Selasa, 25 Agustus 2015

Bercinta dengan ayah



Keinginan untuk bercinta dengan Ayahku mulai memaksa pikiranku untuk berpikir bagaimana caranya memancing Ayah untuk mau mengabulkan keinginanku. Tetapi keinginan itu dibayangi oleh ketakutan dan kekhawatiran Ayah akan menolak permintaanku atau bahkan sebaliknya memarahiku atas keinginan tidak wajar yang menggangguku. Akhirnya aku berpikir untuk sekedar memancing birahi Ayah, dan menunggu reaksinya. Dengan begitu aku tidak perlu takut Ayah akan marah atau menolah keinginanku. Namun dengan pancingan ini, aku juga tetap tidak bisa berharap keinginanku akan terwujud, tetapi dengan cara ini, Ayah mungkin tidak akan mungkin memarahiku. :arrow:
*******
Ayah biasanya pulang bekerja lewat dari jam 6 sore. Pada hari itu, aku sengaja tidak mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang biasa ku lakukan. Seluruh jendela rumah dan korden belum ku tutup, pintu depan ku biarkan terbuka, lampu rumah juga tidak ku nyalakan. Melihat keadaan itu, Ayah mungkin akan mengira aku tidak berada di rumah. Benar saja dugaanku… Ketika Ayah pulang bekerja, Ia langsung memanggil namaku, mencariku sambil menyalakan lampu rumah satu persatu. Dari kamarku aku mendengar Ayah menutup satu persatu jendela yang ku biarkan terbuka. Sesaat kemudian, aku mendengar suara Ayah memanggilku semakin jelas, karena ia telah berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka. Aku pura-pura tidur saat Ayah menyalakan lampu kamarku. Jendela kamarku yang juga masih terbuka membuat Ayah masuk ke dalam kamarku menuju jendela dan menutupnya perlahan.
Saat Ayah membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamarku, saat itulah ia secara tidak sengaja melihat beberapa bagian tubuhku yang ku biarkan seolah terbuka tanpa sengaja, karena ikatan sarung yang ku kenakan untuk menutupi bagian bawah tubuhku terlepas. Melihat itu, Ayah memperbaiki kain sarung yang ku kenakan untuk menutupi bagian tubuhku yang terbuka. Ayah kemudian duduk di sisi ranjangku dan memanggilku dengan lembut.
“Linda!” seru Ayahku sambil menepuk bokongku. Aku tidak merespon panggilannya, seolah-olah aku memang sedang tertidur lelap. Beberapa kali ia memanggil namaku sambil kembali menepuk bokongku. Aku juga tetap tidak memberikan respon, karena ku hanya dianggap benar-benar tertidur lelap.
Tiba-tiba sarung yang awalnya Ayah perbaiki untuk menutupi bagian tubuhku yang terbuka, tiba-tiba ku rasakan kembali terbuka, dan seketika itu ku rasakan telapak tangan Ayah berada di antara pangkal pahaku, lalu ku rasakan jari tengahnya merayap di antara belahan vaginaku dan mencoba masuk di antara belahan tersebut. Dalam keterkejutanku, aku menahan reaksiku dan bersikap seolah-olah aku tidak merasakan apa yang dilakukan Ayah terhadap tubuhku.
Hanya beberapa saat hal itu terjadi, tiba-tiba Ayah menarik kakiku, sehingga kakiku terjuntai di sisi tempat tidur. Dalam posisi seperti itu, tiba-tiba Ayah menagngkat ke dua kakiku dan membuka selangkanganku lebar, lalu hal yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya terjadi. Sambil memegang kakiku, ternyata Ayah mengarahkan wajahnya ke selangkanganku dan menjilati belahan vaginaku. Kenikmatan permainan lidah Ayah di belahan Vaginaku tidak bisa aku lukiskan, ingin rasanya aku bereaksi atas aksi yang Ayah berikan, tetapi aku takut Ayah tahu bahwa aku hanya pura-pura tidur.
Tidak berapa lama permainan itu dilakukan Ayah terhadap vaginaku, tiba-tiba Ayah melepaskan kakiku dan membiarkannya terjuntai di sisi tempat tidur. Dalam kepura-puraanku tertidur, aku tidak mengetahui apa yang akan Ayah lakukan selanjutnya terhadapku. Dalam tenang, aku kembali merilekskan tubuhku dan hasratku yang telah terangsang oleh permainan lidah Ayah. Dalam saat itu, aku masih berpikir, apakah Ayah akan menyetubuhiku yang sedang tertidur.? Belum sempat lama pertanyaan itu mengawang dipikiranku, tiba-tiba Ayah mengangkat tubuhku kembali ke tengah tempat tidur. Dalam posisi terlentang, tiba-tiba ku rasakan kedua pahaku kembali terbuka. Dan ternyata tubuh Ayah sudah duduk diantara selangkanganku yang terbuka.
Sesaat kemudian, ku rasakan tubuh Ayah mulai menindih di atas tubuhku, dan ku rasakan nafas Ayah dileherku. Dalam harap cemas, tiba-tiba Ayah berbisik di telingaku…
“Linda! kamu tidak perlu pura-pura tidur… Ayah tahu kamu memang menginginkan Ayah melakukan ini terhadapmu kan? Sekarang buka matamu, dan nikmati sensasinya….”
Aku terkejut dan malu dengan bisikan Ayah tersebut, aku membuka tubuhku dan ku lihat sosok Ayahku yang sudah tanpa sehelai pakaian pun telah menguasai ruang gerakku. Ayah mencoba melepaskan baju yang masuk menutupi bagian atas tubuhku, dengan sedikit pergerakan, pakaian itu telah terlepas.
“Lepaskan Bra-mu, Sayang!” kata Ayah kembali berbisik di hadapanku. Dalam hasrat yang telah terbakar, aku sama sekali tidak membantah perintah Ayah. Aku sudah lepas kendali, tidak lagi memperdulikan bahwa ia adalah Ayah kandungku, seperti halnya juga Ayah yang juga tidak lagi perduli bahwa wanita yang ada di dalam pelukannya adalah buah dari cintanya dengan Ibuku. Dengan lepasnya Bra, maka tidak ada lagi sehelai kain pun yang membatasi antara aku dan Ayah.
Malam itu, di dalam kamarku, untuk pertama kali aku bercinta dengan laki-laki, malam itu di dalam kamarku, pertama kali ku rasakan indahnya melayang dalam kenikmatan bercinta, sensasi birahi yang luar biasa dari setiap gesekan batang penis Ayah di dinding lobang vaginaku. Kenikmatan yang jauh lebih indah daripada masturbasi, kenikmatan yang mampu mebuatku lupa segalanya, terutama lupa bahwa lelaki yang menyetubuhiku adalah sosok yang biasa ku panggil Ayah.
Penis besar Ayah terus keluar masuk memberi gesekan yang sangat nikmat, sementara payudaraku terus di jilat, dikenyot dan diremas-remas membuatku merasa terbuai dalam alam keindahan birahi yang memuncak, sampai akhirnya ku rasakan kehangatan mengisi rongga vaginaku dan diiringi oleh desah panjang Ayahku saat ia mengakhiri persenggamaan malam itu. Ayah melepaskan penisnya dari lobang vaginaku yang diiringi oleh keluarnya cairan sperma yang mengalir keluar dari belahan vaginaku bercampur dengan darah segar keperawanan.
**********
Itulah Awal dari perjalanan cintaku dengan Ayah yang terus terjadi sejak aku lulus SD dan akhirnya berbuah kehamilan pada saat aku kelas 3 SMP. Untuk menyembunyikan rasa malu, Ayah memberikan jamu untuk mengugurkan kandunganku.
Hal itu ternyata diketahui oleh salah seorang tetanggaku yang melaporkan Ayah ke pihak berwajib. Ayah akhirnya dimasukkan ke penjara, sedangkan aku harus meninggalkan desa karena malu. Aku merantau ke Jakarta tanpa arah dan tujuan, berharap dapat pekerjaan untuk sekedar bertahan hidup. Tapi ternyata, di Jakarta aku harus kembali bekerja sebagai seorang pelayan birahi pada sebuah keluarga kaya berkebangsaan Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar