Rabu, 25 September 2013

yanti kakak iparku yang horni

Aku memasuki rumah Kak Yanti. Dia baru saja bercerai dengan suaminya yang ketahuan selingkuh. Tertangkap basah, ketika kakakku ikut penataran di sebuah hotel. Tanpa sengaja, ketika sama-sama membuka pintu, Kak Yanti melihat dengan jelas, dengan jarah tak sampai dua meter, pintu depan kamarnya, dibuka dan keluarlah Suaminya dengan seorang perempuan. Langsung Kak Yanti menjerit dan teman2nya penataran pun menyaksikan kejadian itu. Suami kak Yanti pun tak bisa berkutik. Permohonan cerai di pengadilan agama pun dikabulkan oleh hakim.
"Ayo masuk jangan bengong," kata Kak Yanti padaku. Aku memasuki rumahnya yang mungil, pemberian ayahnya. Kak Yanti adalah seorang eksekutif muda di sebuah perusahaan Jepang. Mataku langsung tertuju ke pada belahan dasternya yang tak terkancing. Dan... pentil teteknya membayang didasternya yang tipis.
Cepat Kak Yanti mengancing dasternya. Dan aku menyelanya dengan cepat, tanpa sadar.
"Kok di kancing kak? Kan keren, kancingnya lepas begitu?"
Kak Yanti melototkan matanya.
"Bener lo kak. Putih mulus dan aduhaaaaaiii..." kataku pula nakal.
Kuletakkan ranselku di sofa dan aku langsung ke belakang mengambil air dari kulkas. Terasa air dingin melintas di kerongkonganku dengan nikmatnya. Kak Yanti naik ke sebuah tempat tidur kecil dekat ke pintu menuju teras belakang ruah. Di sana ada sebuah novel. Kayaknya Kak Yanti dari tadi membaca buku itu. Dia mengangkat sebelah kakinya, hingga pahanya yang mulus putih pun terbentang. Aku mendekatinya dan duduk di dekat pinggangnya.
"Suami kakak itu bodoh dan tolol...!" kataku ketus.
"Ikh... tahu apa kamu?"
"Kakakku begini cantiknya, dia masih selingkuh juga," kataku memujinya.
"Sudahlah. Nasi sudah jadi bubur. Dulu juga aku tak mau dijodohkan dengannya, tapi ayah memaksa. Ya.. itu jadinya..."
Aku pun mencubit pipi Kak Yanti dengan geram. Usia kami hanya terpaut dua tahun, membuiat kedekatan kami sebelum dia kawin membuat kami sering bercanda. Kak Yanti belas mencubit pipiku. Kuat sekali dan aku kesakitan. Kublas mencubitnya dan dia mengelak. Lalu aku berusaha mendapatkan pipinya. Sampai akhirnya aku menindih tubuhnya. Dan... bukan mencubitnya, kini aku malah mencium bibirnya yang lembut. Lalu aku merebahkan diriku tidur di sisinya.
"Yoyok... nanti kelihatan orang, kita jadi malu nih.." katanya. Aku tersenyum. AKu memeluknya dengan kuat dan menenpelkan bibirku kembali di bibirnya yang pink.
"Semua pintu sudah terkunci."
"Jadi kamu mau apa?"
"Aku mau mencium sepoerti tadi," dan langsung dia kupeluk dan kucium. Kupermainkan lidahku dalam mulutnya.
"Yok... aku takut. Nanti ada orang..." AKu semakin berani. Jika tidak ada orang, berarti bebas, bisik hatiku dan aku sangat bernafsu. Sebenarnya sudah lama aku mengidamkan tubuh kakak iparku yang cantik dan padat berisi serta putih itu.
"Boleh aku mengatakan sesuatu dengan jujur dan tulus," bisikku pula.
"Apaaaa?" Kak Yanti mendesah. Walau usianya sudah 31 tahun dan aku hampir 24 tahun, dia tetap kelihatan seperti masih kelas 3 SMA, manja dan suaranya mendesah.
"Kak.. aku mencintaimu. AKu mau Kak Yanti menjadi pacarku." Kami diam sejenak. Kak Yanti tak menjawab. Dia hanya memejamkan matanya. Kutatapmatanya dan dari sela-sela kelopak mata itu, menetes dua butir air mata membasahi pipinya.
"Apa karena aku janda, lantas kamu ngomong sembarangan, Yok?" desahnya lagi.
"Maaf kan. Bukan. Bukan itu. Sejak kita masih SMA, aku sudah mencintai Kak Yanti. Tapi aku tak berani, mencintai kakak iparku ini. Aku mencintai kak Yanti. Mau ya jadi pacarku?" Aku mengecup bibirnya dengan lembut. Kubelai tembutnya yang pendek. Kutarik tubuhnya mirik ke arahku. Kak Yanti melingkarkan satu tangannya ke leherku. Tangan kiriku sudah berada di tengkuknya dan membelai punggungnya. Sbelah tanganku membelai pantatnya yang padat berisi. Bibir kami masih rapat dan lidah kami sudah menari-nari bersama.
"Kak, aku mencintaimu. Jadilah pacarku..." bisikku ke telinganya. Kak Yanti masih memejamkan matanya. Kutarik daster mini itu ke atas dan tanganku sudah mengelus pantatnya yang masih di balut celana dalamnya. Kontolku sudah menegang dan keras. Terasa olehku aroma nafas Kak Yanti memburu.
"Yok... apa kata orang, kalau kita pacaran. Kita ini kan saudara walaupun Cuma ipar?"
"Kita tak perlu mengumumkannya kepada publik kok, Kak. Cukup kitaberdua saja yang tau."
"Tapi..."
"Sudahlah. Yang penting kita sama-sama mencintai dan cinta itu milik kita berdua saja."
"Kamu sungguh-sungguh, Yok? Bukan menyenangkan hatiku yang baru empat bulan menjanda?"
Kucium langsung bibirnya dan aku memeluknya dengan kuat dan erat.
"Aku sunguh-sungguh kak. Kak tidak tau, kalau semalaman aku menangis, saat kakak akad nikah."
"Kenapa?"
"Aku tak rela Kakak Menikah dengan laki-laki lain. Aku mencintaimu. Sungguh."
Kak Yanti tersenyum. Ditariknya tengkukku dan dia pun merapatkan bibirnya ke bibirku. Kembali kami berciuman.
Sore itu kami tertidur pulas di atas tempat tidur kecil di belakang rumah mungil Kak Yanti. Setelah adzan sekitar pukul 16.00 kami sama-sama terbangun. Kak Yanti tersenyum padaku dan dia bangkit menyiapkan minum teh sore. Kemudian setelah menyikat gigi, kami duduk di teras belangkang rumah yang ditumbuhi tanaman hias.
Diteras itu aku menunjukkan lamaran kerjaku setelah aku lulus jadi arsitektur. Kak Yanti mengamati lamaranku dan dia tersenyum.
"Tak terasa adik iparku sudah jadi seorang arsitektur juga. Hebat."
"Hus... aku bukan adiknya Kak Yanti lagi. Tapi pacar," kataku.
"Tu... kamu aja masih meyebutku kakak."
"Lalu...."
"Kalau di rumah panggil namaku aja dong..."
"Ya..." Kami pu tersenyum. Terasa janggal memanggil nama Yanti, tanpa mendahului kata Kak atau kakak di awal namanya. Akhirnya aku memanggilnya yang, karena di biasa huruf "y" dalam bahasa inggtris dibaca ai. Jadi yang. Dia tersenyum dan dia menciumku dan memelukku. Nampaknya Kak Yanti senanang sekali.
Malam itu, kami makan bukan di meja makan. Tapi di teras belakang rumah. Teras sudah ditata dengan baik oleh Yanti. Sop Tom Yam masakannya membuat selera makanku menjadi enak. Kak Yanti menambahinasiku dan kami makan sembari bercerita banyak hal.
"Kamu juga harus nambah dong yang.." kataku. Dia tersenyum.

"So pasti..."
"Senyummu, membuat aku semakin mencintaimu saja.
Kamu wanita tercantik di dunia," rayuku. Lagi-lagi Yanti tersenyum.
Usai makan, kami masih ngobrol. Besok pagi toh pembantu akan datang pagi sekali dan akan membersihkan semua piring dan dapur dengan rapi. Cerita kami pun sampai ke ranjang. Aku mengetakan, kalau aku sebenarnya menginginkan anak darinya. Dia terkejut. Suatu hal yang tak mungkin dan tak boleh terjadi.
"Kita pacaran aja seumur hidup," katanya.
"Bagaimana aku bisa punya anak, kalau pacaran tanpa...."
"Nanti kamu akan menikah dengan perempuan lain. Tapi kita terus pacaran. Toh orang gak akan ceruiga, kita pacaran," katanya manja.
Diskusi panjang itu akhirnya memutuskan, kalau aku hanya kawin formalitas saja untuk mendapatkan anak satu atau dua orang. Namun kami akan tetap pacaran. Jika akhirnya Kak Yanti juga akan menikah dengan laki-laki lain, juga hanya formalitas saja. Kami pun tersenyum dan menguatkan janji kami.
Nyamuk mulai usil. Sesekali dia mulai menggitku dan dan Kak Yanti. Akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke rumah. Diskusi kecila terjadi lagi. Akhirnya kami putuskan, kalau kami tidur sekamar, di kamarku di lantai bawah. Jika ada sesuatu, ada tamu atau apa saja,. Kak Yanti akan segera bangu dan lari ke lantai atas di kamar tidurnya. Kami pun tertawa atas keputusan kami.
Di kamar, lampu sengaja kami buat remang, berwarna biru kesukaanku. Beberapa bulan lalu, aku sendiri yang mengganti bola lampu kecil itu dari kuning menjadi biru yag sahdu. Kubuka pakaianku tinggal celana dalam saja. Kak Yanti tersenyum melihat celana dalam putihku sedikit mnggelembung.
Aku naik ke atas tempat tidur dan tidur di sisinya. Kupeluk tubuhnya dan kucium bibirnya.
"Kamu buka baju aja yang..." bisikku. Dia tersenyum dan membuka dasternya. Dan.... lebih gila lagi. Dia tak memakai apa-apa di balik dasternya itu. Tubuh mungil, putih mulus itu bugil di hadapanku. Kami pu bersembuyi berdua di balik seilmut menutup dinginnya AC di kamar itu. Walau dinginnya sangat rendah, tapi lebih nyaman berselimut.
"Gak adil, Yok>"
"Kenapa?"
"Aku bugil, tapi kamu masih makai kolor," bisiknya manja. Cepat kulepas kolorku dan aku juga sudah bugil. Kami berpelukan dan bersiuman serta sembari sama-sama mengelus tubuh.
Kontoljku benar-benar mengeras dan kejang. Bulu-bulu halus dan jarang menyentuh di ujung kontolku dari memek Yanti.
"Kamu mau gak, menjilati sekujur tubuhku, Yok?" Tak perlu kujawab dengan kata-kata. Kusibak selimut dan lidahku mulai menjilati tengkuknya, lehernya, telinganya, kemudian tetekya yang ranum dan mengkal. Perutnya, pahanya, sampai kepad jari-jari kakinya. Aku juga menjilati memeknya, bahkan kupermainkan ujung lidahku pada duburnya. Diana menggelinjang dan mendesah-desah.
"Aku tak pernah dijilati seperti ini seumur hidupku. Apalagi duburku, Yok...."
Aku tak menjawab, terus saja kujilati tubuhnya dengan lembut. Rambutku di remasnya denga kuat dan desahnya berganti dengan rintihan halus, saat lidahku berada di dalam memeknya dan aku mengecup-ngecup itilnya. Kuat dijepitnya kepalaku dan aku sampai sudah bvernafas. Rintihannya membuatku semakin bersemangat.
"Yok... cucuk memekku... aku udah gak tahan, katanya. Cepat kulepas jilatanku dan kukangkangkan kedua kakinya. Kedua kakinya sudah berada di bahuku dan aku menusukkan kontolku ke dalam lubang memeknya. Kutekan perlahan, di lubang yang basah dan licin itu.
"Duh....." hanya itu yang keluar dari mulut Yanti kakak iparku, kekasihku itu.
Kami melepaskan kenikmatan kami dan kami pun terkulai lemas. Besok paginya kami terbangunnoleh suara adzan yang mendayu-dayu. Kami bangun dan mandi bersama. Siap-siap aku menghidupkan mesin mobil Kak Yanti dan kami harus pergi berdua . Setelh aku mengantarkannya ke kantornya, aku pergi ke kantor yang menerima lamaran pekerjaanku.
Baru saja aku menyerahkan lamaran pekerjaanku, aku dikejuti oleh suara HP. Kak Yanti.
"Bagaimana lamaranmu, Yok?"
"Sudah aku berikan, Kak. Lusa aku wawancara."
"Cepat ke kantorku dong."
"Ada apa?"
"Pokoknya cepat."
Langsung aku menuju mobil setelah keluar dari kantor tempatku melamar. Aku mempercepat jalannya mobil, karean ada hal penting. Jantungku deg-degan.
Ada apa gerangan Kak Yanti. Segera aku berlari kecil ke lift. Kutekan angka 14. Aku demikian gelisah. Orang-orang pun melirikku, sepertinya aku demikian gelisah. Semua turun di lantai 12. Lantai 13 kosong dan aku langsung dibawa naik ke lantai 14. Pintu lift terbuka dan aku keluar, serta berlari ke ruanmgan kerja Kak Yanti. Semua sepi. Hanya ada beberapa OB. Aku menolak pintu kak Yanti.
"Cepat kunci pintunya," kak Yanti memerintah, seperti ada sesuatu yang ditakutkannya dan dia berdiri dari meja kerjanya yang besar menyongsongku.
Kak Yanti langsung memelukku dan menciumi bibirku. Aku blingsatan.
"Ada apa?" tanyaku heran.
"Aku rindu dan dari tadi aku horny..."
"Lalu...."
"Aku mau kita boleh bersetubuh di sini."
"Kak... Apa sudah gila. Kan ini kantor?"
"Tak ada yang berani macam-macam padaku di sini. Pak direktur sudah pulang. Ayolah...." Kak DIana kembali menciumi bibirku dan mempermainkan lidahnya di dalam rongga mulutku. Aku membalasnya tanpa ragu.
"Kita ke hotel saja atau ke rumah?" pintaku. Kak Yanti tersenyum dan langsung menggamit tasnya dan kami meninggalkan kamar kerjanya. Hari masih pukul 11.00. Kami booking sebuah kamar yang sederhana namun nyaman via HP. Kali ini Kak Yanti yang nyetir mobil. Dia membawa mobil seperti kesetanan.
"Awas Kak, jangan sampai nyenggol atau kesenggol," kataku.
"Iya... iya. Aku udah tak tahan ni. Udah horny banget tau...."
Tanpa Ba-bi-bu, kami langsung memasuki kamar. Kunci segera dikunci. Kak Yanti langsung melepaskan semua pakaiannya.
"Ayo, pakaianmu di lepas. Kok bengong..." bentaknya. Aku melepas pakaianku. Setelah berdua bugil, Kak Yanti menyerbuku dan langsung memelukku dan menicumi leherku dan bibirku. Kami kehilangan keseimbangan dan kami berdua terjadi di karpet. Kami bergumul dan saling memagut.
Kak Yanti membalikkan tubuhku. Kini aku sudah dia tindih. Kemudian dia membalikkan tubuhnya lagi, hinga wajahnya menghadap kontolku dan memeknya persis di mulutku. Tinggi kami tidak terpaut jauh, hingga dalam posisi 69 itu kami benar-benar nyaman. Dengan buas Kak Yanti menjilati kontolku.
"Ayo dong Yok. Memek kakak jangan dibiarin aja. JIlatin dong..."
Aku mulau menjilati memek Kak Yanti. Klentitnya yang gurih berwarna pink membuatku semakin bernafsu. Kak Yanti terus menerus mendewsah dan menceracau.
Aku sudah tak tahan dan aku membalikkan tuuhnya dan mengambil posisi biasa. Langsung aku menusuk lubang memeknya dengan bulu jembut yang tercukup licin.
"Waaaawwwww......" Kak Yanti histeris kecil. Dia langsung menarik tengkukku dan mengarahkan mulutku untuk mengisap teteknya. Aku lakukan apa yang diamuinya.
"Duuuhhhh... aku dah dari tadi horny. Aku sudah mau sampek..." jerit kecilnya. Aku terus menusuknya dan menghunjamkan kontolku ke dalam dan jauh lebih ke dalam lagi. Kak Yanti menjerit lagi.
"Tahan sayang. Tahan tusukanmu lebih ke dalam lagiiiiii...." jeritnya. Aku menahan tusukan kontolku dan Kak Yanti memeluku kuat sekali. Digigitnya leherku dan dijilati sekalian. Sebelah tangannya memeluk punggungku dan sebelah mencengkeram rambutku. Kedua kakinya dai jepit erat di pinggangku dan dia menjerit histeris.
"Huuuuu... sampeeeeekkkk...."
Aku terus menekannya dari atas, sampai cengkeraman rambutku melemah dan pelukannya juga melemah. Kucium pipinya dan aku berikan senyuman untuknya.
yang... gimana... udah enakan?"
"Tunggu aku ambil nafas dulu, yank..."
Aku melihat Kak Yanti mengatur nafasnya sembari mengeluskan tangannya ke pipiku.
"Kamu benar-benar hebat, yank..." Dia tidak memanggilku Yok lagi. Akun mengecup keningnya. Kami saling mengelis, sementara kontolku yang tegang masih berada di sembunyi di dalam memeknya.
Perlahan aku menarik-cucuk kontolku ke dalam memeknya. Kak Yanti tersenyum.
