidak marah, tapi…tetap saja membuat dirinya merasa tertangkap basah
“Hey dengar, ayo. Aku nggak
apa-apa. Aku nggak marah khok. Justru…jadi bersemangat lihat kamu begitu
menggairahkan sekali saat ini. Ayo Reni sayang, aku sungguh-sungguh khok” Ferry
coba meyakinkan. Reni kembali menatapnya dengan sejuta perasaan tak menentu.
“Be…benar ? Mas….” Ucapannya tersendat. Ferry tersenyum
menenangkan sambil mengangguk memberi jawaban.
“Iya, sungguh. Aku nggak marah
khok” menandaskan dan mempertegas jawabannya.
“Ta…tapi mas, ak..ku kan…” Reni
masih tak yakin.
“Ya, aku tahu. Oke, supaya kamu lebih yakin.
Wis, ayo sini. Duduk di sini bareng kita” ujar Ferry memanggil lelaki itu. Reni
merasa bingung sekaligus kikuk menghadapi segala sesuatu yang serba mendadak
dan tak terduga seperti ini.
“Nah, ini Darwis. Ini bukti kalau
aku nggak marah dan keberatan khok. Ayo, apa lagi yang harus aku pertegas”
jawab Ferry setelah Darwis duduk di sisi Reni. Dengan canggung dan bingung, Reni
kembali memandang mata suaminya. Benarkah apa yang dikatakan suaminya itu ?
Benarkah dia tidak marah ? Tapi bagaimana mungkin ? Bagaimana seorang suami
tidak marah saat memergoki istrinya tengah bercumbu dengan lelaki lain ? Apakah
suaminya tidak sedang mempermainkannya sekarang ? Apakah suaminya tidak sedang mengatur siasat
sesaat untuk kemudian….
“Mas…” hanya itu suara yang
keluar dari celah bibir Reni. Tak tahu harus berkata apa. Tak tahu harus
berbuat apa.
“Oke deh, kita ngobrol dulu aja.
Biar semua tenang dulu. Biar kamu rileks dulu. Ayo, kamu mau ngomong apa, atau
mau tanya apa ke aku” ujar Ferry sambil membelai lengan istrinya. Reni masih
bingung dan tak percaya. Pikirannya buntu walau hatinya bergejolak tak menentu.
Pandangannya terus tertuju ke arah suaminya. Reni tak tahu harus bersikap apa.
Senang, tenang atau bersiap menerima amukan suaminya itu ?
“Ayo, mau tanya apa sayang ?”
bujuk Ferry. Reni masih mematung memandanginya. Dengan gerakan kepalanya, Ferry
memberi isyarat penegasan, apa yang ingin dikemukakan oleh istrinya itu. Namun Reni
masih diam sampai akhirnya hanya menggeleng. Menggeleng tak tahu harus bertanya
apa. Tak tahu harus berkata apa.
“Ya sudah. Mungkin saat ini kamu
masih bingung. Nggak apa-apa. Cuma, gimana, kamu sudah lebih rileks dan percaya
kalau aku tak memasalahkan ini ?” ujar Ferry sambil senyum. Dina terus
memandanginya dengan ekspresi wajah tetap seperti semula.
“Hey, khok nggak jawab ? Kamu
sudah percaya dan tenang sekarang ?” Ferry mengulangi pertanyaannya. Reni
akhirnya mengangguk tanpa perubahan ekspresi wajahnya.
“Tapi mas…” Reni merasakan
tenggorokannya kering, lidahnya kelu, tak mampu melanjutkan ucapannya.
“Ya, kamu mau ngomong apa ?”
desak Ferry, namun Reni hanya menggeleng seakan bingung ingin berkata apa.
“Oke, mungkin banyak yang pengen
kamu omongin, cuma bingung aja. Mau mulai dari mana ngomongnya. Kalau begitu,
aku aja deh yang ngomong. Mudah-mudahan menjawab semua apa yang menjadi
pertanyaan kamu saat ini” Ferry masih duduk dihadapan istrinya sambil memegangi
tangan istrinya itu memberi kekuatan dan menenangkannya. Perlahan tangan
istrinya tak lagi sedingin seperti awalnya tadi, itu menandakan kalau istrinya
itu sudah lebih tenang saat ini.
“Sebenarnya, aku tahu sejak awal.
Sejak minggu lalu. Dan semuanya berjalan seperti diluar kendali. Baik aku
maupun kamu, merasakan kebingungan kenapa semuanya tak mampu kita hentikan.
Kalau ini dianggap kesalahan, ini kasalahan aku juga. Tapi, aku tandaskan saja,
ini bukan kesalahan. Ini semua, karena tanpa sadar, kita inginkan. Aku, juga
ternyata menginginkan ini” Ferry menghentikan sejenak penjelasannya.
“Awalnya, aku sempat kaget dan
akan bereaksi seperti normalnya seorang suami. Tapi entah kenapa saat itu aku
tak mampu melakukannya. Aku hanya bisa terpaku di tempat. Bingung dan tak tahu
harus bersikap apa. Aku ingin menghentikan dan mencegahnya, tapi tak kuasa.
Apalagi saat aku tahu, kamu sedang tenggelam dengan keadaan kamu. Aku tak tega
dan kuasa menghentikannya. Aku merasa akan sangat tidak adil menghentikan semua
itu setelah aku sendiri yang memulainya.”
“Apa yang kamu lakukan dan apa
yang terjadi itu, adalah disebabkan aku juga. Dan setelah aku yang memicu,
mengapa aku juga yang mematikannya. Ini sangat egois. Aku hanya ingin melihat
kamu menerima sesuatu yang bisa kamu nikmati dan sukai. Walau mungkin diluar
kehendak kamu awalnya dan walau mungkin di luar kesadaran kamu pada awalnya,
tapi apapun masalahnya, semua itu memberikan sesuatu yang amat berharga untuk
kamu. Dan itu….aku anggap pemberianku” kembali Ferry menghentikan
penjelasannya, sementara Reni masih menunggu kelanjutan penjelasan suaminya itu
dengan sejuta gejolak perasaan. Apakah dirinya harus malu dan merasa bersalah
? Ataukah sebaliknya ? Malu, ya. Bersalah, juga ya. Tapi, apa yang
dikemukakan suaminya itu juga benar. Semua ini bukan tertumpu hanya kepada
dirinya. Beban ini harus bersama-sama memikulnya.
“Satu minggu lamanya aku berusaha
untuk mengkaji dan menelaah masalah kita. Dan satu minggu itulah, aku
memutuskan bahwa aku dan kamu, berhak untuk mendapatkan sesuatu yang
menyenangkan. Aku dan kamu, berhak senang, sepanjang tak merugikan orang lain”
“Tapi mas, aku kan masih
berstatus is….”
“Ya, aku tahu. Sekarang, kalau
aku sebagai suami kamu tak marah dan berkeberatan, lantas….apa masalahnya ?
Beres kan ?” jawab Ferry mendahului ucapan Dina. Sesaat hening, seakan
masing-masing sibuk dengan alur pikirannya sendiri-sendiri, termasuk Darwis
yang sejak tadi setia dan diam memberi kesempatan kepada pasangan suami istri
itu untuk berkomunikasi.
Panjang lebar Ferry coba
menjelaskan dan memberi pengertian pada Reni. Perlahan Dinapun mulai memahami
dan kembali tenang.
“Jadi, sungguh…mas…tidak…” masih
sedikit ragu Reni coba meyakinkan diri.
“Ya. Pasti. Sekarang, kita sudahi
saja semua yang menjadi masalah itu. Sekarang kita ngobrol yang lain, kasian
tuh Darwis, kayak kambing congek didiemin aja” ujar Ferry. Kali ini, walau
dengan sedikit canggung dan malu, Reni melirik ke arah lelaki itu yang hanya
senyum-senyum simpul saja.
“Darwis juga tadinya ketakutan
waktu aku memanggil dia dan menyampaikan segala sesuatunya. Tapi setelah aku
jelaskan, dia juga akhirnya menerima” jelas Ferry. Reni mengangguk mengerti.
“Eh tunggu. Jadi, Darwis udah
tahu kalau mas…” tergelitik juga Reni dengan ucapan terakhir suaminya. Ferry
mengangguk mengiyakan.
“Ter…rus, hari ini, apa…dia juga
tahu kalau mas akan…”
“Nggak. Kalau itu dia nggak tahu.
Dia juga kaget waktu aku muncul tadi “Betul itu mas Dar…wis ?” Reni coba
menegaskan dan mencari kebenarannya.
“Iya bu. Saya kaget tadi waktu
tiba-tiba bapak udah di dalem. Cuma karena bapak kasih isyarat supaya aku
terus, makanya aku…” Darwis tak melanjutkan ucapannya karena dilihatnya Dina
tertunduk malu.
“Terus…tadi yang terakhir,
mas…sendiri yang…”
“Ya. Aku sendiri yang
menyelesaikannya. Aku senang sekali, kamu sangat menikmatinya. Terus terang,
aku belum pernah menemui kamu sampai Reni menutup mulut suaminya.
“Udah akh, jangan di bahas, aku
malu” ujarnya tersipu. Ferry tersenyum memaklumi.
“Terus, kita ngapain nih. Udah
sama-sama begini. Apa….”
“Mas…udah. Aku….” Reni merasa
digoda dan makin membuatnya malu sendiri.
“Ya udah. Kita ngobrol yang lain
aja dulu. Oh ya, ceritain dong sedikit soal kamu Wis, biar kita lebih kenal
kamu” Ferry coba mengalihkan suasana.
“Saya ? Cerita apa ?
Nggak banyak yang bisa saya ceritain” ujar Darwis.
“Ya apa aja. Misalnya, tentang
sejarah sekolah kamu. Tentang pengalaman kerja kamu” Ferry coba menjembatani.
Lelaki itu diam sesaat, coba merangkai kembali riwayat hidupnya.
“Saya sekolah hanya sampai kelas
2 SMP. Maklum, ekonomi orang tua saya tidak mampu menyekolahkan saya
tinggi-tinggi. Makanya saya hanya bisa jadi tukang pijat seperti ini” kembali
lelaki itu diam
“Kamu sudah punya istri ?”
sambung Ferry.
“Sudah, dua kali. Tapi dua-duanya
berakhir dengan perceraian” jawabnya.
“Punya anak ?” lanjut Ferry
merasa harus terus dipancing. Lelaki itu menggeleng dengan raut wajah trenyuh.
“Saya cerai dengan kedua istri
saya itu justru karena itu. Lima tahun berumah tangga dengan istri pertama, dan
tiga tahun dengan istri kedua yang janda, tapi tak juga memiliki anak. Terakhir
baru saya ketahui, sayalah yang mandul. Karena mantan istri pertama saya yang
sudah menikah lagi, punya anak. Sedang mantan istri kedua saya, yang janda
dengan dua anak sebelumnya, juga setelah menikah lagi, punya anak lagi.
Jadi…sayanya yang mandul” Darwis mengakhiri ceritanya dengan wajah semakin
trenyuh.
“Saya turut prihatin ya. Dan maaf
kalau pertanyaan saya ini kurang enak ditanggapinya” Ferry coba memperbaiki
suasana. Reni sendiri kini sudah mulai berani menatap lelaki disampingnya itu
yang sesungguhnya sudah seperti “suami keduanya” karena memang antara dia dan
dirinya sudah layak dikatakan sebagai “suami istri” sejak satu minggu lalu.
“Sekarang, ceritain deh
pengalaman kamu selama menjalani profesi kamu ini Wis” Ferry mengganti topik
pembicaraan.
“Ya, nggak banyak juga pa yang
bisa diceritain. Pengalaman saya sebagai tukang pijat ya…begitu aja. Mijat,
mijat dan mijat terus” jawabnya datar.
“Kalau…pengalaman…yang…seperti
ini ?” hati-hati Ferry coba mengutarakan pertanyaannya. Sesaat Ferry dan Reni
saling bertatapan. Demikian juga dengan lelaki itu. Bergantian dia menatap ke
arah Ferry dan Reni, namun Reni tak balas menatapnya, kecuali Ferry.
“Ini…pengalaman
saya…yang…pertama” jawab Darwis jujur. Reni dan Ferry kembali saling
bertatapan. Kali ini Reni berani beralih memandang lelaki “suami” keduanya itu,
seakan hendak mencari kebenaran dan kejujuran dari ucapan lelaki itu
“Masak sih ?” pancing Darwis.
“Iya pak, sungguh. Memijat wanita
juga, ini yang pertama kalinya” tegas lelaki itu. Akh, pantesan aja, waktu
pertama kali dia memijatku minggu lalu, dia seakan grogi dan canggung, batin Reni
sendiri.
“Sorry yah, kalau aku tanya ini
agak kurang enak kedengarannya” sesaat Ferry memandang ke arah Reni istrinya
dan juga lelaki di hadapannya.
“Berhubungan seks dengan wanita
lain selain istri kamu, apa ini juga yang pertama kalinya ?” kali ini
pertanyaan Ferry membuat wajahReni bersemu malu.
“Ya pak. Ini…yang pertama” jawab
Darwis jujur.
“Sudah berapa lama sih kamu cerai
dengan istri….kedua kamu ?” Sesaat Darwis tak menjawab, nampak ragu
mengutarakannya.
“Mas, nanya apa ngintrogasi sih
?” protes Dina seakan membela lelaki itu.
“Nggak apa-apa bu, saya juga
nggak keberatan khok menjawabnya. Sudah lima tahunan” jawab Darwis lagi. Dina
tertegun. Pantes saja, permainannya hot banget sampe bikin aku megap-megap,
batinnya sendiri. Wajahnya merona, malu sendiri.
“Menurut kamu…istri saya
menggairahkan nggak ?” kali ini Reni protes dan membelalakkan matanya tanda
protes. Ferry cuma senyum.
“Yaa…pastilah pak. Ibu….sangat
cantik dan…”
“Menggairahkan, begitu ?” Ferry
menyambung ucapan Darwis yang terputus. Lelaki itu mengangguk tersipu, terlebih
Dina.
“Dibanding kedua mantan istri
kamu ?”
“Mas ! Apa-apaan sich ? Nanyanya khok gitu ?” Reni benar-benar
protes karena dibanding-bandingkan.
“Nggak apa-apa bu.
Sejujurnya…dibanding ibu, kedua mantan istri saya itu…ya jauh lah. Maklum,
mereka kan orang desa, sementara ibu…”
“Jadi lebih menggairahkan begitu
Wis ?” kejar Ferry. Dina mencubit pinggang suaminya, memprotes keras atas
pertanyaannya itu.
“Sangat. Sangat lebih cantik
dan…meng….gairah…kan” terbata-bata dan takut lelaki itu mengucapkannya. Reni
semakin tersipu, sekaligus merasa sangat tersanjung.
“Kamu benar Wis. Istri saya ini
memang, cantik dan sangat menggairahkan sekali. Walau sudah punya anak tiga,
tapi…nggak kalah kan sama gadis-gadis belia ?” Reni benar-benar dibuat
tersipu-sipu sekaligus senang dan merasa melambung dipuji seperti itu.
“Permainannya menurut kamu gimana
Wis ?” Ferry berucap cepat, menggoda istrinya. Reni terperanjat tak menyangka
suaminya akan bertanya sekonyol ini.
“Nggak usah dijawab. Aku dan kamu
sudah tahu sendiri kan ? Istriku ini hebat banget kan ?” sambung Ferry membuat
istrinya agak sewot.
“Wis, setuju nggak
kalau…kita…perkosa dia bareng-bareng” Reni terbelalak. Gila banget suaminya
ini. Apa maksudnya ?
“Mas, apa-apaan sih ?” Reni
merasa keki di”ganggu” seperti itu.
“Ya kalau kamu nggak mau
melanjutkan acara ini, aku akan paksa kamu, dan bila perlu…kita perkosa. Ya
nggak Wis ?” lelaki itu cuma bengong, melongo seperti orang blo’on.
“Mas…
“Kenapa ? Mau nggak nerusin acara ini ?” kejar Ferry
yang sudah tak tahan ingin memulai babak baru kehidupan seksual rumah tangganya
itu. Seperti dalam film-film porno, dirinya ingin membuktikan, apakah hubungan
model ini bisa dinikmati baik oleh lelakinya ataupun wanitanya. Yang pasti,
dirinya sudah merasakan sensasi dan gairah tersendiri saat menyaksikan istrinya
berhubungan seks dengan lelaki lain. Dan yang pasti, dirinya sudah dapat
memastikan kalau istrinyapun sangat menikmati hubungan seks dengan lelaki
selain dirinya itu. Kini tinggal menguji, apakah kalau dilakukan secara
terang-terangan dan kalau perlu bersamaan, sensasi dan kenikmatannya akan sama
?
“Tapi mas…ak…ku…”
“Kenapa ? Kamu nggak bersedia ?” kejar Ferry cemas,
khawatir istrinya menolak model hubungan seperti ini.
“Atau aku keluar dulu deh, biar
kamu sama Darwis dulu aja”
“Mas…mas, bukan begitu. Aku cuma
mau ngomong, aku….” Reni benar-benar bingung. Tak menduga akan menemui keadaan
seperti ini. Tak menduga kalau suaminya akan mengajukan sesuatu yang
gila-gilaan seperti ini. Dirinya diminta melayani suaminya sendiri dan lelaki
itu sekaligus. Apa tidak gila namanya.
Tapi memang sudah kepalang.
Bukankah, melakukan hubungan dengan lelaki lain saja sudah tindakan yang gila
? Mengapa lagi musti mempertimbangkan
yang lainnya. Kegilaan tetap saja kegilaan. Hanya saja, Reni merasa tak berani
untuk melakukan hal itu. Atau mungkin…bisa dikatakan, belum berani. Belum siap.
Belum siap ? Apa bukan belum mau ? Seperti yang ditanyakan suaminya sendiri, mau
apa tidak ? Batinnya coba menerka
sendiri jawaban dan keinginannya.
Melayani keduanya ? Gila !
Ini benar-benar gila ! Aku tak
pernah menduga dan memimpikannya sekalipun. Tapi kini, kenyataan. Reni merasa
bimbang, sekaligus merasa tertantang juga diam-diam. Setelah tertantang
melayani lelaki lain selain suaminya, kini tertantang lagi oleh model permainan
yang mengandung kegilaan seperti ini. Dirinya teringat adegan film porno yang
beberapa kali ditontonnya bersama suaminya itu dimana seorang cewek melayani
dua orang cowok, bahkan lebih. Dan kini dirinya mengalami sendiri.
“Ren, ayo dong jawab. Atau apa
Darwis kita suruh pulang aja ?” Ferry coba memojokkannya, dan itu….berhasil.
“Ng…nggak, nggak usah” Reni
menjawab spontan. Entah karena didorong oleh rasa tidak enak hati kalau harus
mengusir lelaki itu ataukah didorong oleh hal lainnya ? Didorong oleh keinginan
dirinya yang tak ingin kesempatan ini lepas dan hilang begitu saja akan
tantangan kali ini.
Namun untuk menjawabnya dengan
terus terang, tentu saja tidak mungkin. Dina berharap, suaminya memahami dan
dapat membaca gerak tubuhnya.
“Ya sudah, jadi kamu nggak
keberatan kan ?” Ya, itu dia ! Itu
jawaban dan ucapan yang ditunggunya. Walau dalam hatinya bersorak senang, namun
tak urung membuatnya tersipu.
“Terserah mas aja deh” hanya itu
ucapan yang keluar dari celah bibirnya, pasrah. Pasrah seperti
sebelum-sebelumnya. Kepasrahan yang akhirnya menghadirkan kenikmatan seperti
ini. Dan kini dirinya kembali pasrah diminta melayani sekaligus dua lelaki,
satu suaminya sendiri, dan satunya…
“Nah gitu dong. Ya udah, biar
kamu rileks, gimana kalo…Wis, kamu keluar dulu yah. Kamu tunggu aja di luar
dulu. Nanti aku panggil deh kalo udah siap” ujar Ferry memahami keadaan batin
Dina. Lelaki itu tanpa banyak komentar, langsung bangkit dan beranjak ke luar.
“Sebentar sayang, aku mau ada
titipan pesan dulu sama Darwis, jangan sampai dia terlihat orang dari luar”
ujar Ferry langsung menyusul lelaki itu keluar. Reni termenung ditempatnya.
Masih tak percaya, dalam waktu sesingkat ini dirinya mendapatkan pengalaman
yang sangat luar biasa dan tak terduga. Setelah dua kali pertempurannya dengan
Darwis yang membuatnya “ketagihan,” kini ditambah lagi dengan kejutan lain.
Suaminya sendiri yang mengusulkan hubungan seks gila seperti ini. Dua lelaki
akan menggumuli dirinya sekaligus, apa rasanya ?
Belum selesai lamunannya, Ferry
sudah muncul lagi.
“Ngomong
apa sama…Darwis mas ?” Reni coba mencari tahu.
“Aku suruh dia nunggu di sudut
ruang tengah aja dan jangan jalan-jalan ke depan atau ke dapur, takut ada yang
lihat” ujar Ferry tak sepenuhnya. Padahal, selain titip pesan tersebut, Ferry
juga menitip pesan agar Darwis nanti masuk saat dirinya tengah bercumbu. Ferry
pura-pura tidak mengetahuinya, dan Ferry akan melihat reaksi istrinya saat
melihat Darwis hadir menonton percumbuan dirinya itu.
“Nah, sekarang tinggal kita
berdua. Mau tunggu apa lagi ?” ujar Ferry.
“Iiih, mas nakal akh” rajuk Dina
tersipu.
“Ayo, duduk disini. Aku ingin
bersenang-senang dengan kamu sayang” ujar Ferry meminta Reni duduk di
pangkuannya
“Kamu terlihat sangat cantik dan
menggairahkan lho” ujar Ferry senang karena keinginannya terkabul.
“Makasih mas” jawab Reni manja
sambil duduk di pangkuan suaminya. Keduanya saling berpelukan, dan langsung
saling berpagutan dengan penuh gairah. Baik Reni sendiri maupun Ferry,
masing-masing sesungguhnya diam-diam sudah terpancing gairahnya dengan rencana
acara permainan barunya ini. Dan itulah karenanya, keduanya langsung tancap
gas.
Reni sendiri, tanpa sadar,
napasnya telah memburu, menandakan gairahnya sudah demikian memuncaknya, sejak
membayangkan dirinya akan dikerubuti dua lelaki sekaligus.
Sambil berpagutan, tangan Ferry
menggerayangi sekujur tubuh polos istrinya itu. Mulai dari rambut kepalanya,
tengkuknya, punggungnya, sampai ke bongkahan pantatnya dan juga kedua paha
mulusnya. Demikian juga halnya dengan Dina.
Cukup lama juga keduanya
berpagutan dan saling raba, untuk kemudian Ferry mengangkat tubuh Reni agar
lebih tinggi lalu segera menyergap kedua gundukan payudara istrinya itu dengan
penuh gairah, sementara Reni sendiri langsung menggenggam batang kemaluan
suaminya yang sudah mengeras. Reni merasakan batang kemaluan suaminya kali ini
sangat keras. Itu menandakan kalau suaminya juga benar-benar berada di puncak
gairahnya, sama seperti dirinya saat ini.
Reni memejamkan matanya, meresapi
permainan lidah dan bibir suaminya. Memang beda, namun juga tetap sangat
nikmat. Diam-diam Reni membandingkan permainan antara suaminya dan Darwis.
Jujur diakui, permainan Darwis lebih menantang dan penuh misteri. Sedangkan
permainan suaminya, rasanya sudah sangat dia hapal. Namun demikian, nikmatnya
tetap. Bahkan kali ini terasa lebih nikmat. Mungkinkah hal ini disebabkan
kehadiran lelaki lainnya itu ?
Reni membuka matanya dan sempat
terkejut ketika melihat Darwis sudah masuk ke dalam. Reni tak bisa berbuat
apa-apa, hanya membiarkan lelaki itu berdiri di dekat pintu kamar, menghadap ke
arahnya sambil menggenggam batang kemaluan nya sendiri yang terlihat sangat
tegang. Reni merasakan ada sensasi tersendiri demi untuk pertama kalinya
percumbuannya ditonton lelaki lain, walau lelaki itu sudah dua kali bercumbu
dengannya. Reni memandang ke arah mata lelaki itu dengan tatapan gairah
sekaligus seakan menantang lelaki itu untuk maju bergabung mencumbunya.
Aneh, dirinya tak lagi merasa
canggung dan malu. Justru merasa sangat bergairah ditonton seperti itu. Rasa
canggung dan malu yang tadi sempat hinggap, seakan sirna menguap begitu saja
saat ini. Saat dirinya kembali bergairah.
Permainan lidah dan bibir
suaminya, kini mulai dikombinasi dengan permainan jari tangannya. Dan Reni
sempat terkejut. Tak biasanya Ferry melakukan ini. Memasukkan jari tangannya ke
dalam liang kewanitaannya. Biasanya Ferry hanya mengusap-usap dan
menggosok-gosok permukaan vaginanya saja, tapi kali ini…
DanRenisemakin terperanjat,
sekaligus surprise. Ferry kali ini benar-benar melakukan hal tak terduga.
Suaminya itu kini mengorek-ngorek liang vaginanya bahkan dengan keempat jari
tangannya sekaligus, sama seperti yang sudah dilakukan oleh Darwis tadi dan
juga minggu lalu. Dina tak dapat menyembunyikan lagi rasa nikmatnya. Dia
mengerang dan merintih sambil meliauk-liukkan pinggulnya. Dan kenikmatannya ini
semakin bertambah saat menyaksikan Darwis terlihat bernapsu menyaksikan
kenikmatan yang diekspresikannya itu. Sungguh sebuah kontak birahi antara
dirinya dan lelaki itu
Cepat sekali Reni merasakan
gairahnya meningkat. Dan akhirnya, dalam tempo singkat saja dirinya sudah tak
kuat lagi bertahan.
“Sudah mas, selesaikan…sek…karang”
pintanya sambil menepis pelan tangan suaminya agar menyingkir dari
selangkangannya. Lalu, tanpa merubah posisi, batang kemaluan suaminya segera
disergapnya dan diarahkan ke pangkal pahanya sendiri untuk kemudian….
“Sssshhh….ooouuukkkhhh….”
erangnya mengiringi gerakan turun tubuh bugilnya sendiri. Perlahan batang
kemaluan suaminya membenam masuk ke dalam liang vaginanya. Reni sengaja
melakukan gerakan perlahan untuk meresapi segala kenikmatannya,
dan….uuukkhhh….benar-benar nikmat. Entah kenapa, kali terasa berbeda. Rasa
nikmat yang diterimanya terasa berlipat-lipat, padahal sebelumnya..
Ya, ini pasti karena suasananya.
Suasana yang berbeda. Berbeda karena kehadiran lelaki lain. Lelaki lain yang
hadir saat ini dan menyaksikan persetubuhannya. Lelaki yang sebelumnya sudah
memberikan pengalaman seksual tersendiri bagi dirinya, dan kini akan memberi
pengalaman yang baru lagi.
“Mmmmhh….mmmhhh….uuuukkkhhh….uuukkkhhh….”
Reni terus merintih, mengerang, mengiringi gerakan turun tubuh bugilnya.
Perlahan batang kemaluan suaminya semakin dalam memasuki liang kemaluannya dan
telah pula menyentuh dan menggesek ujung rahimnya. Reni terus menekan hingga
batang kemaluan Ferry yang sepanjang lebih dari tujuh belas centimeter itu
semakin dalam memasuki rongga kewanitaannya.
“Uuukhh….maassshh” erang Reni
akhirnya saat berhasil membenamkan seluruh batang kemaluan suaminya itu. Kini
posisinya duduk di pangkuan suaminya dengan liang kewanitaannya yang sudah
terisi batang kemaluan suaminya itu. Reni terdiam sejenak, meresapi ganjalan di
selangkangannya, sambil melirik ke arah pintu kamar. Dilihatnya Darwis sedang
mengocok-ngocok batang kemaluannya sendiri, tak tahan menonton hotnya
persenggamaan dirinya dengan suaminya itu.
Hanya sejenak Reni terdiam, selanjutnya
dia mulai bergerak, menaik turunkan tubuh bugilnya dalam pangkuan tubuh bugil
suaminya, sambil matanya terus memandang ke arah lelaki di hadapannya.
Gerakannya terus meningkat cepat dan kenikmatannyapun langsung meningkat cepat
pula.Reniterus bergerak naik turun diatas pangkuan suaminya. Gerakan naik turun
tubuh bugilnya, dikombinasi denga gerakan berputar-putar pinggul indahnya,
memberi kenikmatan lebih. Reni sudah semakin tenggelam dalam kenikmatan
birahinya. Dan kini dirinya justru merasa sudah sangat siap dan bahkan
menginginkan lelaki itu segera bergabung, memberinya kenikmatan yang lebih
lagi.
Namun sampai Reni merasakan
dirinya akan memperoleh hasil kerjanya, Darwis masih diam saja, masih berdiri
di tempatnya semula dan masih menontonnya. Reni semakin atraktif dan tak lagi
mengerem rintihan dan erangannya sampai kemudian….
“Aakh maaasshh!” pekiknya.
Dijatuhkannya tubuhnya lalu ditekannya pantatnya keras-keras sambil memeluk
kuat tubuh suaminya. Reni meregang memperoleh klimaksnya yang tak kalah hebat
seperti dua klimaks sebelumnya. Tubuh bugilnya melengkung, menggeletar dan
mengejang hebat. Ferry merasakan seluruh batang kemaluannya diremas-remas dan
seperti dihisap-hisap dengan kuat dan cepatnya oleh dinding lubang kemaluan
istrinya itu.
Keduanya terdiam sejenak. Dalam
gulungan puncak kenikmatannya, Reni kembali memandang dengan sayu ke arah pintu
kamar tidurnya. Terlihat lelaki itu semakin bergairah menyaksikan dirinya
tengah mengalami klimaks. Mungkin Darwis sedang meresapi, betapa batang
kemaluannya merasakan remasan dan hisapan lubang kemaluan dirinya saat dirinya
klimaks seperti ini. Dan lelaki itu sudah merasakannya beberapa kali, baik tadi
pagi maupun pada minggu lalu. Dan terlihat sekali kalau Darwis ingin sekali
merasakan kembali apa yang pernah dirasakan sebelumnya. Reni melihat tangan
lelaki itu semakin cepat mengocok batang kemaluannya sendiri. Hampir saja Reni
berseru agar lelaki itu menghentikan gerakannya karena tentu saja nanti saat
akan menggilirnya, dia sudah akan kelelahan.
Untung saja, ya…untung saja hal
itu tak perlu dicemaskannya karena….
“Sekarang, biar Darwis yang
menggantikannya dulu ya sayang” ujar suaminya sambil merebahkannya. Setelah
itu, suaminya berteriak memanggil lelaki itu yang sebenarnya sudah berada di
belakangnya. Reni melihat lelaki itu mendekat dengan penuh gairah. Terlihat
batang kemaluannya bergoyang ke sana ke mari saat dia berjalan. Kalau sedang
tidak dalam keadaan bergairah seperti ini, tentu dirinya akan tertawa. Terlihat
lucu lelaki berjalan dengan alat kejantanannya yang bergoyang-goyang seperti
belalai itu. Namun kali ini bukan lucu, justru membuat Reni semakin bergairah,
apalagi menyadari kalau kedatangan lelaki itu untuk menggilirnya, memberi
kenikmatan kepada dirinya.
“Ayo Wis, gantikan aku dulu” ujar
Ferry saat lelaki itu sudah berada di sampingnya. Ferry mundur, melepaskan
batang kemaluannya dari dalam lubang kemaluan Reni, sementara Reni menunggu
dengan tegang sekaligus gairah
Tegang karena ini pertama kalinya
menerima masukan alat kelamin lelaki lain disaksikan dan atas perintah suaminya
langsung. Dan saat Darwis sudah berada di antara kedua kaki mulusnya, Reni
hanya bisa memandang ke arah suaminya seakan meminta dorongan. Ferry mengangguk
memberi dorongan. Darwis menoleh sesaat ke Ferry. Kali ini Ferry mengangguk
memberi dorongan pada lelaki itu.
“Sssshhhh….mmmmmhhhh….mmmaaassshhh”
erang Reni sambil mengernyitkan dahinya dan memandang ke arahnya. Ferry senyum
memberi motivasi. Darwis bergerak perlahan, Reni mengerang menahan. Perlahan
Ferry menyaksikan batang kemaluan Darwis semakin masuk ke dalam lubang vagina
istrinya. Perlahan Darwis sendiri kembali merasakan kenikmatan jepitan lubang
kemaluan istri lelaki disampingnya ini. Perlahan juga Reni merasakan kembali
nikmatnya tusukan batang kemaluan lelaki itu sampai akhirnya seluruh batang
kemaluan lelaki itupun membenam habis ke dalam lubang kemaluannya, menghadirkan
kembali rasa nikmat yang tadi dirasakannya.
Darwis pun mulai bekerja. Dengan
sedikit malu dan canggung, Reni masih terlihat pasif, hanya rintihan dan
erangannya saja yang menandakan kalau dia sedang merasakan kenikmatannya.
Ferrypun segera maju, mencondongkan kepalanya dan langsung melahap putting
payudara istrinya. Reni tersentak, namun hanya sesaat untuk kemudian dia
langsung tenggelam dalam buaian kenikmatannya. Benar-benar sangat terasa
kelebihannya. Untuk pertama kalinya Reni merasakan cumbuan dua lelaki
sekaligus, dan ini terasa jauh lebih hebat dari pengalaman sebelumnya, termasuk
pengalaman saat melakukan pergumulan dengan lelaki itu tadi dan minggu lalu.
Rasanya kenikmatannya kali ini terasa sempurna. Reni tak menyangka kalau
ternyata melayani dua lelaki sekaligus akan sehebat ini rasanya. Reni sampai
mengerang dan merintih kian keras dan kini akhirnya, pinggulnya langsung
bergerak menyambut gerakan menusuk lelaki itu. Tangannya langsung bergerak dan
menangkap batang kemaluan suaminya yang masih berdiri mantap dan keras sekali.
Sambil menikmati hujaman batang kemaluan lelaki itu di liang vaginanya, sambil
menikmati jilatan, gelitikan lidah dan hisapan bibir serta gigitan-gigitan
kecil suaminya di puting payudaranya, Reni apun menggenggam erat batang
kemaluan suaminya.
Ferry mengarahkan cumbuannya ke
wajah Reni. Mulai dari lehernya, terus ke pipi dan ke daun telinganya, sambil
tangannya terus meremas-remas payudara istrinya itu.
“Gimana, nikmat sayang ?” bisik
Ferry memastikan.
“He’eh” hanya itu yang keluar
dari celah bibir Reni.
“Kita akan melakukan hal ini
sampai sepuas-puasnya. Kita akan bersenang-senang sampai tiga hari ke depan”
bisik Ferry. Kalau saja Reni tak sedang dalam gulungan kenikmatan birahinya,
tentu dia akan terkejut dan melotot tak percaya atas ucapan suaminya itu. Namun
saat ini, saat dirinya tengah tenggelam dalam gulungan ombak kenikmatan
birahinya, ucapan suaminya itu justru memberikan dorongan tambahan untuk
dirinya. Dorongan tambahan agar dirinya tak ragu lagi menikmati ini sepenuhnya,
dorongan yang akhirnya membuat gerakan pinggulnya semakin meningkat gencar dan
dengan gerakan salah satu tangannya, Reni memberi isyarat agar lelaki yang
sedang menggilirnya itu meningkatkan kecepatan dan kekuatan gerakannya.
Darwispun mengerti.
“Uuuukkkhh…uuuukkkhhh…uuukkkhhh” Reni
semakin merintih dan mengerang. Dari ekspresi wajahnya terlihat kalau Reni
tengah merasakan kenikmatan yang hebat. Gerakan Darwis sampai membuat tubuh
bugil Reniterguncang-guncang kuat walau berusaha dipegangi dan diredam oleh
Ferry sendiri. Bagi Ferry, keadaan ini benar-benar sangat menggairahkan. Sangat
menggairahkan saat melihat istrinya tak lagi ragu dan malu menikmati semuanya.
Sangat menggairahkan karena terlihat istrinya betapa sangat menikmati semua
ini. Sangat menggairahkan karena semua yang diekspresikan istrinya itu.
Hingga akhirnya….ya, hingga
akhirnya….Reni memekik kembali. Dengan cepat dirangkulnya dirinya dan
dipeluknya kuat-kuat. Jalan napasnya terdengar terputus-putus dan tubuh
bugilnya yang kembali mulai dibasahi keringat itu, terasa mengejang dan
bergetar hebat. Reni, istrinya kembali memperoleh klimaksnya dengan hebat.
Keadaan ini berlangsung beberapa saat lamanya sampai kemudian dirasakannya
pelukan Reni mengendur.
“Mas…gantikan lagi” pintaRenitak
lagi ragu dan canggung. Ferry tersenyum setuju. Darwis mundur, dan Ferrypun
mengambil posisi. Dengan cepat dimulai giliran keduanya. Ferry mulai
membenamkan batang kemaluannya ke dalam lubang vagina istrinya itu dengan
perlahan. Perlahan namun pasti sampai seluruh batang kemaluannya membenam habis
ke dalam lubang kemaluan istrinya. Masih terasa denyutan dinding lubang
kemaluan istrinya pertanda klimaks yang baru didapatkan istrinya itu masih
tersisa kenikmatannya.
“Wis, kamu duduk disini saja,
biar istriku bisa melakukan apapun yang dia inginkan” ujar Ferry saat melihat
lelaki itu akan menjauh sejenak. Darwis menurut, duduk di samping tubuh bugil Reni
yang baru saja digilirnya itu.
Perlahan Ferrypun mulai bekerja.
Perlahan pula Reni mulai menyambut. Ferry meraih tangan Darwis dan
meletakkannya diatas payudara Reni. Lalu Ferrypun meraih tangan istrinya itu
dan meletakkannya tepat di batang kemaluan lelaki itu. Keduanya langsung
merespon dengan penuh gairah. Darwis langsung meremas-remas payudara Reni,
sementara Dina langsung menggenggam dan mengocok-ngocok batang kemaluan Darwis
sambil menikmati hujaman batang kemaluan Ferry di liang kemaluannya.
“Ayo Wis, jangan cuma dipegang,
lakukan apa yang ingin kamu lakukan, nggak usah ragu” ujar Ferry menyilahkan.
Darwispun tersenyum senang. Langsung dia membungkukkan tubuhnya, dan mulutnya
segera beraksi di payudaraRenimemberi kenikmatan tambahan pada Dina.
Ferry mencondongkan tubuhnya ke
arah Reni.
“Mau isep punya Darwis sayang
? Ayo, lakukan apapun yang kamu
inginkan. Semua terserah kamu, asal kamu menikmatinya” bisiknya. Reni tak
menjawab. Ferry kembali menegakkan tubuhnya. Sesaat tak ada reaksi dari Reni
istrinya, namun sesaat kemudian, Darwis menegakkan kepalanya karena merasakan
batang kemaluannya ditarik tangan Reni. Sebelum bergerak, Darwis memandang ke
arah Ferry, meminta persetujuan. Sambil terus bergerak, Ferry mengangguk
memberi jawaban dan Darwispun mendekatkan selangkangannya ke wajah Renia.
Sambil merintih dan setengah memejamkan matanya, nampak dengan sangat bergairah
Reni langsung melahap batang kemaluan Darwis dengan penuh gairah, membuat Ferry
semakin bergairah menyenggamai istrinya itu. Darwispun sampai menggeram-geram
merasakan hisapan mulut Reni di batang kemaluannya. Ketiganya kini sama-sama
kenikmatan.
“Leb…bih cep…pat
mas…mmmhhh….yyaaa…ter…rus…uuukkhhh….mmmmh” pinta Dina lalu kembali melahap
batang kemaluan Darwis. Ferry menusuk-nusuk dengan kekuatan dan kecepatan
puncak. Payudara Reni yang tak terpegang Darwis hingga terguncang-guncang.
Batang kemaluan Darwispun berkali-kali terlepas dari mulut istrinya itu. Ferry
terus berpacu mengantarkan istrinya ke puncak kenikmatan berikutnya.
Dan setelah upaya kerasnya
berlangsung beberapa menit, Renipun kembali memekik lalu mengejang klimaks.
Kulumannya terlepas, namun terlihat kalau jari tangannya sampai mencekik kuat
batang kemaluan Darwis yang masih berada dalam genggamannya itu. Ferry kembali
merasakan remasan dan hisapan lubang kemaluan istrinya itu sampai beberapa saat
lamanya.
“Masih mau dilanjutkan sayang ?”
bisik Ferry setelah merasakan denyutan liang vagina istrinya mereda. Reni tak
menjawab dengan kata-kata, hanya anggukan kepalanya saja yang menunjukkan
jawabannya. Pandangan matanya sudah semakin sayu, sementar sekujur tubuh
bugilnya sudah semakin basah oleh keringatnya sendiri. Ferry memberi isyarat
pada Darwis untuk kembali menggantikannya.
“Mau ganti posisi sayang ?” tanya
Ferry. Reni kembali mengangguk. Tanpa sungkan dan ragu lagi, Dina langsung
membalikkan tubuh bugilnya sendiri. Kini dia merangkak. Rupanya Reni ingin
posisi doggy. Darwispun bersiap, sementara Ferry duduk dihadapan ReniDinapun
langsung menyergap batang kemaluan suaminya itu yang baru saja mengantarkannya
ke klimaks.
“Mmmmmhhh….” bertepatan dengan
masuknya batang kemaluan Ferry ke dalam mulutReni, batang kemaluan Darwispun
memasuki lubang vagina istrinya itu. Lalu Darwispun kembali bekerja dan Renipun
kembali mengerang-ngerang dan merintih-rintih menikmati semuanya. Kedua
payudara Reni yang menggantung bebas, langsung disergap kedua tangan Ferry dan
memberinya stimulasi tambahan pada istrinya itu. Sementara di belakang,
Darwispun berkali-kali meremas bongkahan pantat Reniyang memang sangat
menggairahkan itu.
Akhirnya, setelah klimaksnya
kembali diperoleh, Ferrypun kembali menggantikan posisi Darwis, masih dalam
posisi yang sama, doggy.Reninampaknya ingin membagi secara adil pada keduanya.
Walau lututnya terasa lemas dan gemetar, namun dia berusaha untuk tetap
bertahan. Ferry dan Darwis bergantian mengambil posisi. Sementara Reni kembali
menerima dan memperoleh hasilnya
Seakan tak mengenal lelah, Reni
kembali menerima giliran Darwis berikutnya, walau sekujur tubuh bugilnya sudah
bermandikan keringat. Rasa linu di selangkangannya mulai terasa, namun dia
berusaha untuk terus bertahan dan dapat melayani keduanya.
“Mas…sel…lesaikan…sek…karang.
Ak..ku…aku su…dah…”
“Ya sayang. Ayo Wis, kamu
selesaikan duluan aja” ujar Ferry. Lelaki itupun dengan semangat dan bergairah
menerimanya. Posisinya kini kembali seperti semula. Reni kembali telentang
sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar, sementara Darwis menusuk dari depan.
Dan akhirnya, lelaki itupun menggeram mendapatkan hasilnya setelah sebelumnya
Dinapun memekik dan meregang mendapatkan kembali klimaksnya.
Ferry mengamati, sedikit sekali
lelaki itu menumpahkan cairan klimaksnya diatas tempat tidur. Juga hanya sebuah
cairan bening, tak putih dan kental seperti umumnya lelaki miliki. Oh ya tentu,
seperti ucapannya tadi saat berbincang, dia memang mandul. Tak mampu
menghasilkan sperma. Ferry sempat prihatin dengan keadaan lelaki itu kalau saja
Reni tak memanggilnya.
“Kamu yakin masih mau melanjutkan
sayang ?” tanya Ferry demi melihat istrinya sudah sangat kelelahan.
“Ya mas, ak…ku ma…sih ingin.
Ak..ku…ingin lag…gi” jawab Reni lirih.
“Nggak sebaiknya istirahat dulu
sayang ?” bujuk Ferry tak tega.
“Ng…gak mas. Ak…ku…ingin…lag…gi.
Ayo mas…sek…kali lag…gi aja” pinta Reni merengek. Antara iba sekaligus terkejut
dengan gairah istrinya itu, akhirnya Ferrypun menyetujui.
“Yang….cep…pat aj…ja mas…lang…sung..aja”
pinta Reni saat Ferry mulai membenamkan batang kemaluannya ke dalam lubang
kemaluan istrinya itu. Ferrypun memenuhi, langsung menggenjot istrinya dengan
cepat dan kuat. Reni sampai megap-megap menerimanya. Kepalanya tertarik jauh ke
belakang. Wajahnya mengekspresikan kenikmatan yang amat sangat membuat Ferry
semakin bersemangat.
“Terus sayang ? Masih kuat ?”
tanya Ferry sambil terus bekerja.
“Yyyaa…ter..rus maasshh…tus…suk
yang…kuu…aaatt, akh ! Ya…terus…terus.. leb…bih kuuu…aaatt !! Ya…ya….ter…russshhh….ooookkkhhh….uuuukkkhhh…
akh !”Reninampak histeris. Pinggulnya bergerak liar, berputar-putar seakan tak
terkendali, sementara kepalanya terus tertarik jauh ke belakang. Dahinya
mengernyit, kedua alisnya seakan hendak bertaut. Mulutnya terbuka, kedua
matanya terpejam rapat. Jari-jari tangannya mencengkeram kuat kedua lengan
Ferry. Pinggulnya berkali-kali tersentak naik. Ferry menyaksikan betapa
istrinya sangat bergairah dan kenikmatan sehingga memberi tenaga tambahan untuk
terus menggempur istrinya dengan hebat. Baru kali ini dirinya dan istrinya
melakukan pergumulan sehebat ini sampai akhirnya…baik Reni maupun Ferry sendiri
saling memiting hebat, menyelesaikan permainan keduanya. Sama-sama napas
memburu, sama-sama meregang kenikmatan dan sama-sama puasnya.