Sakitku bukan fisik semata, tapi
hatiku juga hancur lebur saat aku punya dilema dimana aku yang terjerat hutang
karena ambisiku untuk jadi pegawai negri,Dion (39) adalah suami yang menikahiku
karena perjodohan. Orangtua Dion adalah sahabat orang tuaku. Pernikahan itu
sendiri memang berlangsung mewah untuk seukuran desaku. Orangtua Dion adalah
petani. Dion anak kedua dari tiga bersaudara. Dion bersekolah di kota jawabarat
sejak kecil hingga lulus SMP.
Riranti (34) namaku, Sejak kecil hingga tamat SMU aku anak rumahan. Orangtuaku nyaris tak pernah mengajakku bepergian, bahkan kota disekitarku kuketahui lewat wisata sekolah. “Ratih, umurmu sudah cukup, kok belum dapat jodoh juga. Kamu akan bapak jodohkan sama anak teman Bapak ya,” kata Bapakku suatu kali. “Inggih Pak, kulo nurut mawon,” jawabku menyetujui usulan Bapak.
Dua bulan kemudian undangan pernikahanku sudah beredar, namun tak sekalipun aku bertemu Dion hanya pas libur saja dion ada dirumah, paling hanya lewat foto yang dibawa oleh Bapakku. “Dion belum bisa cuti kerja, nanti saja cutinya diambil sekalian hari pernikahan,” alasan Bapakku saat kutanya kenapa Dion tak bertandang ke rumah kami. Kan aku ingin berkenalan dengan calon suamiku.
Pernikahan kami berjalan lancar, tetamu banyak berdatangan membawa kado bermacam-macam, hampir sebagian besar alat rumah tangga. Kami juga menanggap hiburan, pertunjukan kesenian Jawa barat yang di desa kami. Pokoknya pernikahan kami meriah dan berkelas untuk ukuran desa kami.
Malam usai pernikahan, Dion tak menyentuhku. “Aku lelah, ngantuk. Aku mau tidur,” tegasnya langsung tertidur. Aku hanya diam dan malu karena harus berbagi ranjang dengan pria yang baru kukenal tadi pagi saat akad nikah. Dalam diam kupandangi wajah Dion, berwajah persegi empat, dengan rahang tegas, rambut sedikit berombak. Dengkuran kecil mengiringi tidur lelapnya.
Hanya tiga hari Dion di rumah, kemudian dia berangkat kerja lagi. Dion kontrak disebuah rumah kecil tanpa halaman dan mempunyai satu kamar tidur, satu ruang tamu, dapur sekaligus ruang makan dan satu kamar mandi. Cukuplah rumah itu bagi kami berdua. Sejak menikah praktis aku di rumah saja, Dion berangkat kerja pagi dan pulang pukul tujuh malam. Dion mengaku bekerja di perusahaan mobil, entah bagian apa.
Baru dua bulan bekerja, Dion di PHK karena perusahaannya tempat bekerja mengalami kesulitan. pada perusahaan tempat Dion bekerja.
Aku yang diam-diam dengan suami punya ambisi untuk jadi seorang pegawai,karena perlu di ketahui statusku sekarang memang jadi guru honorer,yang mungkin dari gajipun tak bakal menyukupi kebutuhanku,ditambah suamiku hanya seorang sopir angkutan jadi mana cukup untuk memenuhi kehidupan kami,aku juuga tergolong wanita yang supel pandai bergaul,di samping statusku jadi guru aku juga banyak kegiatan di luar yang kadang pulang sampai larut malam.
Riranti (34) namaku, Sejak kecil hingga tamat SMU aku anak rumahan. Orangtuaku nyaris tak pernah mengajakku bepergian, bahkan kota disekitarku kuketahui lewat wisata sekolah. “Ratih, umurmu sudah cukup, kok belum dapat jodoh juga. Kamu akan bapak jodohkan sama anak teman Bapak ya,” kata Bapakku suatu kali. “Inggih Pak, kulo nurut mawon,” jawabku menyetujui usulan Bapak.
Dua bulan kemudian undangan pernikahanku sudah beredar, namun tak sekalipun aku bertemu Dion hanya pas libur saja dion ada dirumah, paling hanya lewat foto yang dibawa oleh Bapakku. “Dion belum bisa cuti kerja, nanti saja cutinya diambil sekalian hari pernikahan,” alasan Bapakku saat kutanya kenapa Dion tak bertandang ke rumah kami. Kan aku ingin berkenalan dengan calon suamiku.
Pernikahan kami berjalan lancar, tetamu banyak berdatangan membawa kado bermacam-macam, hampir sebagian besar alat rumah tangga. Kami juga menanggap hiburan, pertunjukan kesenian Jawa barat yang di desa kami. Pokoknya pernikahan kami meriah dan berkelas untuk ukuran desa kami.
Malam usai pernikahan, Dion tak menyentuhku. “Aku lelah, ngantuk. Aku mau tidur,” tegasnya langsung tertidur. Aku hanya diam dan malu karena harus berbagi ranjang dengan pria yang baru kukenal tadi pagi saat akad nikah. Dalam diam kupandangi wajah Dion, berwajah persegi empat, dengan rahang tegas, rambut sedikit berombak. Dengkuran kecil mengiringi tidur lelapnya.
Hanya tiga hari Dion di rumah, kemudian dia berangkat kerja lagi. Dion kontrak disebuah rumah kecil tanpa halaman dan mempunyai satu kamar tidur, satu ruang tamu, dapur sekaligus ruang makan dan satu kamar mandi. Cukuplah rumah itu bagi kami berdua. Sejak menikah praktis aku di rumah saja, Dion berangkat kerja pagi dan pulang pukul tujuh malam. Dion mengaku bekerja di perusahaan mobil, entah bagian apa.
Baru dua bulan bekerja, Dion di PHK karena perusahaannya tempat bekerja mengalami kesulitan. pada perusahaan tempat Dion bekerja.
Aku yang diam-diam dengan suami punya ambisi untuk jadi seorang pegawai,karena perlu di ketahui statusku sekarang memang jadi guru honorer,yang mungkin dari gajipun tak bakal menyukupi kebutuhanku,ditambah suamiku hanya seorang sopir angkutan jadi mana cukup untuk memenuhi kehidupan kami,aku juuga tergolong wanita yang supel pandai bergaul,di samping statusku jadi guru aku juga banyak kegiatan di luar yang kadang pulang sampai larut malam.
Suatu saat
ada yang menawariku jadi pns dengan syarat harus mengeluarkan sokongan sebanyak
seratus juta,akupun menyutujuinya asal aku sukses jadi pegawai.akhinya aku
mulai main uang sana sini untuk memenuhi permintaan itu tanpa sepengetahuan
suamiku,akhirnya dari tempat aku bekerja sampingan aku kebetulan memegang
bagian keuangan,yang kemudian aku gelapkan uang tersebut untuk menyodok jadi
pegawai dengan satu harapan dapat terwujud impianku.
Perjalanan waktu yg bergulir,aku menanti
sebuah janji atas impianku yang tak kunjung datang dan akhirnya terbongkar
korupsiku tadi hingga aku tertanggung hutang yg begitu banyak.
Aku yang buta oleh sebuah jeratan hutang
akhirnya aku nekat tuk bisa membayar hutangku dengan jalan apapun,aku tak
sanggup lagi untuk tetap di dalam kampung halamanku karena menanggung malu
akibat perbuatanku sendiri,akhirnya aku memutuskan tuk kerja keluar dari
wilayahku untuk menutupi rasa maluku,akhirnya aku diterima kerja di sebuah kota
di pegunungan ,aku bekerja sebagai asisten dokter yang kebetulan dokter nya
adalah seorang yang punya kekayaan,dia juga ganteng,namanya pak eko dia tinggal
sendirian di sana karena tugas praktek dia memang aslinya orang bandung istri
dan anaknya di sana.
Hari demi hari aku lakukan kegiatanku,setiap
habis praktek aku diajak ngobrol sama pak eko,aku curhat padanya bahwa aku
sedang punya masalah di rumah karena terjerat hutang,pak eko akhirnya iba
mendengar ceritaku,karena setiap hari bertemu dan ngobrol akhirnya timbul rasa
cinta antara aku dan pak eko,...yan kalau kamu nggak keberatan nati hutang2mu
aku lunasin asal kamu tetap disini menemaniku......iya...pak aku jadi nggak
enak sama bapak ,nggak apa2 yan...kitakan harus saling membantu....makasih pak
sebelumnya
Malam itu, pak Eko masuk kamar, dan berdiam diri di sebelahku. “Bukan seperti ini yan, bukan permintaanku yan, tapi aku rela pak tuk jadi simpanan bapak karena bapak telah berjasa menuntaskan permasalahanku“jangan panggil pak dech yan panggil aku mas aja biar akrab,baiklah mas,” bisikku tak kalah parau. Entah siapa yang memulai, kami berpagutan dan saling menindih, berguling tanpa suara. Jujur saja, malam itu aku mendapat kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh Mas Eko.
Dengan tangannya, dengan lidahnya, Mas Eko memuaskanku. Subuh aku terbangun dan memintanya lagi dan Mas Eko memberiku kepuasan tak berkesudahan.
Malam itu, pak Eko masuk kamar, dan berdiam diri di sebelahku. “Bukan seperti ini yan, bukan permintaanku yan, tapi aku rela pak tuk jadi simpanan bapak karena bapak telah berjasa menuntaskan permasalahanku“jangan panggil pak dech yan panggil aku mas aja biar akrab,baiklah mas,” bisikku tak kalah parau. Entah siapa yang memulai, kami berpagutan dan saling menindih, berguling tanpa suara. Jujur saja, malam itu aku mendapat kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh Mas Eko.
Dengan tangannya, dengan lidahnya, Mas Eko memuaskanku. Subuh aku terbangun dan memintanya lagi dan Mas Eko memberiku kepuasan tak berkesudahan.
“Mas Dion, aku tak mau membahasnya. Aku sudah berkorban melunasi hutangku, Maka hampir setiap malam aku melayani mas eko di rumah kontrakan Mas Eko, aku menikmati belaian setiap yang di berikan mas eko karena aku juga termasuk maniak sex. Aku menikmati cumbuan panas itu. Aku belajar bercinta dengan pria lain selain suamiku. Dan tiap malam mas eko meniduriku minimal dua kali. Aku mendapatkan uang yang cukup hingga mampu untuk menutupi hutangku,
Mas aku benar-benar benar puas mas bisa
melayani mas eko,...aku juga yan ,hingga suatu malam mas eko mengetuk
pintuku,..yan kamu belum tidur ,...belum mas...mau ngga pijitin mas,...ya udah
masuk aja mas....,tanpa lama-lama mas eko membuka pakaianya...akupun langsung
membalurkan lotion,rabaanku ...dari kaki hinnga selangkangan ,mas eko mengeluh
menikmati pijatanku,akupun jadi terangsang melihat tubuh atletis mas eko,akupun
langsung,...memegang senjata mas eko,...aku kulum...aacchhh yannn...nikmat
sekali yan...terus....mas ekopun langsung melucuti pakaianku hingga kami
sama-sama bugil,mas eko langsung menghisap payudara ku yang sudah
mengeras,.....aachhh mass ...sayaaangg...nikmattt sekali mas......terus mas....masukin
dong senjatamu....aku dah ga tahan....sayaaangg....dan akhirnya senjata mas
ekopun masuk kedalam lubang vaginaku....sleeepp...belzzz.....sleep....aaaccchhh
genjot terus sayaaanngggg..,memekmu nenak sayanggg pereeett....kontol mas juga
gedeee...masss...aku dah gak tahaaan maass mau keluarrr,aku juga
sayangggg,....keluarin dimana ...yangg...di dalam aja masss....aku pengen hamil
dari mass....dan akhirnya...lahar kenikmatan itu menyemprotkan kenikmatan yang
tiada tara,aku terkulai lemas dalam pelukan mas eko,,makasih ya sayang...aku
juga mas.
Setelah kejadian itu aku rutin mendapatkan
siraman kenikmatan dari mas eko,sebulan sekali aku pulang tuk menengok suami
dan anakku,....hingga saat ini suamiku tak mengetahuinya kalau dalam
pekerjaanku sebenarnya sekaligus mendapatkan kepuasan dari atasanku.hingga
akhirnya hutangku lunas,namun hutang birahiku terhadap mas eko mungkin takkan
pernah lunas ,karena selalu di tagih oleh luapan birahi yang tiada henti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar