abg abg ini bikin mengkel aja,pengen rasanya tuk.........
padahal masi smu loh... tapi udah ok.....
Jumat, 09 November 2012
kakak iparku ratna
Aku sungguh tak percaya
perselingkuhan ini bisa terjadi antara aku, sebut saja Toni (24 tahun) dengan
kakak iparku yang bernama mbak Ratna (30 tahun). Kisah ini terjadi dua tahun
yang lalu ketika Mas Iwan (40 tahun) mengalami kecelakaan kerja dan koma selama
3 bulan di rumah sakit. Dia memang bekerja sebagai pengawas bangunan di sebuah
proyek pembangunan gedung bertingkat. Untuk membantu Mbak Ratna akhirnya aku
selaku adiknya langsung ke Surabaya, karena memang mereka sudah menetap disana.
Kedatanganku cukup membantu karena di Surabaya mereka tidak memiliki saudara,
semua saudaranya termasuk aku tinggal di Kota Malang. Mbak Ratna sendiri hanya
Ibu rumah tangga biasa dengan 1 orang anak yang masih kelas 3 SD.
Awalnya aku sempat canggung tinggal bersama kakak iparku itu, namun setelah sebulan bersama kami mulai akrab, aku sering mengajaknya bercanda dengan maksud agar dia bisa bahagia dan tersenyum dalam menghadpi cobaan ini. Usahaku berhasil, dia tidak lagi murung dan perlahan-lahan mulai pulih psikologisnya. Sejak saat itu dia mulai bisa terbuka dan kami tak canggung lagi untuk saling ngobrol. Saat ngobrol santai itulah Mbak Ratna menceritakan hubungan dengan suaminya selama ini setelah itu akupun menceritakan hubunganku dengan pacarku. Dia sempat terkejut saat aku bercerita bahwa aku sering ngentoti pacarku di kamar kos, namun aku santai saja bercerita sehingga dia semakin penasaran. Dia tampak memperhatikan ceritaku dengan serius, sesekali dia bertanya bagaimana ekspresi wajah pacarku saat di entoti maupun saat mencapai orgasme.
Awalnya aku sempat canggung tinggal bersama kakak iparku itu, namun setelah sebulan bersama kami mulai akrab, aku sering mengajaknya bercanda dengan maksud agar dia bisa bahagia dan tersenyum dalam menghadpi cobaan ini. Usahaku berhasil, dia tidak lagi murung dan perlahan-lahan mulai pulih psikologisnya. Sejak saat itu dia mulai bisa terbuka dan kami tak canggung lagi untuk saling ngobrol. Saat ngobrol santai itulah Mbak Ratna menceritakan hubungan dengan suaminya selama ini setelah itu akupun menceritakan hubunganku dengan pacarku. Dia sempat terkejut saat aku bercerita bahwa aku sering ngentoti pacarku di kamar kos, namun aku santai saja bercerita sehingga dia semakin penasaran. Dia tampak memperhatikan ceritaku dengan serius, sesekali dia bertanya bagaimana ekspresi wajah pacarku saat di entoti maupun saat mencapai orgasme.
Karena cerita itulah awal perselingkuhanku dengan Dia terjadi. Setelah aku selesai menceritakan adegan demi adegan aksiku saat ngentoti pacarku dengan berbagai posisi dan gaya kulihat wajah Mbak Ratna tampak memerah, desahan napasnya juga tak teratur, aku tahu dia mulai birahi. Semula aku hanya sekedar iseng aja mengatakan Waahhh... ko diam aja dengar ceritaku..... mbak Ratna terangsang yaa? Dia tampak gugup menjawab pertanyaanku yang mendadak dan jadi salah tingkah. Akupun semakin menggodanya, Sudahlah mbak... kalo terangsang juga ga apa-apa ko, itu alami dan sebaiknya hasrat itu di salurkan.... he...he.... sambil tersenyum aku mengatakan itu. Dasar kamu Ton ada-ada aja, memangnya kamu tau dari mana aku lagi horni, jangan mengarang ah.... jawab mbak Ratna sambil berdiri dan melangkah menuju dapur. Aku segera mengejarnya dan meraih tangannya. Mbak kalau aku bisa membuktikan bahwa mbak Ratna lagi horni mbak mau kasih hadiah aku apa....? Dia tersipu malu dan menjawab...terserah kamu mau minta apa aja boleh.... sambil melepaskan tanganku dia kembali menuju dapur dan mengambil segelas air, tampaknya dia kehausan karena terangsang.
Aku segera mendekatinya dari belakang dan langsung saja kusingkap roknya ke atas dan kuusapkan jari tangan kananku di celana dalamnya, gerakanku sangat cepat sehingga dia tidak sempat menghindar. Setelah itu akupun segera berucap, Maaf mbak, sepertinya aku menemukan bukti yang kuat kalau mbak lagi horni, celana dalam mbak terasa sangat basah. Dia sangat terkejut dan berkata, Ton kamu ko bisa begitu si.... ? Mbak sekarang terbuktikan tebakanku. Sekarang hadiahnya aku mau minta... Dia tampak bingaung dengan pernyataanku, Ya sudah deh Toni, karena kamu sudah tau, sekarang kamu minta apa.?
Inilah kesempatanku untuk bisa ngentoti mbak Ratna, aku segera memeluk dan mencumbuinya. Dia berusaha menolak, Ton kamu mau apa...? Mbak aku ingin ngentot sama kamu sebagai hadiahnya. Gila kamu Ton... aku kan Istri kakak kamu. Sudahlah mbak santai aja... sama saja kok. Saya janji akan buat kamu puas dengan permainaku yang hot. Mbak Ratna diam saja, tampaknya dia semakin terangsang karena sejak dari tadi Memeknya terus ku obok-obok dengan jariku. Diapun hanya pasrah saja ketika aku melucuti semua pakaiannya sehingga dalam sesaat kami sudah sama-sama bugil. Setelah itu aku langsung mengambil posisi jongkok di belakang pantatnya, dia yang kuminta menungging sambil berpegangan pada meja dapur. Dengan penuh semanat aku langsung memainkan lidahku di mulut memeknya. Itil miliknya yang tegang dan basah terus kujilati dengan sesekali kusedot bagian lubang memeknya.
Permainanku ini membuat Dia sangat terangsang sehingga dia mencapai orgasme Cret... Cretzzz cairan putih dan hangat keluar dari memeknya dan mengalir membasahi jembutnya yang hitam dan lebat. Setelah itu giliran dia yang kuminta jongkok di depanku lalu kuminta mengulum kontolku yang tegak berdiri. Dengan penuh semangat Mbak Ratna mengulum senjataku Slep...slep.... rasanya sungguh nikmat dan aku semakin tidak tahan untuk segera ngentiti dia. Segera kuminta dia kembali berdiri, namun saat akan kumasukkan kontolku ke memeknya dia menahanku. Jangan disini Ton, nggak nyaman... kita ke kamar aja yuk. Akhirnya kami melangkah kekamar sambil tanganku terus meremas pantatnya yang bahenol itu.
Di atas kasur dia langsung melentangkan tubuhnya yang putih itu. Mbak Ratna tergolong wanita ToGe alias Toket Gede, karena ukuran nya memang suoer jumbu bahkan lima jariku saja tak cukup untuk meremasnya secara penuh. Mungkin ukurannya sekitar 36 C bahkan mungkin lebih. Setelah puas memandanginya aku segera menindihnya dari samping, kemudian sedikit kucumbui agar kami jadi hot, sesaat kemudian langsung kuentoti dia dengan posisi nungging. Tanpa kesulitan kontolku melesat masuk ke memeknya, Blezzzz...... Slep.... dan langsung kugoyang dengan tempo cepat. Clup......Slep.....Slepppp....Cluppp... Ahhh...ah.... Ohhh rasanya sungguh nikmat. Dari kaca besar yang ada di meja rias kulihat Toket mbak Ratna berayn-ayun seperti balon yang di isi air dan di goyang-goyang selain iti kulihat dia juga mendesah dan merintih. Saat itu memang aku sengaja mengarahkan wajahnya menghadap ke cermin rias.
Dalam posisi nungging itu mbak Ratna kembali orgasme, dia meminta berhenti untuk istirahat, namun aku menolaknya, aku hanya membalikkan badanya dengan posisi terlentang. Setelah itu aku langsung kembali mengentotnya sambil kedua kakinya kutekuk kearah perutnya sehinga menempel di puting susunya yang besaer dan berwarna coklat. Dengan posisi itu aku sangat bersemangat karena aku bisa menyaksikan kontolku yang perkasa menerjang dengan semangat memek mbak Ratna yang empuk iti. Clep.... Clepp.... Plakk.... Plakkk ....clepp......clepp, suara tabrakan antara pankal pahaku dengan pantatnya dan cuara yang keluar dari memek saling bersahutan sehingga sangat asik terdengar, mbak Ratna kembali terangsang dengan rintihan dan desahan yang semakin keras Akkkh....ahhh....ohhh Ton Kontolmu enak sekali...... akupun semakin bersemangat mendengar rintihan itu dan akhirnya kami sama-sama mengalami orgasme...Oh..... sayang...... Ahhh...ahhh.... memek kamu benar-benar mantap.... Crotttt.....crot... air maniku mengalir deras membanjiri memek mbak Ratna.
Permainan birahi yang dahsyat itu membuat tubuh kami sangat lemas dah lelah sehingga kami tertidur sampai sore hari. Dan sejak saat itu aku sering ngentoti mbak Ratna dengan berbagai macam variasi gaya. dia sangat bersemangat aku entoti dengan gaya yang baru dan belum pernah dia coba sehingga hubunganku dengan dia semakin hot. Hubunganku terus berlanjut sampai akhirnya mas Iwan sadar dari koma dan di ijinkan pulang dari rumah sakit. Walaupun mas Iwan sudah di rumah tapi kami masih tetap ngentot bila ada kesempatan dan mbak ratna tidak pernah menolak. Namun setelah mas Iwan pulih dan dapat kembali bekerja aku kembali pulang le kota Malang dan meninggalkan kenangan indah itu.
Untuk mengobati rasa rinduku pada permainan mbak Ratna, sebulan sekali aku berkunjung ke Surabaya untuk menyalurkan hasratku. Hingga sekarang hubungan ini terus berlanjut. Mas Iwan maafkan atas perbuatan adikmu yang kurang ajar ini....
yanti cewek sexy
sudah tiga minggu kami saling
berbagi kebutuhan biologis. Yanti adalah wanita berusia 25 tahun dengan tinggi
160 cm, dan dengan dada yang amat besar 36B ukurannya, kulit putih, dengan
wajah mirip wanita bangsawan.
Hubungan kami berawal pada sebuah pesta pertunangan rekan bisnis saya, aku kenalan dengannya dan menjadi akrab dengannya bahkan aku menawarkan untuk pulang bersama karena dia bosan untuk berada disana karena dia telah ditinggal oleh temannya. Yanti pun naik ke mobilku, dia tidak keberatan dengan itu, malam itu suhunya terasa amat dingin, walaupun AC sudahku matikan tapi masih terasa dingin aku juga tidak mengerti mengapa bisa terjadi seperti itu, akhirnya aku pinjami jasku untuk menutupi tubuhnya yang hanya memakai gaun putih itu. Bagiku Yanti malam itu terlihat sexy dengan gaun yang dipakainya, dia memakai gaun putih tanpa lengan, dan bra hitam yang menunjukkan kemolekan tubuhnya. Dan rambut panjangnya yang terawat dibiarkan tergerai dengan bebasnya.
Karena perutku masih terasa lapar, tadi aku cuma makan sedikit karena keasyikan ngobrol dan menikmati tubuhnya yang sexy dan bahenol itu, kuajak dia makan di sebuah restoran tapi dia menolak karena dia dirumah telah masak, jadi aku diminta untuk makan ditempatnya saja, dalam hati, ini cewek baik banget selain dia sexy dan bahenol tapi juga baik hati, setelah aku berpikir lama akhirnya aku setuju.
Singkat cerita kami sampai di rumah kontrakannya dan makanlah aku disana, selesai makan aku membereskannya, lalu dia mengajakku kekamarnya untuk menemaninya malam itu, padahal aku ingin pulang karena jam sudah menunjukkan jam 00.30. Aku mencoba untuk menolak tapi karena dia terus memohon untuk menemaninya, dan akhirnya aku pun mengiyakannya karena aku juga tidak tega kalau dia terlalu memohon kepadaku.
Kamarnya terlihat rapi dan bersih semuanya tertata rapih sekali, ya, maklum kamar cewek. Dia mengontrak untuk berempat dan teman-temanya kebetulan saat itu lagi pada keluar, maklum saat itu adalah malam minggu. Singkat cerita, dia bercerita padaku bahwa dia baru putus sama pacarnya karena cowoknya kepergok telah berbuat perselingkuhan dibelakang dia. Diapun menangis mengenang masa lalu yang teramat indah bersama sang pacar dan sekarang hanyalah tinggal kemalangan belaka dan aku coba untuk memberanikan diriku untuk memeluknya dan menenangkannya, Yanti tak menolaknya.
Setelah agak tenang, kubisikan dia bahwa malam ini kamu kelihatan cantik sekali. Yanti tersenyum dan menatapku sangat dalam, lalu aku cium bibirnya yang hangat itu dan dia membalas ciumanku dengan sangat ganasnya, lalu tangannya mulai mencari dimana adik kecikku bersembunyi. Akhirnya dia mendapatkannya dan meremas dengan lembutnya.
Kamipun berciuman dengan sangat ganasnya lalu aku mulai mencium lehernya, Yantipun mendesah,
"Aaahh geli Don aahh."
Mendengar itu aku semakin bernafsu, aku pun mulai meremas-remas payudaranya dari luar branya yang montok itu. Yanti mendesah lagi,
"Aaahh enak Don terus Don terus sstt."
Dan dia pun menjambak rambutku. Setelah beberapa lama aku meremas payudaranya, dia mendesah dan terus berkicau, dengan permainan yang aku buat itu. Aku pun mulai melucuti gaun yang dia masih pakai, yang tersisa hanya tinggal Branya dan CD beranda merah muda, kemudian branya pun aku lepas, tampaklah jelas gunung kembar yang sangat menantang birahiku dan punting merah-kecoklatan cerah yang sudah mengeras. Kuremas payudaranya dan kuhisap puntingnya dan kugigit kecil dengan gigiku, Yanti hanya memejamkan mata sambil menikmati hisapanku itu. Aku gigit-gigit puntingnya dan dia pun mengerang dan menggelinjang keasikan,
"Don enak Don, teruss Don, hisap terus aahh sstt"
Kemudian aku lanjutkan dengan menciumi perutnya kemudian aku copot CD yang masih melekat pada dirinya. WOw ternyata jembutnya tidak terlalu lembat dan rapi, rambut disekitar bibir kemaluannya bersih. Dan vaginanya tampak kencang dengan clitoris yang cukup besar dan tampak basah.
"Kamu rajin mencukur yaa," tanyaku, dengan wajah memerah dia mengiyakan, sebab kata teman-temannya demi kesehatan vagina, dan tidak bau.
Kupangku dia dan mulai menciuminya lagi, dan sapuan lidahku mulai menjalar dari payudara kemudian puntingnya, kugigit kecil dengan gigiku, Yanti menggelinjang keasikkan dan mendesah-desah merasakan rangsangan kenikmatan,
"Ssstt terus Don sstt."
Tangan kananku mulai memainkan clitorisnya yang sudah banjir, kemudian kujilati klitotisnya dengan lidahku perlahan-lahan, desahan dan lenguhan makin sering kudengar. Seirama dengan sapuan lidahku klitorisnya, Yanti semakin terangsang, dia bahkan menjabak rambutku dan menekan kepalaku di klitorisnya,
"Don, enak.. Banget.. Enak.. Don, aahh.. Don terus Don jilat terus sampai dalam Don aahh.."
Desahannya dan lenguhannya membuat aku bertambah nafsu untuk melancarkan yang lebih gila dari sebelumnya dan seketika itu juga badannya mulai mengejang dan
"Don.. Yanti.. mau.. Keeluaar aa.. Aaahh" dan terasa sekali derasnya cairan yang mengalir dari vaginanya yang terasa asam-asam pahit tapi nikmat kemudian langsung aku jilat sampai habis dan tak tersisa. Yanti kemudian berdiri.
"Sekarang giliranku," katanya.
Celanaku langsung dilucutinya dan akupun langsung berbaring diatas kasur yang empuk itu. Salah satu tangannya memegang penisku dan yang lain memegang buah zakarku, di mengelusnya dengan lembut.
"Mmmhh enak juga yaa penis kamu," ceretus dia.
"Aaahh enak Yan" desahku.
Yanti mulai menciumi penisku dan mengelus buah zakarku, dan mengemutnya dan mengocoknya dengan mulutnya yang sangat imut itu. Terasa jutaan arus listrik mengalir ke tubuhku,
"Gila ini cewek pinter sekali sedotan dan kocokannya benar-benar nikmat banget," dalam batinku. Kupegang kepalanya, kuikuti naik turunnya, sesekali kutekan kepalanya saat turun. Sesaat kemudian dia berhenti.
"Don penis kamu lumayan besar dan panjang yach, keras lagi, aku semakin terangsang nich."
Aku hanya tersenyum, lalu kuajak dia main 69, ternyata dia mau. Vaginanya yang banjir itu tepat diwajahku, merah dan kencang, sedang Yanti sudah mengocok penisku. Aku semakin bernafsu untuk memainkan vaginanya yang semakin menantang aja, tercium wangi yang khas pada sekitar vaginanya yang sangat aku sukai sekali pada wanita, dan clitorisnya sampai memerah dan kuhisap yang sudah keluar untuk kedua kalinya.
Tiba-tiba aku kaget ketika aku melihat ke arah pintu yang tidak begitu rapat ditutupnya dan aku semakin kaget ketika ternyata teman-temannya sudah melihat semua permainan yang sedang kami lakukan. Salah satu dari dia celetuk,
"Yan main kok tidak ngajak-ngajak sih kita kan juga mau,"
Dan ternyata setelah aku ketahui namanya Yeni (24), tampa disangka mereka langsung membuka baju dan celana mereka dan seketika itu pula mereka sudah keadaan bugil. Aku semakin kelabakan karena diserang dari berbagai arah. Aku mulai memasukkan penisku ke vagina Yanti, walaupun pertama kali terasa sempit sekali jadi aku agak kesulitan memasukannya dan setelah beberapa lama aku berusaha, akhirnya aku dapat masuk setengah dan Yanti menjerit menahan sakit yang tiada tara. Tanpa aku duga ternyata ada sedikit darah mengalir di sekitar vaginanya, ternyata dia masih perawan batinku. Yanti makin mengejang sambil mendesis seperti ular, sedangkan Yeni yang tidak kalah montok dan juga payuadarannya paling besar dari pada Yanti.
Yanti pun memainkan puntingnya Dewi(24, 38), sedangkan Ati (25, 36b) memainkan vaginanya Dewi. Mereka saling mendesah membuat suasana semakin panas saja. Aku sendiri semakin cepat memainkan penisku, desahan Yanti pun semakin kencang saja bersamaan dengan kecepatan goyanganku yang semakin cepat dan Yanti semakin menikmati permainanku dan dia pun semakin mengimbangi permainanku.
"Aaahh enak Don, terus Don, lebih dalam lagi Don," celotehnya aku semakin cepat dan ketika itu juga badan dia mulai mengejang bertanda dia mau orgasme. Tidak berapa lama dia,
"Don aku ingiin keluar" dan ketika itu juga keluarlah cairan yang ketiga kalinya dengan banyak sekali dan Yanti terlihat lemas dan langsung tergeletak disampingku, tapi penisku masih tegak bagaikan mau menantang kenikmatan.
Yeni pun langsung mengambil penisku yang masih tegak itu ke dalam vaginanya ternyata sama sempitnya dengan Yanti, aku sedikit kaget karena ada sedikit darah mengalir dari vaginanya dan ternyata Yeni pun masih perawan juga batinku, perlahan kugoyang penisku, maju mundur, dan semakin keras aku mengenjotnya dan jeritanya panjang dan seketika itu juga badannya mulai mengejang yang berarti dia mau orgasme, aku pun semakin mempercepat gerakan penisku dan Yeni pun menjerit panjang,
"Don.. Aku keeluuar aahh" dan seketika itu pula dia roboh disampingku sedangkan aku masih belum sampai puncaknya.
Aku raih tangannya Dewi dan langsung aku mainkan vaginanya dengan lidahku dan terus aku mainkan sampai diapun mendesah dengan keras. Sedangkan Ati memainkan puyudara Dewi yang sudah mengeras. Aku pun mulai memasukkan penisku ke vagina Dewi yang ternyata sempit juga tapi untung vaginanya sudah basah jadi tidak terlalu sulit. Dan ketika baru masuk setengah ada darah yang mengalir pada vaginanya dalam batin ternyata semuanya masih pada perawan dalam batinku, perlahan kugoyang penisku maju mundur membentuk angka 8, rintihan kesakitan berubah menjadi desahan kenikmatan.
Sedangkan Ati menjilati payudara Dewi dengan nafsunya dan sekali-kali Ati mencium bibirku dengan garangnya, saat kau berada diatas Dewi, kujilati payudaranya yang memerah dan Dewi tidak bisa menjerit karena bibirnya sudah disumpel dengan mulutnya Ati yang dari tadi sudah mencium bibirnya Dewi dengan garang dan kelihatan sudah bernafsu itu.
Aku mulai menekannya dengan nafsu dan tentunya dann tentunya penisku masih ada didalam vaginanya Dewi yang sangat nikmat itu.
"Ooohh nikmat sekali rasanya", dia menjerit "Ssshh", seperti ular yang sedang mendekati mangsanya. Dan kupercepat lagi goyanganku dan semakin cepat aku mengocoknya semakin keras dia menjerit kenikmatan dan seketika itu juga,
"Aaahh aku mau keeluuarr Don, kau juga ingin keluar, kita keluarin bareng aja yaa, aahh"
Crot.. Crot.. Crot hampir bersamaan, begitu nikmatnya permain malam ini dan akupun langsung tertidur lemas karena sudah bermain dengan tiga wanita sekaligus, setelah 3 jam aku tertidur aku merasakan ada yang mengemut penisku dengan lebutnya dan setelah aku membuka mataku ternyata Ati yang belum mendapatkan jatahnya. Langsung kucium bibirnya denga bernafsu dan dia langung meminta aku untuk memasukkan penisku ke vaginanya yang ternyata sudah banjir dari tadi. Aku mencoba untuk memainkan vaginanya dan tanpa kuduga ternyata Ati telah meraih penisku dan langsung membimbingku memasuki vaginanya.
Disaat menyentuh bibir vaginanya dia mengerang kenikmatan dan akupun langsung memasukkannya dan ternyata sudah tidak begitu sempit dibandingkan dengan tiga temannya dan tanpa banyak hambatan aku mulai menggenjot dengan cepat dan terasa sekali ada yang terasa yang berdenyut-denyut di vaginanya yang berarti menandakan dia mau orgasme dan aku semakin mempercepat goyanganku dan seketika itu pula.
"Aaahh Don, aku mau keeluuaarr sstt"
Keluarlah cairan yang sangat banyak itu dan dia langsung lemas dan ternyata mereka berempat langsung bangun dan langsung memburu aku dengan sangat garangnya, dan saat itu jam 05.30 pagi, kami berlima mandi bareng dan disaat mandipun kami masih sempat bermain walaupun hanya sebentar karena waktunya sudah tidak memungkinkan untuk bermain lama.
"Makasih yaa Don, kamu memang hebat walaupun tubuh kamu tidak gemuk(kurus), tapi stamina kamu kuat sekali, aku jadi ingin sekali mengulangnya."
Tapi aku harus berangkat kerja, setelah kejadian itu aku masih sering bermain dengan mereka kadang aku bermain hanya berdua, kadang berempat, kadang bertiga, kadang juga langsung berlima. Tapi hampir sudah sebulan ini, aku tidak tahu kemana mereka dan tidak pernah ketemu lagi bahkan saat aku ke kontrakannya ternyata dia sudah pindah entah kemana dan aku hubungin lewat HP tak pernah aktif, aku merindukan saat itu.
Hubungan kami berawal pada sebuah pesta pertunangan rekan bisnis saya, aku kenalan dengannya dan menjadi akrab dengannya bahkan aku menawarkan untuk pulang bersama karena dia bosan untuk berada disana karena dia telah ditinggal oleh temannya. Yanti pun naik ke mobilku, dia tidak keberatan dengan itu, malam itu suhunya terasa amat dingin, walaupun AC sudahku matikan tapi masih terasa dingin aku juga tidak mengerti mengapa bisa terjadi seperti itu, akhirnya aku pinjami jasku untuk menutupi tubuhnya yang hanya memakai gaun putih itu. Bagiku Yanti malam itu terlihat sexy dengan gaun yang dipakainya, dia memakai gaun putih tanpa lengan, dan bra hitam yang menunjukkan kemolekan tubuhnya. Dan rambut panjangnya yang terawat dibiarkan tergerai dengan bebasnya.
Karena perutku masih terasa lapar, tadi aku cuma makan sedikit karena keasyikan ngobrol dan menikmati tubuhnya yang sexy dan bahenol itu, kuajak dia makan di sebuah restoran tapi dia menolak karena dia dirumah telah masak, jadi aku diminta untuk makan ditempatnya saja, dalam hati, ini cewek baik banget selain dia sexy dan bahenol tapi juga baik hati, setelah aku berpikir lama akhirnya aku setuju.
Singkat cerita kami sampai di rumah kontrakannya dan makanlah aku disana, selesai makan aku membereskannya, lalu dia mengajakku kekamarnya untuk menemaninya malam itu, padahal aku ingin pulang karena jam sudah menunjukkan jam 00.30. Aku mencoba untuk menolak tapi karena dia terus memohon untuk menemaninya, dan akhirnya aku pun mengiyakannya karena aku juga tidak tega kalau dia terlalu memohon kepadaku.
Kamarnya terlihat rapi dan bersih semuanya tertata rapih sekali, ya, maklum kamar cewek. Dia mengontrak untuk berempat dan teman-temanya kebetulan saat itu lagi pada keluar, maklum saat itu adalah malam minggu. Singkat cerita, dia bercerita padaku bahwa dia baru putus sama pacarnya karena cowoknya kepergok telah berbuat perselingkuhan dibelakang dia. Diapun menangis mengenang masa lalu yang teramat indah bersama sang pacar dan sekarang hanyalah tinggal kemalangan belaka dan aku coba untuk memberanikan diriku untuk memeluknya dan menenangkannya, Yanti tak menolaknya.
Setelah agak tenang, kubisikan dia bahwa malam ini kamu kelihatan cantik sekali. Yanti tersenyum dan menatapku sangat dalam, lalu aku cium bibirnya yang hangat itu dan dia membalas ciumanku dengan sangat ganasnya, lalu tangannya mulai mencari dimana adik kecikku bersembunyi. Akhirnya dia mendapatkannya dan meremas dengan lembutnya.
Kamipun berciuman dengan sangat ganasnya lalu aku mulai mencium lehernya, Yantipun mendesah,
"Aaahh geli Don aahh."
Mendengar itu aku semakin bernafsu, aku pun mulai meremas-remas payudaranya dari luar branya yang montok itu. Yanti mendesah lagi,
"Aaahh enak Don terus Don terus sstt."
Dan dia pun menjambak rambutku. Setelah beberapa lama aku meremas payudaranya, dia mendesah dan terus berkicau, dengan permainan yang aku buat itu. Aku pun mulai melucuti gaun yang dia masih pakai, yang tersisa hanya tinggal Branya dan CD beranda merah muda, kemudian branya pun aku lepas, tampaklah jelas gunung kembar yang sangat menantang birahiku dan punting merah-kecoklatan cerah yang sudah mengeras. Kuremas payudaranya dan kuhisap puntingnya dan kugigit kecil dengan gigiku, Yanti hanya memejamkan mata sambil menikmati hisapanku itu. Aku gigit-gigit puntingnya dan dia pun mengerang dan menggelinjang keasikan,
"Don enak Don, teruss Don, hisap terus aahh sstt"
Kemudian aku lanjutkan dengan menciumi perutnya kemudian aku copot CD yang masih melekat pada dirinya. WOw ternyata jembutnya tidak terlalu lembat dan rapi, rambut disekitar bibir kemaluannya bersih. Dan vaginanya tampak kencang dengan clitoris yang cukup besar dan tampak basah.
"Kamu rajin mencukur yaa," tanyaku, dengan wajah memerah dia mengiyakan, sebab kata teman-temannya demi kesehatan vagina, dan tidak bau.
Kupangku dia dan mulai menciuminya lagi, dan sapuan lidahku mulai menjalar dari payudara kemudian puntingnya, kugigit kecil dengan gigiku, Yanti menggelinjang keasikkan dan mendesah-desah merasakan rangsangan kenikmatan,
"Ssstt terus Don sstt."
Tangan kananku mulai memainkan clitorisnya yang sudah banjir, kemudian kujilati klitotisnya dengan lidahku perlahan-lahan, desahan dan lenguhan makin sering kudengar. Seirama dengan sapuan lidahku klitorisnya, Yanti semakin terangsang, dia bahkan menjabak rambutku dan menekan kepalaku di klitorisnya,
"Don, enak.. Banget.. Enak.. Don, aahh.. Don terus Don jilat terus sampai dalam Don aahh.."
Desahannya dan lenguhannya membuat aku bertambah nafsu untuk melancarkan yang lebih gila dari sebelumnya dan seketika itu juga badannya mulai mengejang dan
"Don.. Yanti.. mau.. Keeluaar aa.. Aaahh" dan terasa sekali derasnya cairan yang mengalir dari vaginanya yang terasa asam-asam pahit tapi nikmat kemudian langsung aku jilat sampai habis dan tak tersisa. Yanti kemudian berdiri.
"Sekarang giliranku," katanya.
Celanaku langsung dilucutinya dan akupun langsung berbaring diatas kasur yang empuk itu. Salah satu tangannya memegang penisku dan yang lain memegang buah zakarku, di mengelusnya dengan lembut.
"Mmmhh enak juga yaa penis kamu," ceretus dia.
"Aaahh enak Yan" desahku.
Yanti mulai menciumi penisku dan mengelus buah zakarku, dan mengemutnya dan mengocoknya dengan mulutnya yang sangat imut itu. Terasa jutaan arus listrik mengalir ke tubuhku,
"Gila ini cewek pinter sekali sedotan dan kocokannya benar-benar nikmat banget," dalam batinku. Kupegang kepalanya, kuikuti naik turunnya, sesekali kutekan kepalanya saat turun. Sesaat kemudian dia berhenti.
"Don penis kamu lumayan besar dan panjang yach, keras lagi, aku semakin terangsang nich."
Aku hanya tersenyum, lalu kuajak dia main 69, ternyata dia mau. Vaginanya yang banjir itu tepat diwajahku, merah dan kencang, sedang Yanti sudah mengocok penisku. Aku semakin bernafsu untuk memainkan vaginanya yang semakin menantang aja, tercium wangi yang khas pada sekitar vaginanya yang sangat aku sukai sekali pada wanita, dan clitorisnya sampai memerah dan kuhisap yang sudah keluar untuk kedua kalinya.
Tiba-tiba aku kaget ketika aku melihat ke arah pintu yang tidak begitu rapat ditutupnya dan aku semakin kaget ketika ternyata teman-temannya sudah melihat semua permainan yang sedang kami lakukan. Salah satu dari dia celetuk,
"Yan main kok tidak ngajak-ngajak sih kita kan juga mau,"
Dan ternyata setelah aku ketahui namanya Yeni (24), tampa disangka mereka langsung membuka baju dan celana mereka dan seketika itu pula mereka sudah keadaan bugil. Aku semakin kelabakan karena diserang dari berbagai arah. Aku mulai memasukkan penisku ke vagina Yanti, walaupun pertama kali terasa sempit sekali jadi aku agak kesulitan memasukannya dan setelah beberapa lama aku berusaha, akhirnya aku dapat masuk setengah dan Yanti menjerit menahan sakit yang tiada tara. Tanpa aku duga ternyata ada sedikit darah mengalir di sekitar vaginanya, ternyata dia masih perawan batinku. Yanti makin mengejang sambil mendesis seperti ular, sedangkan Yeni yang tidak kalah montok dan juga payuadarannya paling besar dari pada Yanti.
Yanti pun memainkan puntingnya Dewi(24, 38), sedangkan Ati (25, 36b) memainkan vaginanya Dewi. Mereka saling mendesah membuat suasana semakin panas saja. Aku sendiri semakin cepat memainkan penisku, desahan Yanti pun semakin kencang saja bersamaan dengan kecepatan goyanganku yang semakin cepat dan Yanti semakin menikmati permainanku dan dia pun semakin mengimbangi permainanku.
"Aaahh enak Don, terus Don, lebih dalam lagi Don," celotehnya aku semakin cepat dan ketika itu juga badan dia mulai mengejang bertanda dia mau orgasme. Tidak berapa lama dia,
"Don aku ingiin keluar" dan ketika itu juga keluarlah cairan yang ketiga kalinya dengan banyak sekali dan Yanti terlihat lemas dan langsung tergeletak disampingku, tapi penisku masih tegak bagaikan mau menantang kenikmatan.
Yeni pun langsung mengambil penisku yang masih tegak itu ke dalam vaginanya ternyata sama sempitnya dengan Yanti, aku sedikit kaget karena ada sedikit darah mengalir dari vaginanya dan ternyata Yeni pun masih perawan juga batinku, perlahan kugoyang penisku, maju mundur, dan semakin keras aku mengenjotnya dan jeritanya panjang dan seketika itu juga badannya mulai mengejang yang berarti dia mau orgasme, aku pun semakin mempercepat gerakan penisku dan Yeni pun menjerit panjang,
"Don.. Aku keeluuar aahh" dan seketika itu pula dia roboh disampingku sedangkan aku masih belum sampai puncaknya.
Aku raih tangannya Dewi dan langsung aku mainkan vaginanya dengan lidahku dan terus aku mainkan sampai diapun mendesah dengan keras. Sedangkan Ati memainkan puyudara Dewi yang sudah mengeras. Aku pun mulai memasukkan penisku ke vagina Dewi yang ternyata sempit juga tapi untung vaginanya sudah basah jadi tidak terlalu sulit. Dan ketika baru masuk setengah ada darah yang mengalir pada vaginanya dalam batin ternyata semuanya masih pada perawan dalam batinku, perlahan kugoyang penisku maju mundur membentuk angka 8, rintihan kesakitan berubah menjadi desahan kenikmatan.
Sedangkan Ati menjilati payudara Dewi dengan nafsunya dan sekali-kali Ati mencium bibirku dengan garangnya, saat kau berada diatas Dewi, kujilati payudaranya yang memerah dan Dewi tidak bisa menjerit karena bibirnya sudah disumpel dengan mulutnya Ati yang dari tadi sudah mencium bibirnya Dewi dengan garang dan kelihatan sudah bernafsu itu.
Aku mulai menekannya dengan nafsu dan tentunya dann tentunya penisku masih ada didalam vaginanya Dewi yang sangat nikmat itu.
"Ooohh nikmat sekali rasanya", dia menjerit "Ssshh", seperti ular yang sedang mendekati mangsanya. Dan kupercepat lagi goyanganku dan semakin cepat aku mengocoknya semakin keras dia menjerit kenikmatan dan seketika itu juga,
"Aaahh aku mau keeluuarr Don, kau juga ingin keluar, kita keluarin bareng aja yaa, aahh"
Crot.. Crot.. Crot hampir bersamaan, begitu nikmatnya permain malam ini dan akupun langsung tertidur lemas karena sudah bermain dengan tiga wanita sekaligus, setelah 3 jam aku tertidur aku merasakan ada yang mengemut penisku dengan lebutnya dan setelah aku membuka mataku ternyata Ati yang belum mendapatkan jatahnya. Langsung kucium bibirnya denga bernafsu dan dia langung meminta aku untuk memasukkan penisku ke vaginanya yang ternyata sudah banjir dari tadi. Aku mencoba untuk memainkan vaginanya dan tanpa kuduga ternyata Ati telah meraih penisku dan langsung membimbingku memasuki vaginanya.
Disaat menyentuh bibir vaginanya dia mengerang kenikmatan dan akupun langsung memasukkannya dan ternyata sudah tidak begitu sempit dibandingkan dengan tiga temannya dan tanpa banyak hambatan aku mulai menggenjot dengan cepat dan terasa sekali ada yang terasa yang berdenyut-denyut di vaginanya yang berarti menandakan dia mau orgasme dan aku semakin mempercepat goyanganku dan seketika itu pula.
"Aaahh Don, aku mau keeluuaarr sstt"
Keluarlah cairan yang sangat banyak itu dan dia langsung lemas dan ternyata mereka berempat langsung bangun dan langsung memburu aku dengan sangat garangnya, dan saat itu jam 05.30 pagi, kami berlima mandi bareng dan disaat mandipun kami masih sempat bermain walaupun hanya sebentar karena waktunya sudah tidak memungkinkan untuk bermain lama.
"Makasih yaa Don, kamu memang hebat walaupun tubuh kamu tidak gemuk(kurus), tapi stamina kamu kuat sekali, aku jadi ingin sekali mengulangnya."
Tapi aku harus berangkat kerja, setelah kejadian itu aku masih sering bermain dengan mereka kadang aku bermain hanya berdua, kadang berempat, kadang bertiga, kadang juga langsung berlima. Tapi hampir sudah sebulan ini, aku tidak tahu kemana mereka dan tidak pernah ketemu lagi bahkan saat aku ke kontrakannya ternyata dia sudah pindah entah kemana dan aku hubungin lewat HP tak pernah aktif, aku merindukan saat itu.
Kamis, 08 November 2012
sensasiku bersama yanti
Sensasi
Nikmat Ku dengan Yanti
Namaku Faridha. Orang biasa
memanggilku dengan Ridha saja. Aku lahir tahun 1975 di sebuah kota terkenal
dengan julukannya, yaitu kota hujan. Aku telah menikah dengan seorang pria
keturunan Jawa bernama Mas Hadi. Kami dikarunai seorang anak laki-laki yang
kulahirkan di akhir tahun 1999. Oh.. iya, aku menikah dengan Mas Hadi pada
tahun 1998, bulan April.
Kehidupan kami biasa saja, dari segi
ekonomi sampai hubungan suami istri. Aku dan suamiku cukup menikmati kehidupan
ini. Suamiku yang kalem dan sedikit pendiam adalah seorang pegawai swasta di
kotaku ini. Penghasilan sebulannya cukup untuk menghidupi kami bertiga. Namun
kami belum begitu puas. Walau bagaimana kami harus merasakan lebih bukan hanya
sekedar cukup.
Karena jabatan suamiku sudah tidak
mungkin lagi naik di perusahaannya, untuk menambah penghasilan kami, aku
meminta ijin kepada Mas Hadi untuk bekerja, mengingat pendidikanku sebagai
seorang Accounting sama sekali tidak kumanfatkan semenjak aku menikah. Pada dasarnya
suamiku itu selalu menuruti keinginanku, maka tanpa banyak bicara dia
mengijinkan aku bekerja, walaupun aku sendiri belum tahu bekerja di mana, dan
perusahaan mana yang akan menerimaku sebagai seorang Accounting, karena aku
sudah berkeluarga.
“Bukankah kamu punya teman yang anak
seorang Direktur di sini?” kata suamiku di suatu malam setelah kami melakukan
hubungan badan.
“Iya… si Yanthi, teman kuliah
Ridha..!” kataku.
“Coba deh, kamu hubungi dia besok.
Kali saja dia mau menolong kamu..!” katanya lagi.
“Tapi, benar nih.. Mas.. kamu
ijinkan saya bekerja..?”
Mas Hadi mengangguk mesra sambil
menatapku kembali.
Sambil tersenyum, perlahan dia
dekatkan wajahnya ke wajahku dan mendaratkan bibirnya ke bibirku.
“Terimakasih.. Mas.., mmhh..!”
kusambut ciuman mesranya.
Dan beberapa lama kemudian kami pun
mulai terangsang lagi, dan melanjutkan persetubuhan suami istri untuk babak
yang ketiga. Kenikmatan demi kenikmatan kami raih. Hingga kami lelah dan tanpa
sadar kami pun terlelap menuju alam mimpi kami masing-masing.
Perlu kuceritakan di sini bahwa
Rendy, anak kami tidak bersama kami. Dia kutitipkan ke nenek dan kakeknya yang
berada di lain daerah, walaupun masih satu kota. Kedua orangtuaku sangat
menyayangi cucunya ini, karena anakku adalah satu-satunya cucu laki-laki
mereka.
Siang itu ketika aku terbangun dari
mimpiku, aku tidak mendapatkan suamiku tidur di sisiku. Aku menengok jam
dinding. Rupanya suamiku sudah berangkat kerja karena jam dinding itu sudah
menunjukkan pukul sembilan pagi. Aku teringat akan percakapan kami semalam.
Maka sambil mengenakan pakaian tidurku (tanpa BH dan celana dalam), aku
beranjak dari tempat tidur berjalan menuju ruang tamu rumahku, mengangkat
telpon yang ada di meja dan memutar nomor telpon Yanti, temanku itu.
“Hallo… ini Yanti..!” kataku membuka
pembicaraan saat kudengar telpon yang kuhubungi terangkat.
“Iya.., siapa nih..?” tanya Yanti.
“Ini.. aku Ridha..!”
“Oh Ridha.., ada apa..?” tanyanya
lagi.
“Boleh nggak sekarang aku ke
rumahmu, aku kangen sama kamu nih..!” kataku.
“Silakan.., kebetulan aku libur hari
ini..!” jawab Yanti.
“Oke deh.., nanti sebelum makan
siang aku ke rumahmu. Masak yang enak ya, biar aku bisa makan di sana..!”
kataku sambil sedikit tertawa.
“Sialan luh. Oke deh.., cepetan ke
sini.., ditunggu loh..!”
“Oke.., sampai ketemu yaa.. daah..!”
kataku sambil menutup gagang telpon itu.
Setelah menelepon Yanti, aku
berjalan menuju kamar mandi. Di kamar mandi itu aku melepas pakaianku semuanya
dan langsung membersihkan tubuhku. Namun sebelumnya aku bermasturbasi sejenak
dengan memasukkan jariku ke dalam vaginaku sendiri sambil pikiranku menerawang
mengingat kejadian-kejadian yang semalam baru kualami. Membayangkan penis
suamiku walau tidak begitu besar namun mampu memberikan kepuasan padaku. Dan
ini merupakan kebiasaanku.
Walaupun aku telah bersuami, namun
aku selalu menutup kenikmatan bersetubuh dengan Mas Hadi dengan bermasturbasi,
karena kadang-kadang bermasturbasi lebih nikmat.
Singkat cerita, siang itu aku sudah
berada di depan rumah Yanti yang besar itu. Dan Yanti menyambutku saat aku
mengetuk pintunya.
“Apa khabar Rida..?” begitu katanya
sambil mencium pipiku.
“Seperti yang kamu lihat sekarang
ini..!” jawabku.
Setelah berbasa-basi, Yanti
membimbingku masuk ke ruangan tengah dan mempersilakan aku untuk duduk.
“Sebentar ya.., kamu santailah
dahulu, aku ambil minuman di belakang…” lalu Yanti meninggalkanku.
Aku segera duduk di sofanya yang
empuk. Aku memperhatikan ke sekeliling ruangan ini. Bagus sekali rumahnya, beda
dengan rumahku. Di setiap sudut ruang terdapat hiasan-hiasan yang indah, dan
pasti mahal-mahal. Foto-foto Yanti dan suaminya terpampang di dinding-dinding.
Sandi yang dahulu katanya sempat menaksir aku, yang kini adalah suami Yanti,
terlihat semakin ganteng saja. Dalam pikirku berkata, menyesal juga aku acuh
tak acuh terhadapnya dahulu. Coba kalau aku terima cintanya, mungkin aku yang
akan menjadi istrinya.
Sambil terus memandangi foto Sandi,
suaminya, terlintas pula dalam ingatanku betapa pada saat kuliah dulu lelaki
keturunan Manado ini mencoba menarik perhatianku (aku, Yanti dan Sandi memang
satu kampus). Sandi memang orang kaya. Dia adalah anak pejabat pemerintahan di
Jakarta. Pada awalnya aku pun tertarik, namun karena aku tidak suka dengan
sifatnya yang sedikit sombong, maka segala perhatiannya padaku tidak
kutanggapi. Aku takut jika tidak cocok dengannya, karena aku orangnya sangat
sederhana.
Lamunannku dikagetkan oleh munculnya
Yanti. Sambil membawa minuman, Yanti berjalan ke arah aku duduk, menaruh dua
gelas sirup dan mempersilakanku untuk minum.
“Ayo Rid, diminum dulu..!” katanya.
Aku mengambil sirup itu dan
meminumnya. Beberapa teguk aku minum sampai rasa dahaga yang sejak tadi terasa
hilang, aku kembali menaruh gelas itu.
“Oh iya, Mas Sandi ke mana?”
tanyaku.
“Biasa… Bisnis dia,” kata Yanti
sambil menaruh gelasnya. “Sebentar lagi juga pulang. Sudah kutelpon koq dia,
katanya dia juga kangen sama kamu..!” ujarnya lagi.
Yanti memang sampai sekarang belum
mengetahui kalau suaminya dahulu pernah naksir aku. Tapi mungkin juga Sandi
sudah memberitahukannya.
“Kamu menginap yah.. di sini..!”
kata Yanti.
“Akh… enggak ah, tidak enak khan..!”
kataku.
“Loh… nggak enak gimana, kita kan
sahabat. Sandi pun kenal kamu. Lagian aku sudah mempersiapkan kamar untukmu,
dan aku pun sedang ambil cuti koq, jadi temani aku ya.., oke..!” katanya.
“Kasihan Mas Hadi nanti
sendirian..!” kataku.
“Aah… Mas Hadi khan selalu menurut
keinginanmu, bilang saja kamu mau menginap sehari di sini menemani aku. Apa
harus aku yang bicara padanya..?”
“Oke deh kalau begitu.., aku pinjam
telponmu ya..!” kataku.
“Tuh di sana…!” kata Yanti sambil
menujuk ke arah telepon.
Aku segera memutar nomor telpon
kantor suamiku. Dengan sedikit berbohong, aku minta ijin untuk menginap di
rumah Yanti. Dan menganjurkan Mas Hadi untuk tidur di rumah orangtuaku. Seperti
biasa Mas Hadi mengijinkan keinginanku. Dan setelah basa-basi dengan suamiku,
segera kututup gagang telpon itu.
“Beres..!” kataku sambil kembali
duduk di sofa ruang tamu.
“Nah.., gitu dong..! Ayo kutunjukkan
kamarmu..!” katanya sambil membimbingku.
Di belakang Yanti aku mengikuti
langkahnya. Dari belakang itu juga aku memperhatikan tubuh montoknya. Yanti
tidak berubah sejak dahulu. Pantatnya yang terbungkus celana jeans pendek yang
ketat melenggak-lenggok. Pinggulnya yang ramping sungguh indah, membuatku iseng
mencubit pantat itu.
“Kamu masih montok saja, Yan..!”
kataku sambil mencubit pantatnya.
“Aw.., akh.. kamu. Kamu juga masih
seksi saja. Bisa-bisa Mas Sandi nanti naksir kamu..!” katanya sambil mencubit
buah dadaku.
Kami tertawa cekikikan sampai kamar
yang dipersiapkan untukku sudah di depan mataku.
“Nah ini kamarmu nanti..!” kata
Yanti sambil membuka pintu kamar itu.
Besar sekali kamar itu. Indah dengan
hiasan interior yang berseni tinggi. Ranjangnya yang besar dengan seprei yang terbuat
dari kain beludru warna biru, menghiasi ruangan ini. Lemari pakaian berukiran
ala Bali juga menghiasi kamar, sehingga aku yakin setiap tamu yang menginap di
sini akan merasa betah.
Akhirnya di kamar itu sambil
merebahkan diri, kami mengobrol apa saja. Dari pengalaman-pengalaman dahulu
hingga kejadian kami masing-masing. Kami saling bercerita tentang
keluhan-keluhan kami selama ini. Aku pun bercerita panjang mulai dari
perkawinanku sampai sedetil-detilnya, bahkan aku bercerita tentang hubungan bercinta
antara aku dan suamiku. Kadang kami tertawa, kadang kami serius saling
mendengarkan dan bercerita. Hingga pembicaraan serius mulai kucurahkan pada
sahabatku ini, bahwa aku ingin bekerja di perusahan bapaknya yang direktur.
“Gampang itu..!” kata Yanti. “Aku
tinggal menghubungi Papa nanti di Jakarta. Kamu pasti langsung diberi
pekerjaan. Papaku kan tahu kalau kamu adalah satu-satunya sahabatku di dunia
ini..” lanjutnya sambil tertawa lepas.
Tentu saja aku senang dengan apa
yang dibicarakan oleh Yanti, dan kami pun meneruskan obrolan kami selain
obrolan yang serius barusan.
Tanpa terasa, di luar sudah gelap.
Aku pun minta ijin ke Yanti untuk mandi. Tapi Yanti malah mengajakku mandi
bersama. Dan aku tidak menolaknya. Karena aku berpikir toh sama-sama wanita.Sungguh
di luar dugaan, di kamar mandi ketika kami sama-sama telanjang bulat, Yanti
memberikan sesuatu hal yang sama sekali tidak terpikirkan.
Sebelum air yang hangat itu
membanjiri tubuh kami, Yanti memelukku sambil tidak henti-hentinya memuji keindahan
tubuhku. Semula aku risih, namun rasa risih itu hilang oleh perasaan yang lain
yang telah menjalar di sekujur tubuh. Sentuhan-sentuhan tangannya ke sekujur
tubuhku membuatku nikmat dan tidak kuasa aku menolaknya. Apalagi ketika Yanti
menyentuh bagian tubuhku yang sensitif.
Kelembutan tubuh Yanti yang
memelukku membuatku merinding begitu rupa. Buah dadaku dan buah dadanya saling
beradu. Sementara bulu-bulu lebat yang berada di bawah perut Yanti terasa halus
menyentuh daerah bawah perutku yang juga ditumbuhi bulu-bulu. Namun bulu-bulu
kemaluanku tidak selebat miliknya, sehingga terasa sekali kelembutan itu ketika
Yanti menggoyangkan pinggulnya.
Karena suasana yang demikian, aku
pun menikmati segala apa yang dia lakukan. Kami benar-benar melupakan bahwa
kami sama-sama perempuan. Perasaan itu hilang akibat kenikmatan yang terus
mengaliri tubuh. Dan pada akhirnya kami saling berpandangan, saling tersenyum,
dan mulut kami pun saling berciuman.
Kedua tanganku yang semuala tidak
bergerak kini mulai melingkar di tubuhnya. Tanganku menelusuri punggungnya yang
halus dari atas sampai ke bawah dan terhenti di bagian buah pantatnya. Buah
pantat yang kencang itu secara refleks kuremas-remas. Tangan Yanti pun
demikian, dengan lembut dia pun meremas-remas pantatku, membuatku semakin naik
dan terbawa arus suasana. Semakin aku mencium bibirnya dengan bernafsu,
dibalasnya ciumanku itu dengan bernafsu pula.
Hingga suatu saat ketika Yanti
melepas ciuman bibirnya, lalu mulai menciumi leherku dan semakin turun ke
bawah, bibirnya kini menemukan buah dadaku yang mengeras. Tanpa berkata-kata
sambil sejenak melirik padaku, Yanti menciumi dua bukit payudaraku secar
bergantian. Napasku mulai memburu hingga akhirnya aku menjerit kecil ketika
bibir itu menghisap puting susuku. Dan sungguh aku menikmati semuanya, karena
baru pertama kali ini aku diciumi oleh seorang wanita.
“Akh.., Yaantiii.., oh..!” jerit
kecilku sedikit menggema.
“Kenapa Rid.., enak ya..!” katanya
di sela-sela menghisap putingku.
“Iya.., oh.., enaaks… teruus..!”
kataku sambil menekan kepalanya.
Diberi semangat begitu, Yanti
semakin gencar menghisap-hisap putingku, namun tetap lembut dan mesra. Tangan
kirinya menahan tubuhku di punggung.
Sementara tangan kanannya turun ke
bawah menuju kemaluanku. Aku teringat akan suamiku yang sering melakukan hal
serupa, namun perbedaannya terasa sekali, Yanti sangat lembut memanjakan
tubuhku ini, mungkin karena dia juga wanita.
Setelah tangan itu berada di
kemaluanku, dengan lembut sekali dia membelainya. Jarinya sesekali menggesek
kelentitku yang masih tersembunyi, maka aku segera membuka pahaku sedikit agar
kelentitku yang terasa mengeras itu leluasa keluar.
Ketika jari itu menyentuh kelentitku
yang mengeras, semakin asyik Yanti memainkan kelentitku itu, sehingga aku
semakin tidak dapat mengendalikan tubuhku. Aku menggelinjang hebat ketika rasa
geli campur nikmat menjamah tubuhku. Pori-poriku sudah mengeluarkan keringat
dingin, di dalam liang vaginaku sudah terasa ada cairan hangat yang mengalir
perlahan, pertanda rangsangan yang sungguh membuatku menjadi nikmat.
Ketika tanganku menekan bagian atas
kepalanya, bibir Yanti yang menghisap kedua putingku secara bergantian segera
berhenti. Ada keinginan pada diriku dan Yanti mengerti akan keinginanku itu.
Namun sebelumnya, kembali dia pada posisi wajahnya di depan wajahku.
Tersungging senyuman yang manis.
“Ingin yang lebih ya..?” kata Santi.
Sambil tersenyum aku mengangguk
pelan. Tubuhku diangkatnya dan aku duduk di ujung bak mandi yang terbuat dari
porselen. Setelah aku memposisikan sedemikian rupa, tangan Yanti dengan cekatan
membuka kedua pahaku lebar-lebar, maka vaginaku kini terkuak bebas. Dengan
posisi berlutut, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku menunggu
perlakuannya dengan jantung yang berdebar kencang.
Napasku turun naik, dadaku terasa
panas, begitu pula vaginaku yang terlihat pada cermin yang terletak di depanku
sudah mengkilat akibat basah, terasa hangat. Namun rasa hangat itu disejukkan
oleh angin yang keluar dari kedua lubang hidung Yanti. Tangan Yanti kembali
membelai vaginaku, menguakkan belahannya untuk menyentuh kelentitku yang
semakin menegang.
Agak lama Yanti membelai-belai
kemaluanku itu yang sekaligus mempermainkan kelentitku. Sementara mulutnya
menciumi pusar dan sekitarnya. Tentu saja aku menjadi kegelian dan sedikit
tertawa. Namun Yanti terus saja melakukan itu.
Hingga pada suatu saat, “Eiist…
aakh… aawh… Yanthhii… akh… mmhh… ssh..!” begitu suara yang keluar dari mulutku
tanpa disadari, ketika mulutnya semakin turun dan mencium vaginaku.
Kedua tangan Yanti memegangi pinggul
dan pantatku menahan gerakanku yang menggelinjang nikmat.
Kini ujung lidahnya yang menyentuh
kelentitku. Betapa pintar dia mempermainkan ujung lidah itu pada daging
kecilku, sampai aku kembali tidak sadar berteriak ketika cairan di dalam
vaginaku mengalir keluar.
“Oohh… Yantii… ennaakss…
sekaalii..!” begitu teriakku.
Aku mulai menggoyangkan pinggulku,
memancing nikmat yang lebih. Yanti masih pada posisinya, hanya sekarang yang
dijilati bukan hanya kelentitku tapi lubang vaginaku yang panas itu. Tubuhku
bergetar begitu hebat. Gerakan tubuhku mulai tidak karuan. Hingga beberapa
menit kemudian, ketika terasa orgasmeku mulai memuncak, tanganku memegang
bagian belakang kepalanya dan mendorongnya. Karuan saja wajah Yanti semakin
terpendam di selangkanganku.
“Hissapp… Yantiii..! Ooh.., aku..
akuu.. mau.. keluaar..!” jeritku.
Yanti berhenti menjilat kelentitku,
kini dia mencium dan menghisap kuat lubang kemaluanku.
Maka.., “Yaantii.., aku.. keluaar..!
Oh.., aku.. keluar.. nikmaathhs.. ssh..!” bersamaan dengan teriakku itu, maka
aku pun mencapai orgasme.
Tubuhku seakan melayang entah
kemana. Wajahku menengadah dengan mata terpejam merasakan berjuta-juta nikmat
yang sekian detik menjamah tubuh, hingga akhirnya aku melemas dan kembali pada
posisi duduk. Maka Yanti pun melepas hisapannya pada vaginaku.
Dia berdiri, mendekatkan wajahnya ke
hadapan wajahku, dan kembali dia mencium bibirku yang terbuka. Napasku yang
tersengal-sengal disumbat oleh mulut Yanti yang menciumku. Kubalas ciuman
mesranya itu setelah tubuhku mulai tenang.
“Terimakasih Yanti.., enak sekali
barusan..!” kataku sambil tersenyum.
Yanti pun membalas senyumanku. Dia
membantuku turun dari atas bak mandi itu.
“Kamu mau nggak dikeluarin..?”
kataku lagi.
“Nanti sajalah.., lagian udah gatel
nih badanku. Sekarang mending kita mandi..!” jawabnya sambil menyalakan shower.
Akhirnya kusetujui usul itu, sebab
badanku masih lemas akibat nikmat tadi. Dan rupanya Yanti tahu kalau aku kurang
bertenaga, maka aku pun dimandikannya, disabuni, diperlakukan layaknya seorang
anak kecil. Aku hanya tertawa kecil. Iseng-iseng kami pun saling menyentuh
bagian tubuh kami masing-masing. Begitupula sebaliknya, ketika giliran Yanti
yang mandi, aku lah yang menyabuni tubuhnya.
Setelah selesai mandi, kami pun
keluar dari kamar mandi itu secara bersamaan. Sambil berpelukan, pundak kami
hanya memakai handuk yang menutup tubuh kami dari dada sampai pangkal paha, dan
sama sekali tidak mengenakan dalaman. Aku berjalan menuju kamarku sedang Yanti
menuju kamarnya sendiri. Di dalam kamar aku tidak langsung mengenakan baju. Aku
masih membayangkan kejadian barusan. Seolah-olah rasa nikmat tadi masih
mengikutiku.
Di depan cermin, kubuka kain handuk
yang menutupi tubuhku. Handuk itu jatuh terjuntai ke lantai, dan aku mulai
memperhatikan tubuh telanjangku sendiri. Ada kebanggaan dalam hatiku. Setelah
tadi melihat tubuh telanjang Yanti yang indah, ternyata tubuhku lebih indah.
Yanti memang seksi, hanya dia terlalu ramping sehingga sepintas tubuhnya itu
terlihat kurus. Sedangkan tubuhku agak montok namun tidak terkesan gemuk.
Entah keturunan atau tidak, memang
demikianlah keadaan tubuhku. Kedua payudaraku berukuran 34B dengan puting yang
mencuat ke atas, padahal aku pernah menyusui anakku. Sedangkan payudara Yanti berukuran
32 tapi juga dengan puting yang mencuat ke atas juga.
Kuputar tubuhku setengah putaran.
Kuperhatikan belahan pantatku. Bukit pantatku masih kencang, namun sudah agak
turun, karena aku pernah melahirkan. Berbeda dengan pantat milik Yanti yang masih
seperti pantat gadis perawan, seperti pantat bebek.
Kalau kuperhatikan dari pinggir
tubuhku, nampak perutku yang ramping. Vaginaku nampak menonjol keluar.
Bulu-bulu kemaluanku tidak lebat, walaupun pernah kucukur pada saat aku
melahirkan. Padahal kedua tangan dan kedua kakiku tumbuh bulu-bulu tipis, tapi
pertumbuhan bulu kemaluanku rupanya sudah maksimal. Lain halnya dengan Yanti,
walaupun perutnya lebih ramping dibanding aku, namun kemaluannya tidak menonjol
alias rata. Dan daerah itu ditumbuhi bulu-bulu yang lebat namun tertata rapi.
Setelah puas memperhatikan tubuhku
sendiri (sambil membandingkan dengan tubuh Yanti), aku pun membuka tasku dan
mengambil celana dalam dan Bra-ku. Kemudian kukenakan kedua pakaian rahasiaku
itu setelah sekujur tubuhku kulumuri bedak. Namun aku agak sedikit kaget dengan
teriakan Yanti dari kamarnya yang tidak begitu jauh dari kamar ini.
“Rida..! Ini baju tidurmu..!” begitu
teriaknya.
Maka aku pun mengambil handuk yang
berada di lantai. Sambil berjalan kukenakan handuk itu menutupi tubuhku seperti
tadi, lalu keluar menuju kamarnya yang hanya beberapa langkah. Pintu kamarnya
ternyata tidak dikunci. Karena mungkin Yanti tahu kedatanganku, maka dia
mempersilakan aku masuk.
“Masuk sini Rid..!” kataya dari
dalam kamar.
Kudorong daun pintu kamarnya. Aku
melihat di dalam kamar itu tubuh Yanti yang telanjang merebah di atas kasur.
Tersungging senyuman di bibirnya. Karena aku sudah melangkah masuk, maka
kuhampiri tubuh telanjang itu.
“Kamu belum pake baju, Yan..?”
kataku sambil duduk di tepi ranjang.
“Akh.., gampang… tinggal pake itu,
tuh..!” kata Yanti sambil tangannya menunjuk tumpukan gaun tidur yang berada di
ujung ranjang.
Lalu dia berkata lagi, “Kamu sudah
pake daleman, ya..?”
Aku mengangguk, “Iya..!”
Kuperhatikan dadanya turun naik.
Napasnya terdengar memburu. Apakah dia sedang bernafsu sekarang.., entahlah.
Lalu tangan Yanti mencoba meraihku.
Sejenak dia membelai tubuhku yang terbungkus handuk itu sambil berkata, “Kamu
mengairahkan sekali memakai ini..!”
“Akh.., masa sih..!” kataku sambil
tersenyum dan sedikit menggeser tubuhku lebih mendekat ke tubuh Yanti.
“Benar.., kalo nggak percaya..,
emm.. kalo nggak percaya..!” kata Yanti sedikit menahan kata-katanya.
“Kalo nggak percaya apa..?” tanyaku.
“Kalo nggak percaya..!” sejenak
matanya melirik ke arah belakangku.
“Kalo nggak percaya tanya saja sama
orang di belakangmu… hi.. hi..!” katanya lagi.
Segera aku memalingkan wajahku ke
arah belakangku. Dan.., (hampir saja aku teriak kalau mulutku tidak buru-buru
kututup oleh tanganku), dengan jelas sekali di belakangku berdiri tubuh lelaki
dengan hanya mengenakan celana dalam berwarna putih yang tidak lain adalah Mas
Sandi suami Yanti itu. Dengan refleks karena kaget aku langsung berdiri dan
bermaksud lari dari ruangan ini. Namun tangan Yanti lebih cepat menangkap
tanganku lalu menarikku sehingga aku pun terjatuh dengan posisi duduk lagi di
ranjang yang empuk itu.
“Mau kemana.. Rida.., udah di sini
temani aku..!” kata Yanti setengah berbisik.
Aku tidak sempat berkata-kata ketika
Mas Sandi mulai bergerak berjalan menuju aku. Dadaku mulai berdebar-debar. Ada
perasaan malu di dalam hatiku.
“Halo.., Rida. Lama tidak bertemu
ya…” suara Mas Sandi menggema di ruangan itu.
Tangannya mendarat di pundakku, dan
lama bertengger di situ.
Aku yang gelagapan tentu saja
semakin gelagapan. Namun ketika tangan Yanti dilepaskan dari cengkramannya,
pada saat itu tidak ada keinginanku untuk menghindar. Tubuhku terasa kaku, sama
sekali aku tidak dapat bergerak. Lidahku pun terasa kelu, namun beberapa saat aku
memaksa bibirku berkata-kata.
“Apa-apaan ini..?” tanyaku parau
sambil melihat ke arah Yanti.
Sementara tangan yang tadi
bertengger di bahuku mulai bergerak membelai-belai. Serr.., tubuhku mulai
merinding. Terasa bulu-bulu halus di tangan dan kaki berdiri tegak.
Rupanya Sentuhan tangan Mas Sandi
mampu membangkitkan birahiku kembali. Apalagi ketika terasa di bahuku yang
sebelah kiri juga didarati oleh tangan Mas Sandi yang satunya lagi. Perasaan
malu yang tadi segera sirna. Tubuhku semakin merinding. Mataku tanpa sadar
terpejam menikmati dalam-dalam sentuhan tangan Mas Sandi di bahuku itu.
Pijatan-pijatan kecil di bahuku
terasa nyaman dan enak sekali. Aku begitu menikmati apa yang terasa. Hingga
beberapa saat kemudian tubuhku melemas. Kepalaku mulai tertahan oleh perut Mas
Sandi yang masih berada di belakangku. Sejenak aku membuka mataku, nampak Yanti
membelai vaginanya sendiri dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya
meremas pelan kedua payudaranya secara bergantian. Tersungging senyuman di bibirnya.
“Nikmati Rida..! Nikmati apa yang
kamu sekarang rasakan..!” suara Yanti masih sedikit membisik.
Aku masih terbuai oleh sentuhan
kedua tangan Mas Sandi yang mulai mendarat di daerah atas payudarara yang tidak
tertutup. Mataku masih terpejam.
“Ini.. kan yang kamu inginkan.
Kupinjamkan suamiku..!” kata Yanti lagi.
Mataku terbuka dan kembali
memperhatikan Yanti yang masih dengan posisinya.
“Ayo Mas..! Nikmati Rida yang pernah
kamu taksir dulu..!” kata Yanti lagi.
“Tentu saja Sayang.., asal.. kamu
ijinkan..!” kata suara berat Mas Sandi.
Tubuhnya dibungkukkan. Kemudian
wajahnya ditempelkan di bagian atas kepalaku. Terasa bibirnya mencium mesra
daerah itu. Kembali aku memejamkan mata. Bulu-buluku semakin keras berdiri.
Sentuhan lembut tangan Mas Sandi benar-benar nikmat. Sangat pintar sekali
sentuhan itu memancing gairahku untuk bangkit. Apalagi ketika tangan Mas Sandi
sebelah kanan berusaha membuka kain handuk yang masih menutupi tubuhku itu.
“Oh.., Mas.., Maas… jangaan… Mas..!”
aku hanya dapat berkata begitu tanpa kuasa menahan tindakan Mas Sandi yang
telah berhasil membuka handuk dan membuangnya jauh-jauh.
Tinggallah tubuh setengah bugilku.
Kini gairahku sudah memuncak dan aku mulai lupa dengan keadaanku. Aku sudah
terbius suasana.
Mas Sandi mulai berlutut, namun
masih pada posisi di belakangku. Kembali dia membelai seluruh tubuhku. Dari
punggungku, lalu ke perut, naik ke atas, leherku pun kena giliran disentuhnya,
dan aku mendesah nikmat ketika leherku mulai dicium mesra oleh Mas Sandi.
Sementara desahan-desahan kecil terdengar dari mulut Yanti.
Aku melirik sejenak ke arah Yanti,
rupanya dia sedang masturbasi. Lalu aku memejamkan mata lagi, kepalaku
kutengadahkan memberikan ruangan pada leherku untuk diciumi Mas Sandi.
Persaanku sudah tidak malu-malu lagi, aku sudah kepalang basah. Aku lupa bahwa
aku telah bersuami, dan aku benar-benar akan merasakan apa yang akan kurasakan
nanti, dengan lelaki yang bukan suamiku.
“Buka ya.. BH-nya, Rida..!” kata Mas
Sandi sambil melepas kancing tali BH-ku dari punggung.
Beberapa detik BH itu terlepas, maka
terasa bebas kedua payudaraku yang sejak tadi tertekan karena mengeras. Suara
Yanti semakin keras, rupanya dia mencapai orgasmenya. Kembali aku melirik Yanti
yang membenamkan jari manis dan jari telunjuknya ke dalam vaginanya sendiri.
Nampak dia mengejang dengan mengangkat pinggulnya.
“Akh.., nikmaats… ooh… nikmaatts..
sekalii..!” begitu kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Dan tidak lama kemudian dia terkulai
lemas di ranjang itu. Sementara Mas Sandi sibuk dengan kegiatannya.
Kini kedua payudaraku sudah diremasi
dengan mesra oleh kedua telapak tangannya dari belakang. Sambil terus bibirnya
menjilati inci demi inci kulit leherku seluruhnya. Sedang enak-enaknya aku,
tiba-tiba ada yang menarik celana dalamku. Aku membuka mataku, rupanya Yanti
berusaha untuk melepas celana dalamku itu. Maka kuangkat pantatku sejenak
memudahkan celana dalamku dilepas oleh Yanti. Maka setelah lepas, celana dalam
itu juga dibuang jauh-jauh oleh Yanti.
Aku menggeser posisi dudukku menuju
ke bagian tengah ranjang itu. Mas Sandi mengikuti gerakanku masih dari
belakang, sekarang dia tidak berlutut, namun duduk tepat di belakang tubuhku.
Kedua kakinya diselonjorkan, maka pantatku kini berada di antara selangkangan
milik Mas Sandi. Terasa oleh pantatku ada tonjolan keras di selangkangan.
Rupanya penis Mas Sandi sudah tegang maksimal.
Lalu Yanti membuka lebar-lebar
pahaku, sehingga kakiku berada di atas paha Mas Sandi. Lalu dengan posisi tidur
telungkup, Yanti mendekatkan wajahnya ke selangkanganku, dan apa yang terjadi…
“Awwh… ooh… eeisth.. aakh..!” aku
menjerit nikmat ketika kembali kurasakan lidahnya menyapu-nyapu belahan
vaginaku, terasa kelentitku semakin menegang, dan aku tidak dapat mengendalikan
diri akibat nikmat, geli, enak, dan lain sebagainya menyatu di tubuhku.
Kembali kepalaku menengadah sambil
mulutku terbuka. Maka Mas Sandi tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia tahu
maksudku. Dari belakang, bibirnya langsung melumat bibirku yang terbuka itu
dengan nafsunya. Maka kubalas ciuman itu dengan nafsu pula. Dia menyedot, aku
menyedot pula. Terjadilah pertukaran air liur Mas Sandi dengan air liurku.
Terciuma aroma rokok pada mulutnya, namun aroma itu tidak mengganggu kenikmatan
ini.
Kedua tangan Mas Sandi semakin keras
meremas kedua payudaraku, namun menimbulkan nikmat yang teramat, sementara di
bawah Yanti semakin mengasyikkan. Dia terus menjilat dan mencium vaginaku yang
telah banjir. Banjir oleh cairan pelicin vaginaku dan air liur Yanti.
“Mmmhh… akh… mmhh..!” bibirku masih
dilumati oleh bibir Mas Sandi.
Tubuhku semakin panas dan mulai
memberikan tanda-tanda bahwa aku akan mencapai puncak kenikmatan yang kutuju.
Pada akhirnya, ketika remasan pada payudaraku itu semakin keras, dan Yanti
menjilat, mencium dan menghisap vaginaku semakin liar, tubuhku menegang kaku,
keringat dingin bercucuran dan mereka tahu bahwa aku sedang menikmati
orgasmeku. Aku mengangkat pinggulku, otomatis ciuman Yanti terlepas. Semakin
orgasmeku terasa ketika jari telujuk dan jari manis Yanti dimasukkan ke liang
vaginaku, kemudian dicabutnya setengah, lalu dimasukkan lagi.
Perlakuan Yanti itu berulang-ulang,
yaitu mengeluar-masukkan kedua jarinya ke dalam lubang vaginaku. Tidak dapat
diungkapkan dengan kata-kata betapa nikmat dan enak pada saat itu.
“Aakh… aawhh… nikmaatss… terus..
Yantii.. oooh… yang cepaat.. akh..!” teriakku.
Tubuh Mas Sandi menahan tubuhku yang
mengejang itu. Jarinya memilin-milin puting susuku. Bibirnya mengulum telingaku
sambil membisikkan sesuatu yang membuatku semakin melayang. Bisikan-bisikan yang
memujiku itu tidak pernah kudengar dari Mas Hadi, suamiku.
“Ayo cantik..! Nikmatilah
orgasmemu.., jangan kamu tahan, keluarkan semuanya Sayang..! Nikmatilah..,
nikmatilah..! Oh.., kamu cantik sekali jika orgasme..!” begitu bisikan yang
keluar dari mulut Mas Sandi sambil terus mengulum telingaku.
“Aakh.. Maass, aduh.. Yanti..,
nikmaats… oh… enaaks.. sekali..!” teriakku.
Akhirnya tubuh kejangku mulai
mengendur, diikuti dengan turunnya kenikmatan orgasmeku itu.
Perlahan sekali tubuhku turun dan
akhirnya terkulai lemas di pangkuan Mas Sandi. Lalu tubuh Yanti mendekapku.
Dia berbisik padaku, “Ini.. belum
seberapanya Sayaang.., nanti akan kamu rasakan punya suamiku..!” sambil berkata
demikian dia mencium keningku.
Mas Sandi beranjak dari duduknya dan
berjalan entah ke arah mana, karena pada saat itu mataku masih terpenjam seakan
enggan terbuka.
Entah berapa lama aku terlelap.
Ketika kusadar, kubuka mataku perlahan dan mencari-cari Yanti dan Mas Sandi
sejenak. Mereka tidak ada di kamar ini, dan rupanya mereka membiarkanku
tertidur sendiri. Aku menengok jam dinding. Sudah pukul sepuluh malam. Segera
aku bangkit dari posisi tidurku, lalu berjalan menuju pintu kamar. Telingaku
mendengar alunan suara musik klasik yang berasal dari ruangan tamu. Dan ketika
kubuka pintu kamar itu yang kebetulan bersebelahan dengan ruang tamu, mataku
menemukan suatu adegan dimana Yanti dan suaminya sedang melakukan persetubuhan.
Yanti dengan posisi menelentang di
sofa sedang ditindih oleh Mas Sandi dari atas. Terlihat tubuh Mas Sandi sedang
naik turun. Segera mataku kutujukan pada selangkangan mereka. Jelas terlihat
penis Mas Sandi yang berkilat sedang keluar masuk di vagina Yanti. Terdengar
pula erangan-erangan yang keluar dari mulut Yanti yang sedang menikmati hujaman
penis itu di vaginanya, membuat tubuhku perlahan memanas. Segera saja kuhampiri
mereka dan duduk tepat di depan tubuh mereka.
Di sela-sela kenikmatan, Yanti
menatapku dan tersenyum. Rupanya Mas Sandi memperhatikan istrinya dan sejenak
dia menghentikan gerakannya dan menengok ke belakang, ke arahku.
“Akh… Mas.., jangan berhentiii
doong..! Oh..!” kata Yanti.
Dan Mas Sandi kembali berkonsentrasi
lagi dengan kegiatannya. Kembali terdengar desahan-desahan nikmat Yanti yang
membahana ke seluruh ruangan tamu itu. Aku kembali gelagapan, kembali resah dan
tubuhku semakin panas. Dengan refleks tanganku membelai vaginaku sendiri.
“Oh.. Ridhaa.., nikmat sekaallii..
loh..! Akuu… ooh… mmh..!” kata Yanti kepadaku.
Aku melihat wajah nikmat Yanti yang
begitu cantik. Kepalannya kadang mendongak ke atas, matanya terpejam-pejam.
Sesekali dia gigit bibir bawahnya. Kedua tangannya melingkar pada pantat
suaminya, dan menarik-narik pantat itu dengan keras sekali. Aku melihat penis
Mas Sandi yang besar itu semakin amblas di vagina Yanti. Samakin mengkilat saja
penis itu.
“Oh Mas.., aku hampiir sampaaii..!
Teruus… Mas… terus..! Lebih keras lagiih.., oooh… akh..!” kata Yanti.
Yanti mengangkat tinggi-tinggi
pinggulnya, Mas Sandi terus dengan gerakannya menaik-turunkan tubuhnya dalam
kondisi push-up.
“Maass.., akuuu… keluaar..! Aakh…
mhh… nikmaats.., mmh..!” kata Yanti lagi dengan tubuh yang mengejang.
Rupanya Yanti mencapai orgasmenya.
Tangannya yang tadi melingkar di pantat suaminya, kini berpindah melingkar di
punggung.
Mas Sandi berhenti bergerak dan
membiarkan penis itu menancap dalam di lubang kemaluan Yanti.
“Owhh… banyak sekali Sayang..
keluarnya. Hangat sekali memekmu..!” kata Mas Sandi sambil menciumi wajah
istrinya.
Dapat kubayangkan perasaan Yanti
pada saat itu. Betapa nikmatnya dia. Dan aku pun belingsatan dengan
merubah-rubah posisi dudukku di depan mereka. Beberapa saat kemudian, Yanti
mulai melemas dari kejangnya dan merubah posisinya. Segera dia turun dari sofa
ketika Mas Sandi mencabut penis dari lubang kenikmatan itu. Aku melihat dengan
jelas betapa besar dan panjang penis Mas Sandi. Dan ini baru pertama kali aku
melihatnya, karena waktu tadi di dalam kamar, Mas Sandi masih menutupi penisnya
dengan celana dalam.
Dengan segera Yanti menungging. Lalu
segera pula Mas Sandi berlutut di depan pantat itu.
“Giliranmu… Mas..! Ayoo..!” kata
Yanti.
Tangan Mas Sandi menggenggam penis
itu dan mengarahkan langsung ke lubang vagina Yanti. Segera dia menekan
pantatnya dan melesaklah penis itu ke dalam vagina istrinya, diikuti dengan
lenguhan Yanti yang sedikit tertahan.
“Owwh… Maas… aakh..!”
“Aduuh… Yantii.., jepit Sayangh..!”
kata Mas Sandi.
Lalu kaki Yanti dirapatkan
sedemikian rupa. Dan segera pantat Mas Sandi mulai mundur dan maju.Ufh..,
pemandangan yang begitu indah yang kulihat sekarang. Baru kali ini aku
menyaksikan sepasang manusia bersetubuh tepat di depanku secara langsung.
Semakin mereka mempercepat tempo gerakannya, semakin aku terangsang begitu
rupa. Tanganku yang tadi hanya membelai-belai vaginaku, kini mulai menyentuh
kelentitku.
Kenikmatan mulai mengaliri tubuhku
dan semakin aku tidak tahan, sehingga aku memasukkan jariku ke dalam vaginaku
sendiri. Aku sendiri sangat menikmati masturbasiku tanpa lepas pandanganku pada
mereka. Belum lagi telingaku jelas mendengar desahan dan rintihan Yanti, aku
dapat membayangkan apa yang dirasakan Yanti dan aku sangat ingin sekali
merasakannya, merasakan vaginaku pun dimasukkan oleh penis Mas Sandi.
Beberapa saat kemudian Mas Sandi
mulai melenguh keras. Kuhentikan kegiatanku dan terus memperhatikan mereka.
“Aakhh… Yantii… nikmaats… aakh… aku
keluaar..!” teriak Mas Sandi membahana.
“Oh… Maas… akuu… juggaa… akh..!”
Kedua tubuh itu bersamaan mengejang.
Mereka mencapai orgasmenya secara bersama-sama.
Penis Mas Sandi masih menancap di
vagina Yanti sampai akhirnya mereka melemas, dan dari belakang tubuh Yanti, Mas
Sandi memeluknya sambil meremas kedua payudara Yanti. Mas Sandi memasukkan
semua spermanya ke dalam vagina Yanti.
Lama sekali aku melihat mereka tidak
bergerak. Rupanya mereka sangat kelelahan. Di sofa itu mereka tertidur
bertumpukan. Tubuh Yanti berada di bawah tubuh Mas Sandi yang menindihnya. Mata
mereka terpejam seolah tidak menghiraukan aku yang duduk terpaku di depannya.
Hingga aku pun mulai bangkit dari dudukku dan beranjak pergi menuju kamarku.
Sesampai di kamar aku baru sadar kalau aku masih telanjang bulat. Maka aku pun
balik lagi menuju kamar Yanti di mana celana dalam dan BH yang akan kupakai
berada di sana.
Selagi aku berjalan melewati ruang
tamu itu, aku melihat mereka masih terkulai di sofa itu. Tanpa menghiraukan
mereka, aku terus berjalan memasuki kamar Yanti dan memungut celana dalam dan
BH yang ada di lantai. Setelah kukenakan semuanya, kembali aku berjalan menuju
kamarku dan sempat sekali lagi aku menengok mereka di sofa itu pada saat aku
melewati ruang tamu.
Sesampai di kamar, entah kenapa rasa
lelah dan kantukku hilang. Aku menjadi semakin resah membayangkan kejadian yang
baru kualami. Pertama ketika aku dimasturbasikan oleh suami istri itu. Dan yang
kedua aku terus membayangkan kejadian di mana mereka melakukan persetubuhan
yang hebat itu. Keinginanku untuk merasakan penis Mas Sandi sangat besar. Aku
mengharapkan sekali Mas Sandi sekarang menghampiri dan menikmatiku. Namun itu
mungkin tidak terjadi, karena aku melihat mereka sudah lelah sekali.
Entah sudah berapa kali mereka
bersetubuh pada saat aku terlelap tadi. Aku semakin tidak dapat menahan gejolak
birahiku sendiri hingga aku merebahkan diri di kasur empuk. Dengan posisi
telungkup, aku mulai memejamkan mata dengan maksud agar aku terlelap. Namun
semua itu sia-sia. Karena kembali kejadian-kejadian barusan terus membayangiku.
Secara cepat aku teringat bahwa tadi ketika mereka bersetubuh, aku melakukan
masturbasi sendiri dan itu tidak selesai. Maka tanganku segera kuselipkan di
selangkanganku. Aku membelai kembali vaginaku yang terasa panas itu.
Dan ketika tanganku masuk ke dalam
celanaku, aku mulai menyentuh klitorisku. Kembali aku nikmat. Aku tidak kuasa
membendung perasaan itu, dan jariku mulai menemukan lubang kemaluanku yang
berlendir itu. Dengan berusaha membayangkan Mas Sandi menyetubuhiku, kumasukkan
jari tengahku ke dalam lubang itu dalam-dalam. Kelembutan di dalam vaginaku dan
gesekan di dinding-dindingnya membuatku mendesah kecil.
Sambil mengeluar-masukkan jari tengahku,
aku membayangkan betapa besar dan panjangnya penis Mas Sandi. Beda sekali
dengan penis Mas Hadi yang kumiliki. Kemaluan Mas Sandi panjang dan besarnya
normal-normal saja. Sedangkan milik Mas Sandi, sudah panjang dan besar, dihiasi
oleh urat-uratnya yang menonjol di lingkaran batang kemaluannya. Itu semua
kulihat tadi dan kini terbayang di dalam benakku.
Beberapa menit kemudian, ketika ada
sesuatu yang lain di dalam vaginaku, semakin kupercepat jari ini
kukeluar-masukkan. Sambil terus membayangi Mas Sandi yang menyetubuhiku, dan
aku sama sekali tidak membayangkan suamiku sendiri. Setiap bayangan suamiku
muncul, cepat-cepat kubuang bayangan itu, hingga kembali Mas Sandi lah yang
kubayangkan.
Tanpa sadar, ketika aku akan
mencapai orgasme, aku membalikan badan dan aku memasukkan jari telunjuk ke
dalam lubang vaginaku. Dalam keadaan telentang aku mengangkangkan selebar
mungkin pahaku. Kini dua jariku yang keluar masuk di lubang vaginaku. Maka
kenikmatan itu berlanjut hebat sehingga tanpa sadar aku memanggil-manggil pelan
nama Mas Sandi.
“Akh… sshh… Masss… Sandii… Okh…
Mass.. Mas.. Sandi.. aakkh..!” itulah yang keluar dari mulutku.
Seer… aku merasa kedua jariku hangat
sekali dan semakin licin. Aku mengangkat ke atas pinggulku sambil tidak melepas
kedua jariku menancap di lubang vaginaku. Beberapa lama tubuhku merinding,
mengejang, dan nikmat tidak terkira. Sampai pada akhirnya aku melemas dan
pinggulku turun secara cepat ketika kenikmatan itu perlahan berkurang.
Aku mencabut jari jemariku dan cairan
yang menempel di jari-jari itu segera kujilati. Asin campur gurih yang
kurasakan di lidahku. Dengat mata yang terpejam-pejam kembali aku membayangkan
penis Mas Sandi yang sedang kuciumi, kuhisap, dan kurasakan. Cairan yang asin
dan gurih itu kubayangkan sperma Mas Sandi. Ohhh.., nikmatnya semua ini.
Dan setelah aku puas, barulah
kuhentikan hayalan-hayalanku itu. Kutarik selimut yang ada di sampingku dan
menutupi sekujur tubuhku yang mulai mendingin. Aku tersenyum sejenak mengingat
hal yang barusan, gila… aku masturbasi dengan membayangkan suami orang lain.
Pagi harinya, ketika aku terjaga
dari tidurku dan membuka mataku, aku melihat di balik jendela kamar sudah
terang. Jam berapa sekarang, pikirku. Aku menengok jam dinding sudah
menunjukkan pukul sepuluh pagi. Aku kaget dan bangkit dari posisi tidurku.
Ufh.., lemas sekali badan ini rasanya. Kukenakan celana dalamku. Karena udara
sedikit dingin, kubalut tubuhku dengan selimut dan mulai berdiri.
Ketika berdiri, sedikit
kugerak-gerakan tubuhku dengan maksud agar rasa lemas itu segera hilang. Lalu
dengan gontai aku berjalan menuju pintu kamar dan membuka pintu yang tidak
terkunci.
Karena aku ingin pipis, segera aku
berjalan menuju kamar mandi, sesampainya di kamar mandi segera kuturunkan
celana dalamku dan berjongkok. Keluarlah air hangat urine-ku dari liang vagina.
Sangat banyak sekali air kencingku, sampai-sampai aku pegal berjongkok.
Beberapa saat kemudian, ketika air kencingku habis, segera kubersihkan vaginaku
dan kembali aku mengenakan celana dalamku, lalu kembali pula aku melingkari
kain selimut itu, karena hanya kain ini yang dapat kupakai untuk menahan rasa
dingin, baju tidur yang akan dipinjamkan oleh Yanti masih berada di kamarnya.
Aku keluar dari kamar mandi itu,
lalu berjalan menuju ruangan dapur yang berada tidak jauh dari kamar mandi itu,
karena tenggorokanku terasa haus sekali. Di dapur itu aku mengambil segelas air
dan meminumnya.
Setelah minum aku berjalan lagi
menuju kamarku. Namun ketika sampai di pintu kamar, sejenak pandangan mataku
menuju ke arah ruang tamu. Di sana terdapat Mas Sandi sedang duduk di sofa
sambil menghisap sebatang rokok. Matanya memandangku tajam, namun bibirnya
memperlihatkan senyumnya yang manis. Dengan berbalut kain selimut di tubuhku,
aku menghampiri Mas Sandi yang memperhatikan aku. Lalu aku duduk di sofa yang
terletak di depannya. Aku membalas tatapan Mas Sandi itu dengan menyunggingkan
senyumanku.
“Yanti mana..?” tanyaku padanya
membuka pembicaraan.
“Sedang ke warung sebentar, katanya
sih mau beli makanan..!” jawabnya.
“Mas Sandi tidak kerja hari ini..?”
“Tidak akh.., malas sekali hari ini.
Lagian khan aku tak mau kehilangan kesempatan..!” sambil berkata demikian
dengan posisi berlutut dia menghampiriku.
Setelah tepat di depanku, segera
tangannya melepas kain selimut yang membungkusi tubuhku. Lalu dengan cepat
sekali dia mulai meraba-raba tubuhku dari ujung kaki sampai ujung pahaku.
Diperlakukan demikian tentu saja aku geli. Segera bulu-bulu tubuhku berdiri.
“Akh… Mas..! Gellii..!” kataku.
Mas Sandi tidak menghiraukan
kata-kataku itu.
Kini dia mulai mendaratkan bibirnya
ke seluruh kulit kakiku dari bawah sampai ke atas. Perlakuannya itu
berulang-ulang, sehingga menciptakan rasa geli campur nikmat yang membuatku
terangsang. Lama sekali perlakuan itu dilakukan oleh Mas Sandi, dan aku pun
semakin terangsang.
“Akh… Mas..! Oh.., mmh..!” aku
memegang bagian belakang kepala Mas Sandi dan menariknya ketika mulut lelaki
itu mencium vaginaku.
Semakin aku mengangkangkan pahaku,
dengan mesranya lidah Mas Sandi mulai menjilat kemaluanku itu. Tubuhku mulai
bergerak-gerak tidak beraturan, merasakan nikmat yang tiada tara di sekujur
tubuhku.
Aku membuang kain selimut yang masih
menempel di tubuhku ke lantai, sementara Mas Sandi masih dengan kegiatannya,
yaitu menciumi dan menjilati vaginaku. Aku menengadah menahan nikmat, kedua
kakiku naik di tumpangkan di kedua bahunya, namun tangan Mas Sandi
menurunkannya dan berusaha membuka lebar-lebar kedua pahaku itu. Karuan saja
selangkanganku semakin terkuak lebar dan belahan vaginaku semakin membelah.
“Akh.. Mas..! Shh.. nikmaats..!
Terus Mass..!” rintihku.
Kedua tangan Mas Sandi ke atas untuk
meremas payudaraku yang terasa sudah mengeras, remasan itu membuatku semakin
nikmat saja, dan itu membuat tubuhku semakin menggelinjang. Segera aku menambah
kenikmatanku dengan menguakkan belahan vaginaku, jariku menyentuh kelentitku
sendiri. Oh.., betapa nikmat yang kurasakan, liang kemaluanku sedang disodok
oleh ujung lidah Mas Sandi, kedua payudaraku diremas-remas, dan kelentitku
kusentuh dan kupermainkan. Sehingga beberapa detik kemudian terasa tubuhku
mengejang hebat disertai perasaan nikmat teramat sangat dikarenakan aku mulai
mendekati orgasmeku.
“Oh… Mas..! Aku… aku… akh..,
nikmaats… mhh..!” bersamaan dengan itu aku mencapai klimaksku.
Tubuhku melayang entah kemana, dan
sungguh aku sangat menikmatinya. Apalagi ketika Mas Sandi menyedot keras lubang
kemaluanku itu. Tahu bahwa aku sudah mencapai klimaks, Mas Sandi menghentikan
kegiatannya dan segera memelukku, mecium bibirku.
“Kamu sungguh cantik, Ridha.., aku
cinta padamu..!” sambil berkata demikian, dengan pinggulnya dia membuka kembali
pahaku, dan terasa batang kemaluannya menyentuh dinding kemaluannku.
Segera tanganku menggenggam kemaluan
itu dan mengarahkan langsung tepat ke liang vaginaku.
“Lakukan Mas..! Lakukan sekarang..!
Berikan cintamu padaku sekarang..!” kataku sambil menerima setiap ciuman di
bibirku.
Mas Sandi dengan perlahan memajukan
pinggulnya, maka terasa di liang vaginaku ada yang melesak masuk ke dalamnya.
Gesekan itu membuatku kembali menengadah, sehingga ciumanku terlepas. Betapa
panjang dan besar kurasakan. Sampai aku merasakan ujung kemaluan itu menyentuh
dinding rahimku.
“Suamimu sepanjang inikah..?”
tanyanya.
Aku menggelengkan kepala sambil
terus menikmati melesaknya penis itu di liang vaginaku.
Beberapa saat kemudian sudah amblas
semua seluruh batang kemaluan Mas Sandi. Aku pun sempat heran, kok bisa batang
penis yang panjang dan besar itu masuk seluruhnya di vaginaku. Segera aku
melipatkan kedua kakiku di belakang pantatnya. Sambil kembali mencium bibirku
dengan mesra, Mas Sandi mendiamkan sejenak batang penisnya terbenam di
vaginaku, hingga suatu saat dia mulai menarik mundur pantatku perlahan dan
memajukannya lagi, menariknya lagi, memajukannya lagi, begitu seterusnya hingga
tanpa disadari gerakan Mas Sandi mulai dipercepat. Karuan saja batang penis
yang kudambakan itu keluar masuk di vaginaku. Vagina yang seharusnya hanya
dapat dinikmati oleh suamiku, Mas Hadi.
Di alam kenikmatan, pikiranku
menerawang. Aku seorang perempuan yang sudah bersuami tengah disetubuhi oleh
orang lain, yang tidak punya hak sama sekali menikmati tubuhku, dan itu sangat
di luar dugaanku. Seolah-olah aku sudah terjebak di antara sadar dan tidak
sadar aku sangat menikmati perselingkuhan ini. Betapa aku sangat mengharapkan
kepuasan bersetubuh dari lelaki yang bukan suamiku. Ini semua akibat Yanti yang
memberi peluang seakan sahabatku itu tahu bahwa aku membutuhkan ini semua.
Beberapa menit berlalu, peluh kami
sudah bercucuran. Sampailah aku pada puncak kenikmatan yang kudambakan.
Orgasmeku mulai terasa dan sungguh aku sangat menikmatinya. Menikmati orgasmeku
oleh laki-laki yang bukan suamiku, manikmati orgasme oleh suami sahabatku. Dan
aku tidak menduga kalau rahimku pun menampung air sperma yang keluar dari penis
lelaki selain suamiku.
Singkat kisahku, kini aku sudah
bekerja di salah satu perusahaan milik bapaknya Yanti. Dengan demikian
kehiduapanku selanjutnya mulai membaik. Ini semua berkat bantuan dari sahabatku
Yanti. Namun sekarang tercipta problema baru yang mengganggu pikiranku.
Penghianatanku terhadap Mas Hadi tidak berhenti sampai di sini.
Gairah seksku tidak dapat
tertahankan. Aku dapat melayani suamiku hingga beberapa kali. Dan jika aku
tidak merasa puas, kulampiaskan gejolakku itu dengan Mas Sandi, bahkan kalau
Mas Sandi tidak ada, aku mencari kepuasan seksku dengan siapa saja yang mau.
Dan untungnya hingga kini suamiku tidak mengetahuinya, tapi apa mungkin dia
telah mengetahuinya..? Aku tidak perduli.
Langganan:
Postingan (Atom)