Selasa, 25 Agustus 2015

Bercinta dengan ayah



Keinginan untuk bercinta dengan Ayahku mulai memaksa pikiranku untuk berpikir bagaimana caranya memancing Ayah untuk mau mengabulkan keinginanku. Tetapi keinginan itu dibayangi oleh ketakutan dan kekhawatiran Ayah akan menolak permintaanku atau bahkan sebaliknya memarahiku atas keinginan tidak wajar yang menggangguku. Akhirnya aku berpikir untuk sekedar memancing birahi Ayah, dan menunggu reaksinya. Dengan begitu aku tidak perlu takut Ayah akan marah atau menolah keinginanku. Namun dengan pancingan ini, aku juga tetap tidak bisa berharap keinginanku akan terwujud, tetapi dengan cara ini, Ayah mungkin tidak akan mungkin memarahiku. :arrow:
*******
Ayah biasanya pulang bekerja lewat dari jam 6 sore. Pada hari itu, aku sengaja tidak mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang biasa ku lakukan. Seluruh jendela rumah dan korden belum ku tutup, pintu depan ku biarkan terbuka, lampu rumah juga tidak ku nyalakan. Melihat keadaan itu, Ayah mungkin akan mengira aku tidak berada di rumah. Benar saja dugaanku… Ketika Ayah pulang bekerja, Ia langsung memanggil namaku, mencariku sambil menyalakan lampu rumah satu persatu. Dari kamarku aku mendengar Ayah menutup satu persatu jendela yang ku biarkan terbuka. Sesaat kemudian, aku mendengar suara Ayah memanggilku semakin jelas, karena ia telah berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka. Aku pura-pura tidur saat Ayah menyalakan lampu kamarku. Jendela kamarku yang juga masih terbuka membuat Ayah masuk ke dalam kamarku menuju jendela dan menutupnya perlahan.
Saat Ayah membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamarku, saat itulah ia secara tidak sengaja melihat beberapa bagian tubuhku yang ku biarkan seolah terbuka tanpa sengaja, karena ikatan sarung yang ku kenakan untuk menutupi bagian bawah tubuhku terlepas. Melihat itu, Ayah memperbaiki kain sarung yang ku kenakan untuk menutupi bagian tubuhku yang terbuka. Ayah kemudian duduk di sisi ranjangku dan memanggilku dengan lembut.
“Linda!” seru Ayahku sambil menepuk bokongku. Aku tidak merespon panggilannya, seolah-olah aku memang sedang tertidur lelap. Beberapa kali ia memanggil namaku sambil kembali menepuk bokongku. Aku juga tetap tidak memberikan respon, karena ku hanya dianggap benar-benar tertidur lelap.
Tiba-tiba sarung yang awalnya Ayah perbaiki untuk menutupi bagian tubuhku yang terbuka, tiba-tiba ku rasakan kembali terbuka, dan seketika itu ku rasakan telapak tangan Ayah berada di antara pangkal pahaku, lalu ku rasakan jari tengahnya merayap di antara belahan vaginaku dan mencoba masuk di antara belahan tersebut. Dalam keterkejutanku, aku menahan reaksiku dan bersikap seolah-olah aku tidak merasakan apa yang dilakukan Ayah terhadap tubuhku.
Hanya beberapa saat hal itu terjadi, tiba-tiba Ayah menarik kakiku, sehingga kakiku terjuntai di sisi tempat tidur. Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Ayah menagngkat ke dua kakiku dan membuka selangkanganku lebar, lalu hal yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya terjadi. Sambil memegang kakiku, ternyata Ayah mengarahkan wajahnya ke selangkanganku dan menjilati belahan vaginaku. Kenikmatan permainan lidah Ayah di belahan Vaginaku tidak bisa aku lukiskan, ingin rasanya aku bereaksi atas aksi yang Ayah berikan, tetapi aku takut Ayah tahu bahwa aku hanya pura-pura tidur.
Tidak berapa lama permainan itu dilakukan Ayah terhadap vaginaku, tiba-tiba Ayah melepaskan kakiku dan membiarkannya terjuntai di sisi tempat tidur. Dalam kepura-puraanku tertidur, aku tidak mengetahui apa yang akan Ayah lakukan selanjutnya terhadapku. Dalam tenang, aku kembali merilekskan tubuhku dan hasratku yang telah terangsang oleh permainan lidah Ayah. Dalam saat itu, aku masih berpikir, apakah Ayah akan menyetubuhiku yang sedang tertidur.? Belum sempat lama pertanyaan itu mengawang dipikiranku, tiba-tiba Ayah mengangkat tubuhku kembali ke tengah tempat tidur. Dalam posisi terlentang, tiba-tiba ku rasakan kedua pahaku kembali terbuka. Dan ternyata tubuh Ayah sudah duduk diantara selangkanganku yang terbuka.
Sesaat kemudian, ku rasakan tubuh Ayah mulai menindih di atas tubuhku, dan ku rasakan nafas Ayah dileherku. Dalam harap cemas, tiba-tiba Ayah berbisik di telingaku…
“Linda! kamu tidak perlu pura-pura tidur… Ayah tahu kamu memang menginginkan Ayah melakukan ini terhadapmu kan? Sekarang buka matamu, dan nikmati sensasinya….”
Aku terkejut dan malu dengan bisikan Ayah tersebut, aku membuka tubuhku dan ku lihat sosok Ayahku yang sudah tanpa sehelai pakaian pun telah menguasai ruang gerakku. Ayah mencoba melepaskan baju yang masuk menutupi bagian atas tubuhku, dengan sedikit pergerakan, pakaian itu telah terlepas.
“Lepaskan Bra-mu, Sayang!” kata Ayah kembali berbisik di hadapanku. Dalam hasrat yang telah terbakar, aku sama sekali tidak membantah perintah Ayah. Aku sudah lepas kendali, tidak lagi memperdulikan bahwa ia adalah Ayah kandungku, seperti halnya juga Ayah yang juga tidak lagi perduli bahwa wanita yang ada di dalam pelukannya adalah buah dari cintanya dengan Ibuku. Dengan lepasnya Bra, maka tidak ada lagi sehelai kain pun yang membatasi antara aku dan Ayah.
Malam itu, di dalam kamarku, untuk pertama kali aku bercinta dengan laki-laki, malam itu di dalam kamarku, pertama kali ku rasakan indahnya melayang dalam kenikmatan bercinta, sensasi birahi yang luar biasa dari setiap gesekan batang penis Ayah di dinding lobang vaginaku. Kenikmatan yang jauh lebih indah daripada masturbasi, kenikmatan yang mampu mebuatku lupa segalanya, terutama lupa bahwa lelaki yang menyetubuhiku adalah sosok yang biasa ku panggil Ayah.
Penis besar Ayah terus keluar masuk memberi gesekan yang sangat nikmat, sementara payudaraku terus di jilat, dikenyot dan diremas-remas membuatku merasa terbuai dalam alam keindahan birahi yang memuncak, sampai akhirnya ku rasakan kehangatan mengisi rongga vaginaku dan diiringi oleh desah panjang Ayahku saat ia mengakhiri persenggamaan malam itu. Ayah melepaskan penisnya dari lobang vaginaku yang diiringi oleh keluarnya cairan sperma yang mengalir keluar dari belahan vaginaku bercampur dengan darah segar keperawanan.
**********
Itulah Awal dari perjalanan cintaku dengan Ayah yang terus terjadi sejak aku lulus SD dan akhirnya berbuah kehamilan pada saat aku kelas 3 SMP. Untuk menyembunyikan rasa malu, Ayah memberikan jamu untuk mengugurkan kandunganku.
Hal itu ternyata diketahui oleh salah seorang tetanggaku yang melaporkan Ayah ke pihak berwajib. Ayah akhirnya dimasukkan ke penjara, sedangkan aku harus meninggalkan desa karena malu. Aku merantau ke Jakarta tanpa arah dan tujuan, berharap dapat pekerjaan untuk sekedar bertahan hidup. Tapi ternyata, di Jakarta aku harus kembali bekerja sebagai seorang pelayan birahi pada sebuah keluarga kaya berkebangsaan Belanda.

AYAHKU YANG BUTUH KEHANGATAN




Merupakan Situs CERITA SEX,Seks,Dewasa dan Mesum terupdate di Indonesia ,Sebut saja aku Nikki, wanita berusia 18 tahun, sudah menikah dan sedang hamil 8 bulan. Aku berani menceritakan kisahku setelah Jimmy (60), ayah kandungku diamankan polisi lima bulan lalu, setelah sempat digebuki Mas Syahputra (25), suamiku.Sebagai wanita yang tumbuh ditengah keluarga miskin dilingkungan pesisir, aku terbiasa hidup dan kerja keras membantu orangtuaku yang nelayan. Kampung kami di pulau L (Edited ***) agak jauh dari kota dan seperti terisolir membuat tatanan kehidupan bermasyarakat disana kurang terbuka, aku pun tumbuh menjadi gadis kurang pergaulan.
www.ceritasex17tahun.com Merupakan Situs CERITA SEX,Seks,Dewasa dan Mesum terupdate di Indonesia
Sejak berusia 11 tahun, ayah dan ibuku bercerai. Ibu kawin lagi dengan lelaki idamannya membawa Fery, adikku. Mereka pun tinggal di kota, dirumah barunya. Sejak itu pula aku hidup berJimmya ayahku dirumah kami dikampung pesisir itu, karena Anto dan Santi, kedua kakakku sudah merantau kepulau seberang.
Kehidupanku berJimmya ayah berjalan wajar. Untuk makan sehari-hari, ayah masih sanggup mencari nafkah sebagai nelayan, sedangkan aku turut membantu bibi berjualan dipasar. Hingga aku menginjak usia 17 tahun, dan tumbuh menjadi gadis yang kata masyarakat kampungku aku lumayan cantik. Diusia itu aku disunting Mas Syahputra, anak lelaki bibiku.
“Kamu sudah dewasa nak, setelah menikah nanti jadilah istri yang taat kepada suami. Ayah harap kamu tidak seperti ibumu yang tergiur harta kekayaan lelaki lain sehingga kamu menderita,” kata ayah setelah menerima pinangan bibi, orang tua Syahputra.
Pesta penikahan yang cukup mewah untuk ukuran kami tak membuat aku bergembira karena pikiranku tertuju iba pada ayahku yang nantinya akan sebatangkara kutinggalkan. Tapi aku pun sangat mencintai Mas Syahputra, suamiku.
Dimalam pertama kami, aku benar-benar bahagia berJimmya Mas Syahputra. Malam itulah kuserahkan semua yang kumiliki padanya, sangat berkesan bagiku.
“Aku sayang kamu Nikki..” Mas Syahputra mengecup keningku saat kami dipembaringan, usai pesta kawin kami malam itu.
“Aku juga Mas..” jawabanku tulus dan kami pun berpelukan erat.
Kecupan Mas Syahputra dikeningku terus turun ke pipi, hidung, dan selanjutnya Mas Syahputra mengecup bibirku dan mengulumnya dalam. Tangannya mulai melucuti kebaya putih yang kukenakan, menyibak bra yang kupakai, lalu menyentuh puting susuku, meremas dan mencubit kecil susuku.
“Aouhh Mass, geli Mas,” terus terang baru sekali itu aku dijamah lelaki, perasaanku bukan main takut bercampur enak.
Mas Syahputra tak peduli, bagaikan singa lapar ia kemudian melucuti seluruh kain yang melilit tubuh bawahku dan juga melepaskan seluruh pakaiannya.
“Tenang ya sayang, sakit sedikit kok.. nanti juga enak,” kata itu keluar dari bibir Mas Syahputra saat menindih tubuhku.
“Aahh mass, sakit sekali Mas,” aku agak menjerit saat benda tumpul milik Mas Syahputra mengoyak vaginaku.
Malam pertama itu Mas Syahputra menyetubuhiku dengan beringas, dan tak memberiku kesempatan untuk mencapai klimaks yang nikmat. Tapi aku pikir mungkin itulah gaya seks pria pesisir yang terbiasa hidup keras sebagai nelayan.
Meski aku bahagia hidup berJimmya suamiku, namun rasa BHakti pada ayah tak pernah kusingkirkan. Walau kami hidup beda rumah, dengan jarak 200 meter. Tetapi seringkali kubawakan ayah makanan dan minuman, biasanya tiga hari sekali. Apalagi Mas Syahputra pun menyuruhku untuk tetap memperhatikan ayahku yang mulai tua, dan jarang melaut lagi. Tapi selama itu segela sesuatunya masih berjalan lancar.
Hingga suatu siang, empat bulan setelah aku menikah, aku membawakan makanan dan minuman kerumah ayah yang letaknya agak terpisah dari rumah lainnya dikampung kami. Saat itu aku sudah hamil dua bulan.
“Ini yah, saya bawakan sayur dan ikan. Ayah nggak usah masak lagi untuk nanti malam tinggal dihangatkan saja,” kataku setiba dirumah ayah.
“Duh.. makasih ya sayang. Kamu ini benar-benar anak berBHakti,” kata ayah seraya menghampiri dan mengecup keningku.
Kupikir kecupan itu pertanda sayang seperti yang selama ini diperbuat padaku, kubiarkan saja itu dan kemudian aku ke dapur untuk memindahkan makanan dari rantang yang kubawa kepiring didapur. Ayah rupanya membuntutiku dan ikut kedapur, lalu disaat tanganku sibuk menyusun piring dimeja makan, ayah memelukku dari belakang.
“Kamu sudah hamil ya sayang,” tanya ayah Jimmybil memeluk dan memegangi perutku dari belakang.
“Iya yah, sebentar lagi saya akan kasih ayah cucu,” jawabku membiarkan ayah tetap memelukku, karena kupikir ayah sangat menyayangiku.
“Kalau mulai hamil, perutmu harus sering diusap dan dipijit pelan supaya bayinya nggak turun,” ayah berkata itu Jimmybil mengusap perutku dengan posisi tetap memelukku dari belakang.
Kubiarkan ayah melakukan itu sementara aku tetap sibuk memindahkan makanan untuk ayah.
“Si Syahputra sering mijitin kamu nggak sayang,” ayahku bertanya lagi.
“Uh ayah ini, Mas Syahputra kan kerja, pulangnya capek mana sempat mijitin saya. Bukannya saya sebagai istri yang harus mijitin dia?” kujawab ayah dan melepaskan pelukan ayah, lalu aku pindah keruangan depan.
CERITA SEX Siang itu, seperti biasanya sebelum pulang aku sempatkan untuk ngobrol berJimmya ayahku. Selain menanyakan kebutuhan apa saja yang harus kubawakan, aku juga kerab berkeluh kesah tentang sikap mertuaku, ibu Mas Syahputra yang Jimmypai saat itu belum bisa kuakrabi sebagai menantu. Tapi siang itu ayah justru membicarakan masalah kehamilanku, masalah perawatan janin diperutku, termasuk masalah harus rajin diusap dan dipijat perutku.
“Nah.. suamimu kan nanti malam melaut, kamu datang keNikkii saja supaya ayah bisa pijitin ya,” begitu pinta ayah sebelum aku pulang.
Aku pun mengiyakan saja, soalnya biasanya Mas Syahputra pulangnya agak siang setelah melaut. Lagipula, dirumah mertua aku sering bingung mau melakukan apa, maklum mertuaku belum sreg benar kepadaku kelihatannya.
Malam itu setelah Mas Syahputra pamit melaut, aku langsung kerumah ayah. Tentu saja aku pamit ke mertua untuk menengok ayah, kataku pada mereka, ayah sedang sakit. Waktu aku datang, ayah sedang mendengarkan siaran radio Jimmybil menghisap rokok tembakau lintingan diruang tamu.
“Malam yah.. kok ngelamun sih?” sapaku Jimmybil bergelayut dilengan ayahku.
“Iya sayang, ayah lagi ingat masa muda dulu,” ayahku tetap asyik dengan rokok lintingnya.
Dari bibirnya segera meluncur secuil perjalanan hidupnya yang sebenarnya sudah sering diceritakan pada kami, anak-anaknya.
“Tuh kan ayah jadi cerita, jadi nggak nih mijitin saya? katanya sayang Jimmya cucu yang masih diperut ini?” aku merajuk menghentikan ceracau ayahku tentang hidupnya.
“Iya..iya, tapi sekarang kamu mandi dulu sana,” perintah ayahku.
Aku langsung mandi dan terus kekaNikki ayahku. Saat itu seluruh pakaianku kutanggalkan dan hanya menggunakan kain sarung milik ayah untuk menutup tubuhku. Biasanya dikampung ini, melilit tubuh dengan sarung sudah jadi tradisi tiap wanitanya.
“Sekarang berbaring diranjang itu ya sayang, ayah ambilkan minyak kepala dulu,” ayahku memandangi tubuhku dengan senyuman, lalu meninggalkanku sendirian dikaNikki, aku pun menunggunya Jimmybil berbaring diranjang. Tak lama kemudian ayah datang membawa sebotol kecil minyak kelapa.
“Memang susah anak muda sekarang, nggak perhatian Jimmya istrinya,” ayahku bicara sendiri ketika duduk ditepi ranjang.
“Iya, untung saya masih punya ayah yang perhatian ya yah,” kataku.
Tangan ayah segera menyibak kain yang kukenakan dibagian atas, sehingga susuku tanpa pembungkus bebas terlihat. Tetapi aku Jimmya sekali tak risih karena sejak kecil Jimmypai gadis pun aku sering dilihat mandi telanjang oleh ayah. JeNikkii ayah yang kasar mulai mengusapi perutku dengan minyak kelapa, sesekali tangannya memijit bagian perutku.
“Tuh kan? Posisi bayimu agak turun, kamu sering merasa sakit ya?” ayah bertanya Jimmybil tangannya terus memijiti perutku.
“He-eh yah.., sering capek juga kakinya,” jawabku menikmati pijitan ayah.
“Ya sudah, nanti ayah pijitin seluruh badanmu ya,” ayah mengatakan itu, lalu pijitannya pindah kebetisku, pijatannya bergantian betis dan perut.
Jimmybil dipijit, aku dan ayah tetap ngobrol, mulai masalah harga ikan yang sedang turun, Jimmypai masalah masa lalu ayah dengan ibuku.
“Uhh.. sakit yah,” aku agak berteriak saat merasakan sakit dibagian perut saat tangan ayah memijit.
Ayah menghentikan pijitannya, tetapi tangannya tetap berada diatas perutku.
“Ini ya yang sakit Nikki? Wah.. ini bisa bahaya, kalau dibiarkan nanti anakmu bisa cacat lho kalau lahir,” kata ayah dengan raut wajah serius.
“Cacat? Jadi gimana dong yah, Nikki nggak mau punya anak cacat,” aku takut sekali waktu itu, takut menanggung malu jika kelak melahirkan anak yang tak normal.
Ayah tak langsung menjawab pertanyaanku, ia kelihatan sedang berpikir, tapi kemudian tersenyum.
“Bisa kok ayah obatin, tapi ayah harus siapin obatnya dulu ya,” ayah kemudian meninggalkanku sendirian dalam kaNikki. Tak lama ayah datang lagi dan membawa baskom plastik berisi air dan beberapa kembang kenanga.
Ayah kemudian menjelaskan padaku bahwa ia akan mengobati kehamilanku dengan pengobatan tradisional.
“Tapi ayah harus masukan air kembang ini kedalam rahimmu sayang, kamu bisa tahan sakit sedikit kan?” ayah mengatakan itu dengan sangat meyakinkan.
Semula aku ragu, apalagi ayah bilang kalau dia akan memasukan air kembang itu dengan cara menyemburkannya divaginaku. Tetapi keraguanku pupus setelah ayah berkali-kali meyakinkanku. Jimmypai sekarang pun aku tak tahu pasti apa kata ayahku itu benar atau hanya sekedar akal bulusnya saja. Tetapi yang jelas, saat itu aku menurut saja ketika ayah menyingkap sarung yang kukenakan dibagian bawah dan meminta aku mengangkangkan kaki dalam posisi terlipat, seperti posisi wanita yang hendak
bersenggama dengan lelaki. Ayah sendiri naik keranjang dengan posisi bersimpuh dihadapan kangkangan kakiku. Terus terang aku malu dan kikuk menyadari betapa vaginaku terpampang jelas tanpa penghalang didepan mata ayahku.
“Kamu tenang saja ya sayang, tidak lama kok,” katanya, lalu meneguk air kembang dalam baskom dan menampung dalam mulutnya yeng menggelembung.
Aku sangat penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya, apalagi saat kepala ayah mulai merunduk melewati dua pahaku, mendekati vaginaku yang tak terbungkus CD. Beberapa detik kemudian kurasakan dingin mejalar dipermukaan kemaluanku, rupanya ayah sudah menyemburkan air dalam mulutnya tepat kevaginaku. Yang kurasakan selain dinginnya air kembang, juga perasaan geli dibagian vitalku. Ayah mengulangi lagi meneguk air itu dan menyemburkan ke vaginaku, beberapa kali. Hal itu menimbulkan perasaan tak menentu padaku, geli, dingin bercampur enak.
“Gimana Nikki, sudah agak membaik rasa sakitnya?” ayah bertanya padaku.
Namun belum sempat kujawab tangan kanan ayah tiba-tiba membelai vaginaku.
“Sabar ya, ayah harus pastikan air kembang itu masuk Jimmypai kerahimmu,” katanya, Jimmybil tangannya terus mengusapi bibir vaginaku.
Usapan tangan ayah divaginaku yang sudah basah terkena air kembang membuat sensasi tersendiri kurasakan, aku pun tak bisa berkata-kata lagi karena mendadak lemas seluruh sendi tubuhku.
“Uhh yahh.. sudah yah.., Nikki nggak bisa tahan geliinya,” bibirku meminta ayah menghentikan aksi usapnya, tetapi kedua tanganku tak menahan tangan ayah yang aktif, tetapi tanganku justru meremasi sprei ranjang kanan dan kiri.
“Disini ya sayang yang geli itu,” ayah bertanya Jimmybil jempol kanannya menekan klitorisku dan menguyak-nguyak benda sensitifku itu memutar kecil.
“Nnnghh.. iya yah.. geli sekali disituhh,” nafasku mulai tersengal menahan geli yang nikmat dibawah usapan jempol ayah dibagian klitorisku.
asa gatal yang sangat kurasakan dipucuk-pucuk kedua susuku yang putingnya sudah mengembang pertanda birahi yang kualami.
CERITA SEX Ayah meneruskan aktifitasnya mengusapi klitorisku dengan jempolnya, usapan itu perlahan melemah dengan posisi jempol beranjak menjauh dari klitorisku. Saat itu aku sudah sangat terangsang oleh ayah, pinggulku kini yang naik mengejar jempol ayah agar tak meninggalkan klitorisku. Aku menggelepar dengan napas sudah sangat tidak beraturan lagi, pikiranku sudah melayang dan tak ingat lagi bahwa yang merangsangku adalah ayahku sendiri. Tapi disaat aku sudah sangat terangsang seperti itu, ayah justru menghentikan aktifitasnya di klitorisku. Pinggulku yang tadinya sedikit mengangkat mencari jempol ayah langsung terjerembab lagi, aku terpejam menahan gejolak yang berkecamuk ditubuhku.
“Auhh yahh, kenapa?” tanyaku agak kecewa, tapi mendadak malu saat ayah menatapku, malu karena aku seperti meminta hal yang lebih dari ayahku.
“Nikki.. sepertinya air kembang itu tidak masuk benar dalam rahimmu. Ayah ulangi semburannya ya,” kata ayahku.
“Yah.. sudah saja ya, Nikki.. nggak tahan gelinya,” pintaku, tapi anehnya tubuhku tetap berbaring seolah tak ingin menjauhi ayah.
Ayah tak menjawab permintaanku dan kembali meneguk air kembang lalu ditampung dimulutnya. Aku memejamkan mata saat kepala ayah kembali tunduk mendekat ke pangkal pahaku. Aku kembali merasakan dingin di permukaan vaginaku saat ayah mulai menyemburkan air kembang, tapi kali ini lain, setelah semburan itu aku merasa ada benda kenyal nan lembut menyapu permukaan
vaginaku. Kupikir itu jeNikkii tangan ayah, tetapi tidak, itu bukan tangan, benda bertekstur lembut, hangat, dan kenyal itu adalah lidah ayah. Ya, ayah mengusapi tepatnya menjilati permukaan vaginaku dengan lidahnya.
“Ihh.. mmpphh yaahh, aauhh hhsstt,” aku tak kuasa menahan rasa nikmat dijilati ayah, terus terang sejak kawin dengan Mas Syahputra belum pernah aku diperlakukan seperti itu. Mas Syahputra selalu main langsung tembak, tanpa rangsangan lebih dulu sehingga selama ini aku sendiri belum pernah merasakan apa yang disebut kenikmatan orgasme. Jilatan ayah mulai meningkat, kini lidahnya justru sering menelusup belahan bibir vaginaku yang mulai banjir. Cairan bening kental dari vaginaku diseruput ayah seperti menyeruput kopi hangat dari gelasnya.
“Ngghhsstt.. yah.. Nikki nggak bisa tahnn.. ouhh..” aku mulai menggelinjang tak menentu rasanya.
Namun disaat aku mulai melambung tinggi, ayah menghentikan lagi aktifitasnya di vaginaku, membuat aku menggelepar menahan birahiku sendiri.
“Nikki.. ayah agak sulit masukan air kembang itu kerahimmu. Tahan sebentar lagi ya,” katanya.
“Yah.. cepetan ya, Nikki nggak kuat lagi, geli sekali yah,” aku merasa semakin lemas karena birahiku dipermainkan seperti itu.
Saat itu aku berhayal seandainya Mas Syahputra ada tentu dialah yang akan memuaskanku dengan penisnya, karena aku merasa sudah siap betul dan ingin sekali untuk disetubuhi lelaki. Tapi pikiran itu kutepis, karena bukankah ayah yang sedang mengobati kandunganku? Aku tak berpikir bahwa ayah pun terangsang saat itu.
Tapi tak lama kemudian kurasakan nafas ayah kembali mendekati vaginaku, setelah meneguk air kembang yang hampir habis di baskom. Ayah tidak lagi menyemburkan air itu dengan berjarak dari vaginaku, tetapi bibir ayah langsung menempel dibibir vaginaku dan ia menyemburkan air itu. Kurasakan aliran air itu masuk hingga ke dinding rahimku, rasanya Jimmya seperti saat Mas Syahputra menumpahkan spermanya ketika kami bersenggama. Setelah itu bibir ayah melumati bibir vaginaku, lidahnya mulai masuk dibelahan vaginaku membuat nikmat yang sangat dibagian sensitif itu, aku benar-benar kepayang dibuat ayah. Kini jeNikkii tangan ayah turut menyibaki vaginaku, membukanya lebar dan lidahnya menyapu klitorisku dari atas kebawah dan sebaliknya dari bawah keatas.
“Ouhh.. yah.. suddhh yaahh, Nikki mau kencingg rasanya ah..” seluruh sendiku terasa ngilu dan mengembang berJimmya kedutan kecil didinding vaginaku, aku hampir Jimmypai puncak orgasmeku.
“Iya sayang, sudah selesai kok,” lagi-lagi ayah menghentikan aktifitasnya, tapi saat kubuka mata ternyata kali ini tubuh ayah sudah berada diatas tubuhku dengan bertopang pada dua tangannya.
“Yah.. kok ayah begitu? Ouhh yahh.. ahh,” belum habis kagetku karena ayah menindih, aku merasakan ada benda keras yang masuk ke vaginaku.
Ternyata ayah sudah melepaskan celananya dan penisnya yang tegang dimasukan ke vaginaku. Aku hendak berontak karena hal itu tabu dikampungku dan dimanapun, bukankah seorang ayah tak boleh melakukan itu pada anak perempuannya. Perang bathin kualami saat itu, aku ingin mendorong tubuh kekar ayahku tetapi aku sudah sangat lemas saat itu. Sementara dorongan birahiku ingin segera terpuaskan dengan senggama berJimmya lelaki.
“Oohhgg, Nikki.. angap saja ayah Syahputra Nikki.. ouhh ayahh nggak tahhann,” ayah tetap menindihku dan kini pinggulnya mulai naik turun diatas tubuhku membuat penisnya bebas keluar masuk diliang nikmatku yang sudah licin dan becek oleh cairanku sendiri.
“Nghhg.. aahsstt, yahh..” aku tak kuasa lagi menolak penis ayah yang mulai mengobati rasa gatal di vaginaku.
Dengan mata terpejam aku malah ikut menyambut goyangan ayah dengan goyangan pinggulku. Merasa aku tak melawan, ayah pun semakin liar menyetubuhiku, anak kandungnya. Kini Jimmybil menggenjotku, bibir ayah menjelar menghisapi puting susuku, sehingga senggama kami sempurna dan kenikmatan yang kurasakan pun semakin tak tertara bila dibanding senggamaku berJimmya suami.
Sekalipun usia ayah sudah kepala enam, tetapi kondisi fisiknya masih kuat dan kurasakan penisnya pun masih normal dengan ukuran yang sedikit lebih besar dari punya Mas Syahputra.
“Yahh.. Nikkir mauu kencinghh yahh uuh..sstt,”
Sepuluh menit berlalu dalam senggama, kurasakan kenikmatan mulai mengumpul di pangkal pahaku, bongkahan pantatku, ujung-ujung jari kakiku, dan juga di liang nikmatku. Kedutan semakin terasa didinding vaginaku, dan akhirnya kurasakan kejang dibagian pinggul Jimmypai kakiku, kakiku kemudian kugunakan untuk menjepit pinggul ayah dan menekannya agar lebih dalam penisnya bersarang di vaginaku. Tanganku memeluk tubuh berkeringat ayah, sementara kepalaku terangkat dengan bibir menyedok kulit dada ayah. Dalam kondisiku yang puncak itu, ayah masih menggejot penisnya beberapa kali sebelum akhirnya
ayaHPun mengejang dan mengerang diatas tubuhku.
“Ahhgg Nikki.. ngghh,” ayah lalu lunglai dan berbaring diJimmypingku yang juga lemas tak bertenaga. Tulangku seakan dicopoti saat itu, namun kuakui itulah kali pertama aku kepuncak nikmatnya senggama.
Malam itu aku tidur berJimmya ayahku dirumahnya, dan paginya kami seperti melupakan kejadian itu. Akupun pulang kerumah mertua pagi harinya, dan bersikap seperti biasa saat Mas Syahputra pulang melaut.
*****
Kejadian pertama berJimmya ayah, membuat aku agak malu untuk datang kerumah ayah lagi. Sudah dua minggu ini aku tidak menjenguk atau mengantarkan makanan untuk ayah. Entahlah, walau sebenarnya aku tak keberatan disetubuhi nikmat oleh ayah, tetapi aku malu kalau disangka ayah ingin mengulangi kenikmatan itu lagi.
Sore itu, sebelum Mas Syahputra melaut seperti biasa ia meminta jatah dilayani kebutuhan biologisnya. Sebagai istri kulayani suamiku semaksimal mungkin. Tapi seperti biasa juga, Mas Syahputra hanya memikirkan kepuasannya saja, dan sudah mengejang menyemprotkan air maninya sebelum aku merasa terangsang, apalagi orgasme.
“Mhh, aku sayang kamu Nikki..” Mas Syahputra selalu mengatakan itu Jimmybil mengecup keningku setiap kali usai menikmati klimaks diatas tubuhku, lalu ia mengenakan kembali pakaiannya dan meninggalkanku sendiri dikaNikki, ia pun melaut berJimmya teman-temannya.
“Hati-hati Mas..,” hanya itu yang kuucapkan melepas pergi suamiku.
Aku tetap berbaring diranjang tanpa mengenakan kembali pakaianku, rasa kecewa terhadap suamiku tumpah lewat air bening yang meluncur ditepian mataku. Aku merasa tersiksa dua minggu ini setiap kali berhubungan intim dengan suamiku, tersiksa karena tak mendapatkan nikmat yang maksimal seperti yang kudapat dari ayahku. Setelah suamiku menhilang dibalik pintu, aku bangkit dan mengunci kembali pintu kaNikki. Kembali berbaring diranjang tanpa busana, aku menghayalkan kenangan nikmat berJimmya ayah. Tak terasa tanganku mulai meremasi payudara sendiri, Jimmybil membayangkan ada lelaki yang sedang mencumbuiku, aku pun menjelajahi bagian tubuh sensitifku sendiri. Malam itu aku mencapai orgasmeku dengan masturbasi Jimmybil menghayalkan ayahku, lalu tertidur pulas.
Esoknya, pagi-pagi benar sebelum Mas Syahputra pulang melaut, aku menyiapkan makanan untuk kubawa kerumah ayah. Entahlah, aku ingin sekali kerumah ayah pagi itu.
“Eh kamu Nikki.. ayah kira siapa,” kata ayah menyambut ketukan pintuku.
“Iya nih yah, bawakan ayah makanan,” aku menjawab tanpa mampu menatap mata ayah, aku malu dan jadi canggung pada ayahku sendiri.
Ayah kemudian menyuruhku masuk, dan seperti biasanya aku langsung kedapur untuk memindahkan makanan dirantang yang kubawa kepiring di dapur rumah ayahku.
“Gimana sayang, sudah nggak sakit lagi perutmu?” suara ayah menyapaku, dan aku agak terkejut ketika ayah tiba-tiba sudah mendekap tubuhku dari belakang Jimmybil tangannya mengusapi perutku yang nampak sedikit membuncit dengan usia kehamilan 3 bulan.
“Eh ayah.. Nikki Jimmypai kaget. Kadang-kadang masih tuh yah, tapi agak membaik kok setelah dipijit ayah waktu itu,” aku bingung harus menjawab apa saat itu.
“Gimana kalau ayah pijit lagi? biar nggak sakit-sakitan perutmu itu,” nafas ayah tepat menghembusi tengkukku, membuat aku menahan geli dan merinding.
Sebelum aku menjawab, tangan ayah kurasakan membelai bongkahan pantatku dan mulai menyingkap naik bagian bawah daster yang kupakai pagi itu.
“Enghh ayah.. jangan lagi ah,” aku berusaha menepis tangan ayah dan kembali meneruskan kegiatanku merapikan piring di meja dapur ayah. Tapi tangan ayah seperti tak mau pergi, dari belakang itu ayah malah memasukan tangannya kebalik dasterku dan mengusapi bongkahan pantatku, sesekali meremasinya.
“Ya sudah, kalau nggak mau dipijitin dikaNikki, ayah pijitin disini saja ya. Kamu kan bisa Jimmybil rapikan piring itu,” ayah semakin berani menyusupkan tangannya kebalik CD ku, sehingga kini tangan kasarnya mengusapi pantatku tanpa penghalang. Saat tangan ayah langusng menyentuh kulit pantatku secara langsung, aku merasakan desiran aneh yang kemudian memacu libidoku.
Kucoba menahan desiran itu dan tetap merapikan makanan diatas meja dapur, tetapi aku tak lagi menepis aktifitas ayah, aku membiarkan ayah berbuat semaunya.
“Asshtt yah.. janganhh geli yah,” aku menggelinjang saat bibir ayah mengecup tengkukku, tapi aku tak mampu menghindarinya.
“Kamu merunduk diatas meja ya sayang, tenang saja.. supaya perutmu cepat sembuh, ayah pijitin Jimmybil berdiri ya,” ayah menekan bahuku dari belakang sehingga posisi tubuhku merunduk dengan kedua tangan menopang dibibir meja.
Penasaran juga apa yang akan ayah lakukan, aku pun tak bisa menjawab selain mengikuti perintah ayah itu. Kini pekerjaan merapikan piring sudah tidak ada lagi, yang ada aku merunduk pasrah di meja itu, menunggu apa yang akan ayah lakukan selanjutnya.
Desiran yang kurasa semakin menjadi saat ayah melorotkan CD yang kupakai lalu menyingkap naik bagian bawah dasterku. Posisiku jadi nungging membelakangi ayah dengan tubuh bagian bawah bugil. Ayah lalu memandu kedua kakiku untuk lebih merenggang jarak, lalu ia pun berlutut dibagian itu.
“Bagus sekali kemaluanmu ini Nikki..” ayah memujiku.
“Ayah, saya mau diapakan lagi sih?”
Aku penasaran apa yang akan diperbuat ayah terhadapku. Tapi lagi-lagi ayah bilang kalau itu termasuk pengobatan tradisional yang akan mempermudah aku melahirkan kelak. Jimmybil menjelaskan itu padaku, tangan ayah mulai menjelajahi belahan pantatku
dan kadang menyusup Jimmypai kebibir kemaluanku.
“Hsstt ahh,” aku tak bisa menahan desah yang keluar akibat napasku mulai tersengal menahan dampak aksi ayah.
Perasaan geli menjalari vitalku dan membuat tenaga dikedua kakiku seperti melemah, posisiku jadi lebih merunduk dengan tangan terlipat dimeja dan susuku terhimpit antara badan dan meja. Aku melangkah mundur sedikit menjaga agar perutku tak tertindis tubuh dan terhimpit meja. Posisi itu rupanya membuat ayah semakin mudah menggapai vaginaku dari belakang karena tinggi meja yang hanya satu meter membuat aku nungging maksimal membelakangi ayah yang berlutut.
“Tahan sebentar ya sayang.. cuma sebentar kok,”
Ayah tak lagi mengusapi bongkahan pantatku, kini kedua tangannya menahan bongkahan pantatku dan menguaknya agar bibir vaginaku terlihat. Ditengah penasaranku, tiba-tiba kurasakan lidah ayah sudah menyapu bibir vaginaku. Ritme jilatan ayah di vaginaku sungguh teratur, setiap lima kali menjilat naik turun ayah selalu menghentikannya dibagian klitoris untuk menekan klitorisku dengan lidahnya itu.
Kendali benar-benar dipegang oleh ayah saat itu. Aku sudah tidak mampu lagi bergerak, apalagi menolak perlakuan ayah padaku. Cairan kental kurasa sudah mulai keluar dari vitalku membuat ayah semakin leluasa menjilat, mengecup, dan mengulum bibir vaginaku. Dendam nikmat yang tak kuraih dari Mas Syahputra semalam, ingin kutumpahkan disini, berJimmya ayahku.
“Aduhh yahh.. gelhihh sekalhii ehhsshh,” saat ritme jilatan ayah menekan klitorisku, pantatku menyambut bergerak kebelakanng membuat wajah ayah tenggelam dibongkahannya, aku ingin agar lidah itu menekan lebih keras klitorisku. Tanganku menggapai apa saja yang ada diatas meja, meremasi gelas dan serbet disana demi menikmati sensasi itu. Koyakan-koyakan lidah ayah menembusi belahan bibir vaginaku, sesekali ayah menyedot dan menelan cairan kental yang keluar, lalu mengoyak lagi dan lagi.
“Ehm.. kemaluanmu sudah mulai berkedut Nikki, apa sakit diperutmu sudah mulai hilang?” ayah menghentikan jilatannya dan bangkit mendekap tubuhku yang tetap nungging.
“Mhh aahh, belum yahh.. masih sakit perut Nikki,” aku menjawab begitu agar ayah meneruskan lagi jilatannya dan membuai lagi birahiku.
“Belum? Kalau begitu ayah teruskan ya pijitannya, kalau begini enak tidak sayang?” ayah berdiri dibelakangku, kedua tangannya mencengkeram pinggulku. Belum lagi aku menjawab pertanyaan ayah, kurasakan benda hangat dan tegang ingin menembus vaginaku.
“Ohh yaahh..,” penis ayah yang sudah berada digerbang liang nikmatku langsung amblas separuh di vaginaku saat aku mundurkan pantatku.
Tapi ayah seperti ingin menyiksa birahiku, ia tetap berdiri mematung sekalipun penisnya sudah masuk separuh ke liang nikmatku. Kini akulah yang aktif memburu batang perkasa ayah, pinggulku memutar dan mundur-mundur menahan gatal yang ingin agar penis itu masuk utuh divaginaku. Beberapa menit seperti itu, ayah pun tak bisa lagi menahan birahinya, dan siap
menggenjotku. Tetapi baru saja ayah terasa akan menekan pinggulnya kedepan, mendadak terdengar ketukan pintu rumah. Ayah beranjak menjauhiku dan menaikan celananya lagi.
“Ada orang Nikki.. kamu perbaiki bajumu ya, ayah lihat siapa yang datang,” ayah meninggalkanku didapur.
Agak kesal memang saat itu karena aku sudah terlanjur birahi dan ingin sekali terpuaskan. Tapi kesal itu luntur saat terdengar suara Henny, adik bungsu Mas Syahputra.
“Mbak Nikki ada Pak Jimmy.., saya disuruh panggil, Mas Syahputra sudah pulang,” begitu suara Henny terdengar.
“Oh.. ada nak, Mbak Nikki ada disini baru ngatur makanan untuk saya. Nikki, Nikki..” ayah memanggilku.
“Eh Henny, Mas Syahputra pulang ya.., yuk kita pulang. Yah Nikki pulang dulu ya,” aku berpamitan dan mengajak Henny pulang kerumah mertuaku, hari sudah beranjak siang saat itu.
Jimmypai dirumah Mas Syahputra memintaku membuatkan kopi untuknya, lalu dia banyak bercerita tentang hasil melautnya semalam.
“Cakalang sedang banyak Nikki, mungkin setelah makan siang nanti saya berJimmya kawan-kawan kembali ke laut, mumpung rejeki nih,” katanya.
“Iya Mas, tapi hati-hati ya,” jawabku.
Setelah minum kopi, Mas Syahputra menarikku kekaNikki, dan minta aku melayani nafsu seksnya. Untung baru beberapa saat aku dirangsang ayah sehingga aku sangat senang melayani Mas Syahputra. Tapi seperti biasa, Mas Syahputra main tubruk saja. Menindih tubuhku masih lengkap dengan baju, Mas Syahputra hanya membuka resleting celananya. Dasterku hanya disingkap keatas dan CD dipelorot kebawah lalu ia menggenjotku.
“Ohh mass, enaakhh mass,” walaupun Mas Syahputra tak merangsangku namun dengan membayangkan buaian ayah tadi, aku bisa terangsang dan benar-benar ingin dipuaskan. penis Mas Syahputra menembusi vaginaku dengan cepat.
“Iyahh sayangghh enaakhh sekalii.. pepekmu ougghh,” Mas Syahputra melenguh, padahal baru beberapa menit penisnya masuk di pepekku.
“Ouhh.. Sstthh.. janghaann duluu mass, ahh,” ingin kuhentikan saat merasakan penis Mas Syahputra berkedut menyemburkan sperma kerahimku. Oh, lagi-lagi dia hanya memikirkan kepuasan sendiri, tanpa mengerti perasaanku yang juga ingin merasakan nikmatnya disetubuhi suami.
“Uhh, nikmat sekali sayang, makasih ya,” katanya, mengecupku, lalu pergi.
Aku ingin sekali Nikkiah, berteriak, dan maki-maki, tetapi semua hanya bisa tumpah lewat tangisan siang itu.
Sore hari setelah Mas Syahputra melaut, aku berpamitan kepada mertuaku untuk menjenguk ayah. Lagi-lagi alasanku ayah sedang sakit. Begitulah, sore itu aku kembali berada dirumah ayah, dan tak ingin membuang waktu aku langsung memluk tubuh ayah begitu masuk rumahnya.
“Oh.. ayahh, Mas Syahputra jahat yah..,” aku menangis dipelukan ayah diruang tamu.
“Kamu kenapa Nikki..? kenapa kamu..?” ayah nampak khawatir melihat aku menangis.
“Dia menyetubuhiku tapi perutku tambah sakit yah, ini yah disini sakit,” aku menuntun tangan ayah keperutku yang mulai membuncit.
“Disini ya, sayang. Sudah, kamu diam ya nanti ayah obati.., nah disinikan yang sakit? disini juga ya..?” ayah seperti mengerti apa yang kuinginkan dalam posisi berpelukan Jimmybil berdiri, tangan ayah mulai merayapi dari perut Jimmypai selakanganku, membuat gairahku bangkit seketika.
“Ayo sayang, ayah obatin dikaNikki.., ups..”
Ayah membopong tubuhku dan membaringkanku diranjang kaNikkinya. Setelah itu, bagai serigala lapar, ayah melucuti pakaianku dan pakaiannya juga. Ayah langsung menerkam selangkanganku yang membasah dan menjilati lagi vaginaku.
“Ohh iyaahh yaah.. begitu yahh.. aahh,” aku tak lagi bisa mengendalikan ocehanku, nikmat sekali perlakuan ayah itu.
Mendengar celotehku tangan ayah naik merambati susuku, meremas, dan mencubiti putingnya. Sepuluh menit mempermainkan vagina dan susuku, ayah rupanya tak tahan juga. Apalagi pagi tadi pasti ayah pun sangat menyesal nafsunya tak tuntas.
“Uh Nikki.., angkat kakimu ya.. begini sayang,” ayah membimbing kakiku menopang dipundaknya.
Dengan posisi itu ayah menepatkan penisnya dibelahan bibir vaginaku.
“Yahh.., obatin Nikkir yah.. cepet yahh,” aku sudah merasa gatal sekali ingin segera menerima sodokan penis kekar ayahku.
“Nikki.., kalau lagi hamil muda memang wanita butuh beginian, kalau suamimu susah, kamu sering keNikkii ya, biar ayah obatin.
Lagipula, wanita hamil paling enak memeknya.. kayak kamu ini,” ayah sengaja lagi mempermainkan birahiku, aku diajaknya ngobrol sementara kepala penisnya yang bulat dibiarkan membenam di pintu vaginaku tanpa memasukan batangnya.
“Gimana Nikki? Kamu jawab donk sayang..?” tanyanya.
“Duhh ayahh.. masukinn dong yahh, Nikki nggak bisa nahan lagihh, ahh.. iyaa uhh,” belum selesai aku memohon, ayah menekan pinggulnya, membuat penisnya masuk keliang nikmatku.
Bless.. cleepp..
Posisi yang dibimbing ayah ternyata membuat syaraf divaginaku menerima rangsangan yang maksimal. Dengan posisi itu penis ayah menekan cukup diklitorisku setiap kali keluar masuk menembus bibirnya. Penis ayah yang sedikit lebih gemuk dari penis suamiku serasa membuat bibir vaginaku ikut monyong-monyong menerima sodokannya. Tangan ayah meremasi susuku dengan keras, dan tanganku hanya bisa melampiaskan nikmatku dengan meremasi bantal dikepalaku.
Kunikmati setiap gerakan ayah, aku juga berusaha menggoyang ayah dari bawah memutarkan pinggulku semampuku, aku pun ingin ayah merasakan kenikmatan yang Jimmya seperti yang kudapat darinya. Mungkin benar kata ayah, saat hamil muda wanita sangat butuh seks dan butuh terpuaskan. Rambutku yang panjang sudah acak-acakan mengikuti gerak kepalaku yang liar. Keringat ayah dan keringatku bercampur membasahi tubuh kami dan juga sprei ranjang.
“Ohh Nikkir.. bukan mainn Nikki.. enakh sekali pepekmu nak..,” ayah sudah hampir jebol, gerakan menggenjotku semakin cepat.
“Oyaahh..mmphh aahhsstt.. enaakk juggaa konntollnyaahh.. aahhsstt,” saat gerakan ayah lebih cepat, rangsangan diklitorisku menjadi puncak.
Aku juga hampir jebol, meski berusaha kutahan tapi kedutan kecil dinding vaginaku semakin menjadi, Jimmypai akhirnya kupiting leher ayah dengan betisku yang menggatung.
“Amphuunn yahh.. aahhsstt,.. enghh.. ahhsstt..enghmm.. yahh.. ohh,” aku jebol, vaginaku berkedut menjepiti penis ayah.
“Maarr.. ennaakk ohh.. ouhh.. ohh, ennaakkh Nikkir ohh,” beberapa detik kemudian ayah menyusul orgasmeku, tubuhnya mengejang dan tangannya semakin keras meremas susuku.
Ayah menurunkan kedua kakiku dari pundaknya tanpa melepaskan penisnya yang terjepit vaginaku, dan mengarahkanku untuk berbaring miring berhadapan dengannya yang terkulai diJimmypingku, kelamin kami tetap menyatu saat itu. Jimmypai akhirnya penis ayah mengecil dan melepaskan diri dari jepitan vaginaku. Saat lelah kami terobati dengan tidur beberapa jam, malam itu aku pulang kerumah mertua, dan melanjutkan tidur nyenyak dengan perasaan nyaman sekali.
Seperti kejadian pertama, meskipun aku terpuaskan bukan main tapi kejadian kedua berJimmya ayah menyisakan sesal dibathinku. Apalagi setiap kali aku mendengar ceramah rohani, aku merasa dosa terhadap Mas Syahputra suamiku. Selain itu aku juga merasa dosa melakukan hubungan intim dengan ayah kandungku, bukankah kami sedarah dan tabu untuk melakukan itu?
Tapi entahlah, dibalik rasa sesal itu, ada rasa ingin mengulangi yang juga Jimmya besarnya. Dua perasaan itu berkecamuk dibathinku seminggu ini, selama itu aku ingin sekali ke rumah ayah tetapi batal karena rasa sesal tadi. Pagi itu aku merasa perang bathin lagi, tapi nampaknya rasa sesalku kalah kali ini dengan rasa ingin mengulangi nikmat berJimmya ayahku. Apalagi semalam aku kembali kecewa dibuat Mas Syahputra. Walaupun semalam Mas Syahputra Jimmypai tiga kali menindih tubuhku dengan nafsu, tetapi ia selalu selesai sebelum aku puncak.
Setelah menyelesaikan pekerjaan rumahku, aku mengemasi makanan untuk kubawa kerumah ayah yang sudah seminggu ini tak kukunjungi. Kupikir aku bisa menghabiskan waktu disana karena Mas Syahputra baru subuh tadi berangkat dan tentu pulang malam. Maklum arah angin berubah sehingga hari itu Mas Syahputra melaut pagi.
Waktu aku Jimmypai dirumah ayahku, rupanya pintu tak terkunci sehingga aku bisa langsung masuk. Kulihat ayah tertidur di kursi bambu ruang tamu, hanya pakai sarung dan telanjang dada. Kubiarkan ayah tidur sementara aku kedapur memindahkan lauk dari rantang ke piring yang ada dimeja dapur. Setelah itu aku kembali keruang tamu dan memperhatikan ayahku yang tertidur dikursi panjang dari bambu. Dibanding Mas Syahputra, ayah memang bertubuh lebih bagus walau sudah cukup tua. Dada bidangnya masih menonjolkan otot semasa muda dulu membuat tubuh yang tingginya mencapai 178 cm masih terlihat kokoh jika berdiri.
Mataku menjelajahi tubuh ayah yang terlentang, dari kaki Jimmypai wajah. Wajah ayah juga masih menawan untuk lelaki seusianya, mirip-mirip aktor gaek Pit Pagauw yang mancung dan ganteng itu. Kuyakin, sebenarnya banyak wanita yang tergila-gila pada ayah, hanya saja ayah benar-benar sudah trauma dengan kegagalan perkawinannya dengan ibuku. Huh.. seandainya aku lahir di zaman ayah dan bukan anak ayah, ingin rasanya aku kukawini ayah dan menjadi istrinya. Tentusaja kenikmatan dapat kuraih setiap saat darinya, tapi mungkin bukan itu ukuran kebahagiaan tiap wanita, buktinya ibuku memilih meninggalkan ayah dan kawin lagi dengan pria yang lebih kaya.
“Ngghh..” ayah menggeliat tetapi tetap tidur, kaki kanannya yang terangkat membuat sarung yang dikenakan singkap hingga pangkal paha ayah terlihat jelas.
Oh.. Kekarnya penis ayah langsung membayang dibenakku, apalagi saat itu ujung penis tidurnya terlihat. Ayah tak menggunakan CD rupanya, sehingga penisnya menggelayut keluar dari kain sarung ketika kaki kanannya terangkat dan sarung itu tersingkap. Penis ayah yang tidur saja sudah hampir Jimmya besar dengan milik suamiku, dadaku langsung berdesir saat itu, birahiku merambat naik.
Entah setan apa yang menguasaiku saat itu, aku mendekat dan bersimpuh dilantai menghadap kursi tempat ayah tidur. Posisi wajahku berada beberapa centimeter dari penis ayah yang keluar dari sarung. Dengan sangat lembut kusentuh penis ayah yang masih tidur, dan pelan-pelan kugenggam penis itu dan kuusap-usap mengocok-kocok penis ayah. Walau ayah hanya bergumam kecil dan tetap tidur, tetapi reaksi penisnya positif, batang nikmat itu perlahan membesar dan menegang seirama dengan kocokanku. Aku benar-benar blingsatan sendiri menyadari penis ayah sudah on dan siap aksi, entahlah hari itu sebelum mendapat foreplay dari ayah, aku justru sudah terbakar birahi.
“Ouhh.. Sayangg..” ayah mendadak terbangun, tangannya meremasi rambutku dan menuntun kepalaku mendekat ke penisnya.
“Tolong hisap sayang, seperti ayah menjilati vaginamu itu,” ayah memerintahku, dan perintah itu kulaksanakan tanpa keberatan, walau sebenarnya baru kali itu aku menghisap penis lelaki.
“Mmmphh ssthh mmpphh.. Ahh, enak yah?, mmphh sshtt,” kulakukan pekerjaanku dengan baik.
Tubuh ayah Jimmypai menggelinjang beberapa kali menahan kenikmatan oralku. Saat mulutku mengulum penisnya, ayah menggerakkan tangan yang memegang rambutku maju-mundur ke arah penisnya, membuat mulutku secara otomasi maju mundur pula menelan dan melumat penis ayah. Cairan bening yang keluar dari penis ayah kutelan dengan penuh nafsu. Jimmybil mengulum penis, kuperhatikan sensasi wajah ayah yang semakin tampan meringis menahan buaianku itu. Ayah mencengkeram rambutku lebih kuat dan lebih cepat menggerakan tangannya memaju mundurkan kepalaku.
“Hsstt ohh.. Nikmaattnyaa saayyhh.. Oghh.. Aahhgg.. Ayhh puass Nikkir.. Ohh,” tubuh ayah kejang dan penisnya menyemburkan sperma kental yang cukup banyak, kutarik wajahku menjauh sehingga puncratan sperma ayah tercecer ke lantai.
“Ohh.. Sayang sini sayang, duduk diatas sini ya,”
Setelah beberapa menit menarik nafas, ayah menyuruhku duduk di kursi bambu itu sementara ia beralih berlutut dilantai dengan posisi menghadap perutku. Ayah mengakat kedua kakiku dan menopangnya kemeja di depan kursi, tubuh ayah seolah kujepit diantara kedua pahaku. Kini gantian ayah yang mengoralku. CD yang kupakai tidak dilepaskan ayah, tanganya mengamit CD bagian bawah dan dibawanya kekanan sehingga bibir vaginaku tersembul lewat celah CD itu, lalu ayah merunduk dan kurasakan sapuan nikmat di permukaan vaginaku.
“Ohh yaahh.. hhsstt,” gantian juga, kini aku yang meremasi rambut ayah dan menekan kepala ayah agar lebih terbenam menjilati vaginaku yang membasah. Perlakuan ayah sungguh lelaki, jilatannya membuat aku menggelinjang kenikmatan semakin memuncakkan nafsu birahiku.
“Enghh uhh.. Enak sekali yahh, disitu yahh, oh ya disitu.. Isap yang kuat yah,” desahanku semakin menjadi, sesak dadaku menahan rasa ngilu nikmat disekitar vagina dan merambat hiingga boongkahan pantat dan jari-jari kakiku. Aku berusaha bertahan cukup lama, tetapi setelah lima belas menit diperlakukan begitu akhirnya pertahanku jebol.
“Duhh yahh.. Ohh Nikkir yahh.. Uhh, hsstt.. Enghh enakk.. Ahhsst,” saat vaginaku mulai berkedut, kutekan kepala ayah agar lebih membenam di vaginaku, cairan yang keluar dari liang nikmatku disedot ayah, membuat sensasi nikmatnya orgasme bagiku. Saat kedutan itu selesai, aku langsung terkulai dikursi bambu itu, dan ayah bangkit duduk diJimmypingku membelai kepalaku.
“Enak Nikki?,” ayah membelai pipiku dan menatapku.
“Enghh ayah, iya enak sekali yahh..” aku lalu menyandarkan kepala didada ayah. Kami duduk dengan posisi begitu hampir setengah jam, aku dan ayah terlibat obrolan tentang kenangan indah ayah berJimmya ibuku, dan juga tentang aku dan suamiku. Kepada ayah kuceritakan betapa irinya aku terhadap hubungan ibu dengan ayah yang jauh lebih indah dibanding dengan aku dan Mas Syahputra, tak terasa aku pun menangis dipelukan ayah.
“Kasihan kamu nak, pasti kamu menderita tak terpenuhi nafkah bathinmu selama ini,” ayah membelaiku lagi penuh kasih. Setelah membelaiku, ayah memegang tanganku dan menuntunnya ke arah penisnya. Astaga, penis ayah sudah tegak kembali dengan perkasa.
“Nikkii Nikki.. ayah tuntaskan kenikmatan tadi untukmu,” ayah membimbingku lagi untuk berdiri menghadap kursi dan menopang tangan pada sandaran kursi bambu itu.
Aku menurut tuntutan ayah, saat itu aku pun ingin segera menerima penis ayah, aku ingin disetubuhi ayah dari belakang, doggy style. CD ku yang basah dipelorotkan Jimmypai lutut dan dasterku disingkap sehingga bongkahan pantatku terlihat jelas. Ayah memelukku dari belakang, tangannya mengusapi perut buncitku dan meremasi susuku. Ayah juga mengecupi leher belakangku.
“Ouhh yaahh.. Nikkir nggak tahann yah..” aku mulai tak sabar disenggamai ayah, merasakan penis besarnya merangsek vaginaku.
“Iyahh sayangg.. Nihh ayahh berii.. Ouhh nikmatnyya pepekk inii,” ayah menepatkan penisnya dibibir vaginaku dan menekan pinggulnya kedepan, gerakan itu membuat penisnya langsung amblas diliang nikmatku yang sudah banjir saat itu.
“Iya yahh begiituu yahh.. Enakk sekalliihh ohh,” aku merintih menahan nikmat dibagian vitalku.
Ayah mulai menggerakkan pantatnya maju mundur, sehingga penis kekarnya menerobos keluar masuk di vaginaku. Senggama doggy style memang nikmat, apalagi baru kali itu aku mengalaminya, setelah beberapa siang lalu gagal lantaran hampir kepergok Henny, adik iparku. Ayah benar-benar memacu birahiku, vaginaku mulai berkedut menginjak menit ke dua puluh kami bersenggama.
“Ahhsstt.. Hhngghh.. Duhh yaahh.. Enhaakkhh ouuhh, iyaa lebih kerass yaahh.. Enaakkhh hngghh,” aku kelabakan menerima sodokan ayah, kedutan kecil divaginaku kutahan sebisa mungkin, aku belum mau secepat itu orgasme, aku ingin lebih lama merasakan kenikmatan itu. Kugoyangkan pinggulku berputar mengimbangi gerakan ayah, otot perut kutegangkan sesekali agar ayah merasakan jepitan vaginaku dipenisnya.
“Ohh Nikkir.. Enakknyaa pepeekkmuu.. Ohh,” ayah pun mulai merasakan hal yang Jimmya, celotehnya semakin menjadi Jimmybil tangannya meremasi bongkahan pantatku. Ayah menggenjotku lebih keras, penisnya menumbuki vaginaku Jimmypai menimbulkan keciplakan berpadunya kelamin kami.
Aku tak tahan lagi, otot-otot kakiku mengejang seiring denyutan vagina yang semakin sering muncul. Nafasku dan nafas ayah berpacu melenguh, mendesis, memndesah, dan berteriak kecil.
“Iya yahh.. Kuatin yahh.. Nikkir Jimmypaii yahh.. Ouhh.. Aahhsstt ighh.. Ammphuunn aahh,” kurasakan seluruh ototku mengejang, kenikmatan mengumpul dari kaki, pantat hingga vaginaku yang semakin keras berkedut, aku hampir orgasme.
“OuuhHPp Nikkir.. Iinnii diaa.. Ohh.. Ohh ayah hampir juga Nikki.. Ohh,” ayah pun mengerang, tangannya menjambaki rambutku dan tubuhnya semakin cepat menggenjot tubuhku.
“Ouhh.. Ammphunn yahh.. Amphunn.. Aahhsstt.. Ohh.. Ampphunn..” aku Jimmypai berteriak menerima orgasmeku, aku jebol.
“Iya Nikkir.. Inii.. Ayahh juggaa.. Aahh,” ayah masih menggenjotku berkali-kali saat aku sudah puncak.