Keinginan untuk bercinta dengan Ayahku mulai
memaksa pikiranku untuk berpikir bagaimana caranya memancing Ayah untuk mau
mengabulkan keinginanku. Tetapi keinginan itu dibayangi oleh ketakutan dan
kekhawatiran Ayah akan menolak permintaanku atau bahkan sebaliknya memarahiku
atas keinginan tidak wajar yang menggangguku. Akhirnya aku berpikir untuk
sekedar memancing birahi Ayah, dan menunggu reaksinya. Dengan begitu aku tidak
perlu takut Ayah akan marah atau menolah keinginanku. Namun dengan pancingan
ini, aku juga tetap tidak bisa berharap keinginanku akan terwujud, tetapi
dengan cara ini, Ayah mungkin tidak akan mungkin memarahiku. :arrow:
*******
Ayah biasanya pulang bekerja lewat dari jam 6
sore. Pada hari itu, aku sengaja tidak mengerjakan beberapa pekerjaan rumah
yang biasa ku lakukan. Seluruh jendela rumah dan korden belum ku tutup, pintu
depan ku biarkan terbuka, lampu rumah juga tidak ku nyalakan. Melihat keadaan
itu, Ayah mungkin akan mengira aku tidak berada di rumah. Benar saja dugaanku…
Ketika Ayah pulang bekerja, Ia langsung memanggil namaku, mencariku sambil
menyalakan lampu rumah satu persatu. Dari kamarku aku mendengar Ayah menutup
satu persatu jendela yang ku biarkan terbuka. Sesaat kemudian, aku mendengar
suara Ayah memanggilku semakin jelas, karena ia telah berdiri di depan pintu
kamarku yang terbuka. Aku pura-pura tidur saat Ayah menyalakan lampu kamarku.
Jendela kamarku yang juga masih terbuka membuat Ayah masuk ke dalam kamarku
menuju jendela dan menutupnya perlahan.
Saat Ayah membalikkan tubuhnya untuk keluar dari
kamarku, saat itulah ia secara tidak sengaja melihat beberapa bagian tubuhku
yang ku biarkan seolah terbuka tanpa sengaja, karena ikatan sarung yang ku
kenakan untuk menutupi bagian bawah tubuhku terlepas. Melihat itu, Ayah
memperbaiki kain sarung yang ku kenakan untuk menutupi bagian tubuhku yang
terbuka. Ayah kemudian duduk di sisi ranjangku dan memanggilku dengan
lembut.
“Linda!” seru Ayahku sambil menepuk bokongku. Aku
tidak merespon panggilannya, seolah-olah aku memang sedang tertidur lelap.
Beberapa kali ia memanggil namaku sambil kembali menepuk bokongku. Aku juga
tetap tidak memberikan respon, karena ku hanya dianggap benar-benar tertidur
lelap.
Tiba-tiba sarung yang awalnya Ayah perbaiki untuk
menutupi bagian tubuhku yang terbuka, tiba-tiba ku rasakan kembali terbuka, dan
seketika itu ku rasakan telapak tangan Ayah berada di antara pangkal pahaku,
lalu ku rasakan jari tengahnya merayap di antara belahan vaginaku dan mencoba
masuk di antara belahan tersebut. Dalam keterkejutanku, aku menahan reaksiku
dan bersikap seolah-olah aku tidak merasakan apa yang dilakukan Ayah terhadap
tubuhku.
Hanya beberapa saat hal itu terjadi, tiba-tiba
Ayah menarik kakiku, sehingga kakiku terjuntai di sisi tempat tidur. Dalam
posisi seperti itu, tiba-tiba Ayah menagngkat ke dua kakiku dan membuka
selangkanganku lebar, lalu hal yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya terjadi.
Sambil memegang kakiku, ternyata Ayah mengarahkan wajahnya ke selangkanganku
dan menjilati belahan vaginaku. Kenikmatan permainan lidah Ayah di belahan
Vaginaku tidak bisa aku lukiskan, ingin rasanya aku bereaksi atas aksi yang
Ayah berikan, tetapi aku takut Ayah tahu bahwa aku hanya pura-pura tidur.
Tidak berapa lama permainan itu dilakukan Ayah
terhadap vaginaku, tiba-tiba Ayah melepaskan kakiku dan membiarkannya terjuntai
di sisi tempat tidur. Dalam kepura-puraanku tertidur, aku tidak mengetahui apa
yang akan Ayah lakukan selanjutnya terhadapku. Dalam tenang, aku kembali
merilekskan tubuhku dan hasratku yang telah terangsang oleh permainan lidah
Ayah. Dalam saat itu, aku masih berpikir, apakah Ayah akan menyetubuhiku yang
sedang tertidur.? Belum sempat lama pertanyaan itu mengawang dipikiranku,
tiba-tiba Ayah mengangkat tubuhku kembali ke tengah tempat tidur. Dalam posisi
terlentang, tiba-tiba ku rasakan kedua pahaku kembali terbuka. Dan ternyata
tubuh Ayah sudah duduk diantara selangkanganku yang terbuka.
Sesaat kemudian, ku rasakan tubuh Ayah mulai
menindih di atas tubuhku, dan ku rasakan nafas Ayah dileherku. Dalam harap
cemas, tiba-tiba Ayah berbisik di telingaku…
“Linda! kamu tidak perlu pura-pura tidur… Ayah
tahu kamu memang menginginkan Ayah melakukan ini terhadapmu kan? Sekarang buka
matamu, dan nikmati sensasinya….”
Aku terkejut dan malu dengan bisikan Ayah
tersebut, aku membuka tubuhku dan ku lihat sosok Ayahku yang sudah tanpa
sehelai pakaian pun telah menguasai ruang gerakku. Ayah mencoba melepaskan baju
yang masuk menutupi bagian atas tubuhku, dengan sedikit pergerakan, pakaian itu
telah terlepas.
“Lepaskan Bra-mu, Sayang!” kata Ayah kembali
berbisik di hadapanku. Dalam hasrat yang telah terbakar, aku sama sekali tidak
membantah perintah Ayah. Aku sudah lepas kendali, tidak lagi memperdulikan
bahwa ia adalah Ayah kandungku, seperti halnya juga Ayah yang juga tidak lagi
perduli bahwa wanita yang ada di dalam pelukannya adalah buah dari cintanya
dengan Ibuku. Dengan lepasnya Bra, maka tidak ada lagi sehelai kain pun yang
membatasi antara aku dan Ayah.
Malam itu, di dalam kamarku, untuk pertama kali
aku bercinta dengan laki-laki, malam itu di dalam kamarku, pertama kali ku
rasakan indahnya melayang dalam kenikmatan bercinta, sensasi birahi yang luar
biasa dari setiap gesekan batang penis Ayah di dinding lobang vaginaku.
Kenikmatan yang jauh lebih indah daripada masturbasi, kenikmatan yang mampu
mebuatku lupa segalanya, terutama lupa bahwa lelaki yang menyetubuhiku adalah
sosok yang biasa ku panggil Ayah.
Penis besar Ayah terus keluar masuk memberi
gesekan yang sangat nikmat, sementara payudaraku terus di jilat, dikenyot dan
diremas-remas membuatku merasa terbuai dalam alam keindahan birahi yang
memuncak, sampai akhirnya ku rasakan kehangatan mengisi rongga vaginaku dan
diiringi oleh desah panjang Ayahku saat ia mengakhiri persenggamaan malam itu.
Ayah melepaskan penisnya dari lobang vaginaku yang diiringi oleh keluarnya
cairan sperma yang mengalir keluar dari belahan vaginaku bercampur dengan darah
segar keperawanan.
**********
Itulah Awal dari perjalanan cintaku dengan Ayah
yang terus terjadi sejak aku lulus SD dan akhirnya berbuah kehamilan pada saat
aku kelas 3 SMP. Untuk menyembunyikan rasa malu, Ayah memberikan jamu untuk
mengugurkan kandunganku.
Hal itu ternyata diketahui oleh salah seorang
tetanggaku yang melaporkan Ayah ke pihak berwajib. Ayah akhirnya dimasukkan ke
penjara, sedangkan aku harus meninggalkan desa karena malu. Aku merantau ke
Jakarta tanpa arah dan tujuan, berharap dapat pekerjaan untuk sekedar bertahan
hidup. Tapi ternyata, di Jakarta aku harus kembali bekerja sebagai seorang pelayan
birahi pada sebuah keluarga kaya berkebangsaan Belanda.