"Gak apa-apa kan yank, kalau kamu belakangan orgasme?"
"Gak apa-apa, yang penting Kak Yanti bisa menikmati kepuasan," kataku. Aku mulai memainkan lidahku ke lehernya dan mengisapi serta menggigit kecil pentil teteknya. Tanganku terus mengelusi tubuhnya di bagian sensitifnya. Aku melihat gairah Kak Yanti bangkit lagi. Dia sudah balas memelukku dan ikut menjilati bagian tubuhku dengan lidahnya yang lembut.
Tubuh kami sudah dilelehi keringat. Sesekali terasa keasinan tubuh Kak Yanti dalam jilatanku, juga sebaliknya. Kami tak peduli. Akuma tubuh kami pun memencarkan aroma khas. Aroma itu justru membuat kami lebih bergairah lagi dan kami semakin sama-sama beringas.
Kak Yanti membalikkan tubuhku. Kini dia sudah berada di atas tubuhku. Dia mulai memimpin hubungan seks kami. Dia tekan kuat-kuat pantatnya di atas tubuhku, hingga aku merasakan ujung kontolku benar-benar sudah kandas jauh ke ujung dalam di bagian memeknya. Kak Yanti memutar mutar pantatnya kekanan dan ke kiri. Kontolku terasa di putar-putar dan diremas-remas.
Aku tak tinggal diam. Aku meremas-remas tetek Kak Yanti yang menggelantung putih bersih dan indah. Kulihat maranya merem, menikmati keindahan dan nikmatnya seks kami.
"Yank... kontolmu keras sekali, aku suka, Yoooookkkk....."
Tiba-tiba Kak Yanti menarik tanganku dan membuatku duduk di atas tempat tidur. Kedua kakiku lurus menjuntai ke lantai, sementara Kak Yanti masih berada dalam pangkuanku. Dia meluai memelukku dengan kuat dan menjilati leherku. Dadanya demikian rapat menggesek-gesek dadaku. Aku tak mampu lagi rasanya menahan spermaku.
Aku memeluknya dengan kuat sekali dan Kak Yanti juga memelukku dengan kuat. Kami saling merangkul dan masi-masingh mendesah.
"Yaaaaank.... oh...." Kak Diana terus meliuk-liukkan tubuhnya dan aku terus juga memeluk tubuhnya dan menjilati lehernya.
"yangg... aku sampeeeekkkk....." teriakku sembari melepaskan smprotan spermaku. Dia makin kuat memelukku dan menjerit histeri kecil.
"Yaaaannnnkkkkk.... duuuuhhhh... gusstiiii..... enak yannnkkk..."
Crot. Untuk kedua kalinya aku melepaskan spermaku ke dalam rahimnya. Kak Yanti kembali histeris dan kembali mencengkeram rambyutku dan leherku di gigitnya. Aku memeluknya kuat dan terlepas pula tembakan spermaku untuk ke tiga kalinya. Terasa lebih banyak dari yang pertama dan kedua. Kak Yanti menjerit.
"Keluarkan yang banyak yaaaannnnnkkk...."
Crooooottt... keluar lagi spermaku yang ke empat kalinya dan yang terakhir dan aku puin memeluknya sangat kuat. Kak Yanti menjerit lagi sembari memeukul punggungkku kuat. Aku tak merasa sakit atas pukulannya.
Aku mendengarkan desahan nafas Kak Yanti, sembari mengulum cuping telingaku. Lidahnya terus menjilati leherku dengan desah nafasnya yang kuat.
"Terima kasih yaaannnkkkk.... Aku puaaaaassss..."
"Terima kasih juga sayang. Aku juga puas...." balasku dan kami terkulai di atas tempat tidur. Kutarik selimut agar kami hangat dalam selimut, tak masuk angin di terpa AC.
Kami bangun setelag pukul 15. Kami tersenyum dan kami mandi ke kamar mandi dengan shower air panas. Sekujur tubuh kami guyur dan kami kembali segar.
"Kitacepat pulang kataku."
"Kita lanjutkan di rumah ya?"
Duh... gila banget, pikirku. Pantas suaminya cari perempuan lain, karean kakak iparku yang satu ini memang binal dan buas. Tapi asyik juga karena dia memang agresif bias mengendalikan sendiri ,untuk soal sex dia memang wanita yang termasuk hiver sex,kelihatan dari kulitnya yang di tumbuhi bilu-bulu halus,oh kak yanti kamu memang kakak iparku yang bergairah.
TAMAT ...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar