Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di
Surabaya di sana aku tinggal di rumah Pamanku. Aku tinggal di sana karena paman
dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah belum juga punya anak, jadi kata mereka
biar suasana rumahnya bertambah ramai dengan kehadiranku. Rumah pamanku sangat
luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan tenisnya, maklum
pamanku adalah seorang pengusaha yang kaya. Selain bibiku dan pamanku, di sana
juga ada 3 orang pembantu 2 cewek dan 1 cowok. Bibiku umurnya 31 tahun tapi
masih cantik dan bodinya seperti gitar spanyol, wajahnya mirip Meriam Belina.
Dan ke-2 pembantu cewek tersebut yang satu janda dan yang 1 sudah bersuami,
sedang yang cowok berumur 20 tahun. Suatu hari ketika kuliahku sedang libur,
paman dan bibiku sedang keluar kota, pintu kamarku diketuk oleh Trisni si janda
tsb, "Den Eric itu ada kiriman paket dari Jakarta". Lalu aku keluar
dan menerima paket tsb. Karena tertarik kubuka isinya ternyata isinya alat-alat
seks ada pen†s dari karet, ada oil pelumas dan juga ada 5 VCD. Waktu kubuka
paket tersebut Trisni ada di sebelahku dan wajahnya memerah begitu tahu isinya.
"Wah ternyata Jeng Rini hot juga ya Den", celetuknya Rini adalah nama
bibiku. "Entahlah mungkin aja paman udah loyo..., tapi gimana kalau nanti
malam kita. setel VCD ini mumpung yang punya lagi pergi..", kataku sambil
mengamati wajahnya yang manis. "Itu film apaan sih". "Entahlah
tapi nanti kita nontonnya berdua aja biar nggak dilaporkan ke paman ok"
Malamnya jam 21.00 setelah semua tidur Trisni ke ruang tengah, dia memakai
pakaian tidur yang tipis sehingga kelihatan CD dan BH-nya. "Eh, apa semua
sudah tidur", tanyaku. "Sudah Den", jawabnya. Lalu aku mulai
menyetel itu film dan ternyata itu film pribadi bibiku, waktu itu Bibi dan
paman sedang bercumbu dengan alat-alat seks tersebut, pen†s karet yang panjang
itu menancap di vag†na Bibi dan pen†s paman diisap oleh Bibi tapi anehnya pen†s
paman tetap kecil. "Eh kok yang main film Jeng Rini dan Den Budi?",
gumannya setengah bertanya padaku. "Wah kelihatanya paman itu impoten masa
diisep begitu nggak berdiri", sahutku sambil aku mengeluarkan pen†sku.
"Nih wong aku yang lihat aja langsung berdiri kok". "Ih, Aden
jorok ah", sahut Trisni ketika pen†sku aku dekatkan ke wajahnya. Aku berusaha
memasukkan pen†sku ke mulutnya dan dia hanya mau menciuminya mula-mula di
sekitar batangnya lalu dia mulai menjilati kedua telurku, wah geli sekali dan
dia mulai mengisap pen†sku pelan-pelan, ketika asyik-asyiknya tiba-tiba Erni
pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah dan dia terkejut ketika melihat
adegan kami. Kami berdua jadi berhenti sebentar, "Erni kamu jangan lapor
ke Paman atau Bibi ya awas kalau lapor", ancamku. "Iya Den",
jawabnya sambil matanya melirik pen†sku yang masih berdiri tegak. "Kamu di
sini aja lihat film itu", sahutkku. Dia diam saja. Lalu tanganku melucuti
semua baju Trisni dan dia diam saja. Kemudian dia kurebahkan di sofa panjang
dan aku mulai menjilati vag†nanya, ternyata vag†nanya sudah sangat basah.
"Den..., oh den nikmat..", rintihnya, aku melirik Erni dia dadanya
naik turun melihat adegan kami. Setelah Trisni puas, lalu aku berdiri dan
kumasukkan pen†sku pelan-pelan. "Bles..", amblas semua batangku dan
Trisni berteriak kenikmatan. Kupompa pelan-pelan vag†nanya sambil menikmatinya,
licin sekali rasanya. "Sini daripada bengong aja mendingan kamu ikut...,
ayo sini", kataku pada Erni. Lalu dengan malu Erni menghampiri kami
berdua. Aku ganti posisi Trisni kusuruh nungging dan kugarap dia dari belakang
sehingga ke dua tanganku bergerilya di tubuh Erni. Ketika sampai di CD-nya
ternyata CD-nya sudah basah semua. Aku ciumi mulutnya, lalu aku isap putingnya.
Dia kelihatan sudah sangat terangsang. Aku menyuruhnya melepaskan semua pakaian
yang di kenakan. Saat itu aku merasakan pen†sku tersiram oleh cairan hangat.
Oh, dia sudah orgasme pikirku dan gerakan Trisnipun melemah. Lalu kucabut
pen†sku dan kumasukkan pelan-pelan ke vag†na Erni dan ternyata lebih nikmat
punya Erni, lebih sempit lubangnya. Mungkin karena jarang bersetubuh dengan
suaminya pikirku. Setelah masuk semua aku baru merasakan bahwa vag†na Erni itu
bisa menyedot dan mengisap, seperti diremas-remas rasanya pen†sku. "Uh
nikmat banget sih kamu apain itu tempemu heh", kataku dan Erni cuma
tersenyum, lalu kupompa dengan lebih semangat. "Den ayo den lebih cepat
nih", dan kelihatan bahwa Ernipun mencapai klimaks. "Ih..., ih...,
ih..., hmm.." rintihnya. Lalu kudiamkan dulu pen†sku biar meraskan remasan
vag†na Erni, lalu kucabut dan Trisni langsung mendekat dan dikocoknya pen†sku
dengan tangannya sambil diisap ujungnya, dan ganti Erni yang melakukannya.
Kedua cewek tersebut jongkok di depankku dan aku merasakan sudah mau keluar.
"Aku nggak tahan lagi nih...", lalu Erni mengocok dengan cepat dan,
"Crooot..., crooot..., crooot..., crooot", keluar semua maniku empat
kali semprotan dan kelihatannya dibagi rata oleh Erni dan Trisni. Akupun
terkulai lemas. Selama sebulan lebih aku bergantian menyetubuhi mereka,
kadang-kadang kami melakukannya bertiga. Dan pada hari itu paman memanggilku.
"Ric paman mau ke Singapore ada keperluan kurang lebih 2 minggu kamu di
rumah saja nemanin Bibi kamu ya", kata pamanku. "Iya deh aku nggak
akan dolan-dolan", jawabku. Bibi tersenyum padaku kelihatan senyumnya itu
menyembunyikan sesuatu pikirku. Akupun sebenarnya ingin merasakan tubuh bibiku
tapi karena tidak ada kesempatan selama ini aku tahan saja. Akhirnya aku punya
kesempatan nih pikirku. Malam harinya selesai makan malam dengan Bibi, aku
nonton Seputar Indonesia di ruang tengah dan Bibi menghampiriku dia berkata,
"Ric, waktu aku pergi sebulan yang lalu apa kamu nggak dapat paket?".
"Eh anu, aku nggak dapat kok", jawabku dengan gugup. "Kamu
bohong..., ini buktinya", sambil dia menunjukkan pen†s karet tsb. Ternyata
pen†s karet tersebut sudah jatuh ke tangan bibi, karena barang tersebut
sebetulnya di minta oleh Trisni. "Anu kok Bi, waktu itu memang aku terima
tapi". "Sudah kamu itu memang suka bohong ya lalu mana
VCD-nya?". "Aku simpan kok Bi buat aku setel jika aku kepingin, habis
Bibi hot banget sih di film itu", jawabku. "Dasar anak kurang
ajar", wajahnya langsung memerah. "Kan Bibi saja belum lihat itu
film, ayo kamu ke kamar ambil itu VCD" suruhnya, lalu aku ke kamar untuk
mengambilnya. "Ini Bi, tapi jika Eric pinjam lagi boleh kan Bi",
kataku. "Kamu jika ingin lihat lagi langsung saja nggak usah pakai di film
segala". "Ayo sini ke kamar Bibi nonton langsung saja" jawab
bibi. Akupun langsung masuk ke kamar Bibi dan di kamar itu, "Sebentar aku
mau ganti baju dulu", kata Bibi dan dengan enaknya Bibi telanjang di
depanku. Aku yang sudah ereksi dari tadi langsung aku peluk Bibi dari belakang.
Dan kubelai-belai payudaranya, dia diam saja lalu kupelintir putingnya dan dia
kelihatan sudah mulai terangsang. Aku tahu bahwa puting dan clitoris bibiku
tempat paling suka dicumbui. Aku mengetahui hal tersebut dari film-film bibiku.
Lalu tanganku satunya gerilya di daerah vag†nanya. "Eh Ric nikmat juga
belaian kamu", katanya. Lalu kubalik badan Bibi dan kamipun saling
berciuman. Bibir bibi aku lumat dan.., wow, lidah bibiku menari-nari di mulutku.
Lalu akupun disuruh telanjang oleh bibiku. "Eh gedhe banget barang kamu
Ric?", mungkin bibiku jarang melihat pen†sku yang berdiri tegak, habis
pamanku impoten sih. Lalu dengan posisi 69 kami mulai bercumbu. Setelah puas
langsung aku masukkan pen†sku ke dalam vag†nanya "Bles", masuk semua
batangku dan bibikupun berteriak keenakkan, aku goyang pinggulku, kelihatan
bahwa bibiku hampir mencapai klimaks. Dia bertambah semangat ikut
menggoyangnya, kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah terpejam dan rambutnya
yang panjang tergerai di bawah ranjang dan kulihat dari kaca pinggul bibiku,
aku jadi semakin terangsang dan kamipun keluar bersama-sama. Bibi tersenyum
puas, "Ric jangan kapok lho..., pokoknya seminggu minim 4 kali harus
dengan aku, Trisni dan Erni jangan kamu kasih lagi". "Iya
bi...", jawabku dengan malu-malu. Sejak kejadian malam itu aku semakin
lengket dengan bibiku. hampir tiap malam aku mengulangi lagi perbuatan itu,
apalagi pamanku berada di Singapore selama dua minggu. Selama itu pula aku bermain
dengan bibiku bak pengantin baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar