Senin, 11 Maret 2013

ibu guru selingkuhanku

Pengalaman ini benar-benar saya alami ketika saya menjadi seorang pegawai di sebuah perusahaan yang berada di kota yang cukup dingin di kota B. Saya berkenalan dengan seorang guru yang kebetulan masih muda dan dia sudah memiliki 3 orang anak yang masih kecil. Suaminya bekerja di kota sebelah, dan pulang seminggu sekali. Hubungan mereka baik-baik saja, tidak ada masalah yang berarti.

Karna sudah cukup lama saling mengenal, maka kami bisa lebih akrab bahkan dengan suaminya. Sampai suatu kali, ketika seperti biasa suaminya dinas ke luar kota, kami bertemu dan pergi makan malam bersama di warung dekat rumahnya. Ketika makan, kami terlibat perbincangan yang normal seprti biasa, dan dia membawakan saya minuman sari buah yang sudah disiapkan dari rumah. Seperti biasa kami makan bersama dan tertawa. Ketika akan pulang, dia bercerita bahwa sedang banyak beban di rumah tangganya, dan dia berat menghadapinya. Ketika saya memberikan dorongan dan solusi, dia senang mendengarnya, dan kami pun berpisah. Ketika berpisah pulang, dia seperti sedang sangat sedih dan susah, sehingga dengan spontan saya memberi dorongan semangat, dan ketika menyalami waktu pulang, agak lama dia menggenggam tangan saya. Saya merasa bahwa ada yang lebih dari eratnya tangan saya dipegangnya.

Esok harinya, ketika sudah lewat jam kantor, dia menghubungi saya dan berkata bahwa sedang ada konflik di rumahnya, jadi saya menawarkan untuk menemuinya. Semula dia menolak, tapi akhirnya dia menerima setelah saya mendesak. Ketika saya datang, dia langsung keluar dari rumah dan menemui saya yang masih berada di dalam mobil. Saya menggenggam tangannya dengan maksud memberikan kekuatan, dan dia tertunduk menahan perasaannya. Entah mengapa, saya mencium pipinya sebagai tanda perhatian. Mula nya dia sangat kaget, tapi tidak menarik wajahnya dari bibir saya, sehingga saya membiarkan ciuman saya semakin dalam di pipinya. Dan tanpa saya duga, tiba-tiba dia bereaksi dengan menahan pipinya, dan saya merasa bahwa dada nya mulai menggemuruh dan nafasnya menjadi cepat.
Saya pun mengelus pipi nya yang sebelah lagi, dan menciumnya dengan lebih dalam. Saya pun merasakan bahwa nafsu sya mulai bangkit, maka saya terus mengelus pipinya dan mengarahkan tangan saya ke lehernya. Dia pun sudah tidak bisa menutupi hasratnya yang mulai naik, dengan meremas rambut belakang kepala saya, sambil mendesah menahan nafsunya.
Lalu dia melepaskan pipinya dari bibir saya, dan dengan sedikit terengah-engah dia berkata, “Bawa aku pergi dong…, aku mau sama kamu.. bawa aku pergi.. sshhh… aku kangen sama kamu…”. Saya kaget mendengarnya, segera saja saya jalankan mobil dan membawa dia pergi ke tempat yang saya rasa tepat untuk melampiaskan hasrat kami yang tiba-tiba naik ini.
Saya membawa nya ke sebuah motel yang dekat di pinggir kota kami, lalu membayar dan mambawa dia masuk ke dalam. Segera kami berada di dalam kamar, dia langsung menyerbu saya dan memeluk saya, sambil wajahnya di benamkan di dada saya, sambil memeluk erat tubuh saya. Saya segera memeluk dan mencari bibirnya, mencium dan mengulumnya dengan sangat dalam, dan dia pun menyambut dengan sangat bernafsu. Di tengah-tengah desahan nafasnya, dia mendesah dengan cepat sambil terus membiarkan dirinya saya cium. “Akkhhh.. shhh..mmm..hhmmmff… ssshhhttt….”, dia terus mendesah-desah. Saya memeluk dan mulai meraba belakang punggungnya, dan sedikit meremas pantatnya. Dia menaikkan badannya, sabil memeluk leher saya, dan sambil terus mendesah dia merasakan lidah saya sudah bergerilya di dalam mulutnya. “Ahhh…sshhhht… auhhh…., saying, aku kangen sekali… sama kamu….. ahhh…sshhhttt..” katanya kepada saya. Saya pun menyambutya dengan terus memeluk, mencium dan mulai meraba ke balik bajunya di bagian belakang.
Dia agak menggelinjang, lalu saya terus meraba sampai di bagian atas dari punggungnya, dan menyentuh kaitan bh di belakangnya. Sambil menggelinjang dia terus menciumi saya, sementara saya mulai meningkatkan rabaan saya di punggungnya, sambil mengarah ke bagian samping tubuhnya. Dia pun ikut menginjinkan dengan memundurkan sedikit badannya sehingga tangan saya bisa meraba bagia depan tubuhnya, di bagian perut dan terus naik ke payudara nya yang hangat dan empuk itu..
“Ahhh..sshh…, sayang, geli sayang…aauuuhhh… hmmm…. Sayaaanngggg…. Geli…”, begitu desahannya ketika saya mulai memainkan putting nya yang mulai mengeras di tangan saya. Saya pun melepaskan puting payudaranya, lalu mulai membuka satu eprsatu kancing blouse nya dari depan. Dia diam saja, melihat tangan saya membuka satu persatu, dan dia memandang dengan pasrah bergetar….
Ketika blouse nya telah saya buka, saya pun melepaskan pengait bh nya, dan ketika terpampang payudara yang begitu indah, saya segera menciumnya lagi, dan meraba sambil sedikit meremas payudara nya yang indah itu. Dia semakin menggelinjang dan terus mendesah-desah… “ahhh…. Sayang….aaahh….ssshhhhtttt…. mmm, sayaaaannnggg….” Hanya itu yang dikatakannya. Apalagi ketika mulut saya mencapai puting payudara nya, dia semakin bergetar-getar dan menggelinjang, menahan kenikmatan yang saya berikan lewat ciuman, kuluman dan sedikit gigitan karna gemas di payudara yang sangat indah dan manis itu.
“sayang…. Udah dong… udah sayang….. aku nggak tahan…. Aku nggak tahaaannn… ssshhhh… auuuhhhh… geli sayanghhh…. Udah ahhhh….”. Tanpa menjauhkan diri dari mulut saya, malah sesekali tangannya menekan kepala saya untuk lebih kuat menekan payu dara nya, karna di sanalah kenikmatan bagi wanita, ketika payudara nya di tekan dan dijilati…
Ketika dia semakin naik tinggi nafsu nya, tangan nya meraba-raba kea rah selangkangan saya, dan meremas-remas senjata saya dari luar celana. Saya tahu apa yang diinginkannya. “Kamu mau apa sayang…?” tanyaku sambil terus menciumi payudara nya yang indah itu. “Ahhh… shhht…. Aku mau…sayang…. Aku mauuu… hhhhsss…hmmm…aaauuuhhhh…” dia menjawab dengan suara tetap memburu.
Saya jilati terus payudaranya, sambil saya mulai membawa dia berjalan kea rah tempat tidur, lalu merebahkannya di sana, kemudian turun untuk membuka retsleting celana panjangnya, dan melepaskannya. Dia hanya bisa terus meremas rambut kepala saya, apalagi ketika saya menciumi gundukan di tengah-tengah kedua pangkal paha nya yang putih mulus itu… indah sekali. Saya dengan bernafsu menjilati kemaluannya dari luar celana dalamnya yang berwarna krem itu. Dia semakin menggelinjang dan semakin tidak tahan saya perlakukan seperti itu. “Aaahhh…. Sayang…. Auuhh…shhhtt… aku nggak tahannnnhhh… hhmmmm…. Jangan dong….”, rengeknya manja di sela-sela nafsunya yang semakin meningkat. Lalu saya melepaskan celana dalamnya, lalu tangannya juga menarik celana saya lebih dekat, lalu membuka ikat pinggang dan retsleting celana saya dan menurunkannya. Setelah dia telanjang dan saya tinggal memakai celana dalam, dia semakin meremas senjata saya dari luar celana dalam, sambil saya terus mencium bibirnya dan turun ke payudara nya yang tidak membosankan itu…
“Aaahhh… sayang.. udaaahhhh… udaahhh…. Sayanghhh… jangan lagi… auhhh… au udah nggak tahannnn…”, dia berkata sambil mendesah, tanpa berani menyebutkan langsung apa yang dia mau.
Lalu dengan segera dia menarik celana dalam saya ke bawah, dan saya pun membukanya dengan kaki saya, lalu mengarahkan senjata yang sudah tegang dari tadi ke arah kemaluannya yang sudah sangat basah….
“Auuu….. pelan-pelan…sayanggg….. ssssaaakkkiitthhhh….” Jeritnya ketika saya memasukkan senjata saya ke kemaluannya yang sudah menantang itu… saya heran kenapa sakit? Rupanya karna senjata saya yang cukup besar, lebih besar dari milik suaminya (pengakuan dia setelah itu)..
“Ahhhh, sayang….pelan-pelan..hhhh…shhhttt…..”. Saya pun terus memasukkan ke dalam, dan ketika saya rasa sudah setengah masuk, saya mulai memaju mundur kan dengan perlahan-lahan dan lambat untuk bisa menikmati sensasi kenikmatan lubang kemaluan yang masih agak sempit itu..
“Ahhh enak sekali sayang,…. Punya kamu sempit dan nikmat hhhh… aahhh” saya pun ikut mendesah karna nikmatnya persetubuhan ini. Dia pun mulai sedikit mereda sakitnya dan ketika saya ters memaju mundurkan senjata saya, dia bisa menikmati dengan penuh nafsu…
“Terushhh..sayang….auhhh…teruss…..enakkkhhhh…hmmmm ..shhhhtt…aaaaccchhhhh…” katanya terus. “Iya sayang…enak kan…? Saya juga enak sayanghhh….ahhhh.. punya kamu enak sayanghhh…. Ahhh…” saya pun menjawabnya di sela-sela genjotan senjata yang semakin cepat..
Setelah sekian lama saling mencium, meraba, meremas dan menjilat… tiba-tiba dia menjerit.. “AAahhhh…aahhhh…ssshhhhh…auuuhhh….aachhhhh….” dia mengerang menjelang orgasmenya, dan saya yang mendengar dia menjerit menahan kenikmatan seperti itu segera tahu apa yang akan terjadi, saya pun berkata…”sayannggg….hhh.sss…. kamu mau …kee…luaarrr… yahh…. Shshhhttt…. Sama-sama yachhh… aaahhhh… ssshhhtttt.. auuuhh…. Hmmmmm…aahhhhh….sssshhhhh….”
Dan tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat dan kakinya menjepit pinggang saya sambil tangannya mencengkeram tubuh saya, dan kepalanya bergoyang ke kanan dan kiri, “aaaaaahhhhhh…..aachhhhh…ssshhhhhtttt….aaaaacccccc cccchhhh…aaahhh….. aaauuuhhhhh…..” dia mencapai orgasmenya, dan saya mendengar erangan yang sangat menggairahkan seperti itu pun akhirnya tidak dapat menahan denyutan di ujung senjata yang sudah terkumpul sekian lama ini, akhirnya menyemprotkan sperma yang sangat banyak ke dalam rahimnya… “aaahhhhh….aahhh…ahhhh…sshhhtt…. akkkkhhhhh…. Ssshhhhhttt….. aaauuuhhhh….aahhhhhhh…”
Beberapa kali tembakan sperma saya menembus pintu lubang rahim nya, dan dia pun lemas tak berdaya di bawah tubuh saya yang sama-sama sudah berkeringat…. Dia tersenyum dan mencium bibir saya, dan kami berciuman agak lama sebagai tanda nikmat dan senang atas kenikmatan yang sudah kami rasakan bersama-sama saat itu.
Setelah berbincang-bincang sebentar, kami pun mandi bersama, lalu pulang, dengan tekad akan bertemu lagi kapan kami saling rindu satu sama lain. Ketika akan turun dari mobil saya mencium bibirnya agak lama, dan melepaskan dengan rasa senang dan berjanji


bercinta dengan ibu guru

Panggil saja aku Ade, panggilan sehari-hari meski aku bukan anak bontot. Aku murid SMU kelas 3. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta. Daerahnya mirip-mirip di PI deh, tapi bukan perumahan “or-kay” kok. Sekitar beberapa bulan lalu, rumah kontrakan kosong di sebelah kiri rumahku ditempati oleh keluarga baru. Awalnya mereka jarang kelihatan, namun sekitardua minggu kemudian mereka sudah cepat akrab dengan tetanggatetangga sekitar. Ternyata penghuninya seorang wanita dengan perkiraanku umurnya baru 30-an, anak perempuannya dan seorang PRT. Nama lengkapnya aku tidak tahu, namun nama panggilannya Tante Yana. Anaknya bernama Anita, sepantaran denganku, siswi SMU kelas 3. Ternyata Tante Yana adalah janda seorang bulekalau tidak salah, asal Perancis. Sikapnya friendly, gampang diajak ngobrol. Tapi, yang paling utama adalah penampilannya yang “mengundang”. Rambutnya ikal di bawah telinga. Kulitnya coklat muda. Bodinya tidak langsing tapi kalau dilihat terus, malah jadi seksi. Payudaranya juga besar. Taksiranku sekitar 36-an.

Yang membikin mengundang adalah Tante Yana sering memakai baju sleeveless dengan celana pendek sekitar empat jari dari lutut. Kalau duduk, celananya nampak sempit oleh pahanya. Wajahnya tidak cantikcantik amat, wajah ciri khas Indonesia, tipe yang disuka orang-orang bule. Seperti bodinya, wajahnya juga kalau diperhatikan, apalagi kalau bajunya agak “terbuka”, malah jadi mukamuka ranjang gitu deh. Dari cara berpakaiannya aku mengira kalau Tante Yana ituhypersex. Kalau Anita, kebalikan ibunya. Wajahnya cantik Indo, dan kulitnya putih. Rambutnya hitam kecoklatan, belah pinggir sebahu. Meski buah dadanya tidak terlalu besar, kecocokan pakaiannya justru membuat Anita jadi seksi. Nampaknya aku terserang sindrom tetangga sebelah nih.


Berhari-hari berlalu, nafsuku terhadap Tante Yana semakin bergolak sehingga aku sering nekat ngumpet di balik semak-semak, onani sambil melihati Tante Yana kalau sedang di luar rumah. Tapi terhadap Anita, nafsuku hanya sedikit, itu juga karena kecantikannya dan kulit putihnya. Nafsu besarku kadang-kadang membuatku ingin menunjukkan batangku di depan Tante Yana dan onani didepan dia. Pernah sesekali kujalankan niatku itu, namun pas Tante Yana lewat, buru-buru kututup “anu”-ku dengan baju, karena takut tiba-tiba Tante Yana melapor sama ortu. Tapi, kenyataannya berbeda. Tante Yana justru menyapaku, (dan kusapa balik sambil menutupi kemaluanku), dan pas di depan pagar rumahnya, ia tersenyum sinis yang menjurus ke senyuman nakal. “Ehem.. hmm..” dengan sorotan mata nakal pula. Sejenak aku terbengong dan menelan ludah, serta malah tambahnafsu.


Kemudian, pada suatu waktu, kuingat sekali itu hari Rabu. Saat aku pulang kuliah dan mau membuka pagar rumah, Tante Yana memanggilku dengan lembut, “De, sini dulu.. Tante bikinin makanan nih buat papa-mamamu.” Langsung saja kujawab, “Ooh, iya Tante..” Nafasku langsung memburu, dan dag dig dug. Setengah batinku takut dan ragu-ragu, dan setengahnya lagi justru menyuruh supaya “mengajak” Tante Yana. Tante Yana memakai baju sleeveless hijau muda, dan celana pendek hijau muda juga. Setelah masuk ke ruang tamunya, ternyata Tante Yana hanya sendirian, katanya pembantunya lagi belanja. Keadaan tersebut membuatku semakin dag dig dug. Tiba-tiba tante memanggilku dari arah dapur, “De, sini nih.. makanannya.” Memang benar sih, ada beberapa piring makanan di atas baki sudah Tante Yana susun.


Saat aku mau mengangkat bakinya, tiba-tiba tangan kanan Tante Yana mengelus pinggangku sementara tangan kirinya mengelus punggungku. Tante Yana lalu merapatkan wajahnya di pipiku sambil berkata, “De, mm.. kamu.. nakal juga yah ternyata..” Dengan tergagap-gagap aku berbicara, “Emm.. ee.. nakal gimana sih Tante?” Jantungku tambah cepat berdegup. “Hmm hmm.. pura-pura nggak inget yah? Kamu nakal.. ngeluarin titit, udah gitu ngocok-ngocok..”Tante Yana meneruskan bicaranya sambil meraba-raba pipi dekat bibirku. Kontan saja aku tambah gagap plus kaget karena Tante Yana ternyata mengetahuinya. Itulah sebabnya dia tersenyum sinis dan nakal waktu itu. Aku tambah gagap, “Eeehh? Eee.. itu..” Tante Yana langsung memotong sambil berbisik sambil terus mengelus pipiku dan bahkan pantatku. “Kamu mau yah sama Tante? Hmm?” Tanpa banyak omong-omong lagi, tante langsung mencium ujung bibir kananku dengan sedikit sentuhan ujung lidahnya.


Ternyata benar perkiraanku, Tante Yana hypersex. Aku tidak mau kalah, kubalas segeraciumannya ke bibir tebal seksinya itu. Lalu kusenderkan diriku di tembok sebelah wastafel dan kuangkat pahanya ke pinggangku. Ciuman Tante Yana sangat erotis dan bertempo cepat. Kurasakan bibirku dan sebagian pipiku basah karena dijilati oleh Tante Yana. Pahanya yang tadi kuangkat kini menggesek-gesek pinggangku. Akibat erotisnya ciuman Tante Yana, nafsuku menjadi bertambah. Kumasukkan kedua tanganku ke balik bajunya di punggungnya seperti memeluk, dan kuelusi punggungnya. Saat kuelus punggungnya, Tante Yana mendongakkan kepalanya dan terengah. Sesekali tanganku mengenai tali BH-nya yang kemudian terlepas akibat gesekan tanganku. Kemudian Tante Yana mencabut bibirnya dari bibirku, menyudahi ciuman dan mengajakkuuntuk ke kamarnya.


Kami buru-buru ke kamarnya karena sangat bernafsu. Aku sampai tidak memperhatikan bentuk dan isi kamarnya, langsung direbah oleh Tante Yana dan meneruskan ciuman. Posisi Tante Yana adalah posisi senggama kesukaanku yaitu nungging. Ciumannya benar-benar erotis. Kumasukkan tanganku ke celananya dan aku langsung mengelus belahan pantatnya yang hampir mengenai belahan vaginanya. Tante Yana yang hyper itu langsung melucuti kaosku dengan agak cepat. Tapi setelah itu ada adegan baru yang belum pernah kulihat baik di film semi ataupun di BF manapun. Tante Yana meludahi dada abdomen-ku dan menjilatinya kembali. Sesekali aku merasa seperti ngilu ketikalidah Tante Yana mengenai pusarku. Ketika aku mencoba mengangkat kepalaku, kulihat bagian leher kaos tante Yana kendor, sehingga buah dadanya yang bergoyang-goyang terlihat jelas. Kemudian kupegang pinggangnya dan kupindahkan posisinya ke bawahku. Lalu, kulucuti kaosnya serta beha nya, kulanjutkan menghisapi puting payudaranya. Nampak Tante Yana kembali mendongakkan kepalanya dan terengah sesekali memanggil namaku.


Sambil terus menghisap dan menjilati payudaranya, kulepas celana panjangku dan celana dalamku dan kubuang ke lantai. Ternyata pas kupegang “anu”-ku, sudah ereksi dengan level maksimum. Sangat keras dan ketika kukocok-kocok sesekali mengenai dan menggesek urat-uratnya. Tante Yana pun melepas celana-celananya dan mengelusi bulu-bulu dan lubang vaginanya. Ia juga meraup sedikit mani dari vaginanya dan memasukkan jari-jari tersebut ke mulutku. Aku langsung menurunkan kepalaku dan menjilati daerah “bawah” Tante Yana. Rasanya agak seperti asin-asinditambah lagi adanya cairan yang keluar dari lubang “anu”-nya Tante Yana. Tapi tetap saja aku menikmatinya. Di tengah enaknya menjilat-jilati, ada suara seperti pintu terbuka namun terdengarnya tidak begitu jelas. Aku takut ketahuan oleh pembantunya atau Anita.


Sejenak aku berhenti dan ngomong sama Tante Yana, “Eh.. Tante..” Ternyata tante justru meneruskan “adegan” dan berkata, “Ehh.. bukan siapa-siapa.. egghh..” sambil mendesah. Posisiku kini di bawah lagi dan sekarang Tante Yana sedang menghisap “lollypop”. Ereksikusemakin maksimum ketika bibir dan lidah Tante Yana menyentuh bagian-bagian batangku. Tante Yanamengulangi adegan meludahi kembali. Ujung penisku diludahi dan sekujurnya dijilati perlahan. Bayangkan, bagaimana ereksiku tidak tambah maksimum?? Tak lama, Tante Yana yang tadinya nungging, ganti posisi berlutut di atas pinggangku. Tante Yana bermaksud melakukan senggama. Aku sempat kaget dan bengong melihat Tante Yana dengan perlahan memegang dan mengarahkan penisku ke lubangnya layaknya film BF saja. Tapi setelah ujungnya masuk ke liang senggama, kembali aku seperti ngilu terutama di bagian pinggang dan selangkanganku dimana kejadian itusemakin menambah nafsuku.


Tante mulai menggoyangkan tubuhnya dengan arah atas-bawah awalnya dengan perlahan. Aku merasa sangat nikmat meskipun Tante Yana sudah tidak virgin. Di dalam liang itu, aku merasa adacairan hangat di sekujur batang kemaluanku. Sambil kugoyangkan juga badanku, kuelus pinggangnya dan sesekali buah dadanya kuremas-remas. Tante Yana juga mengelus-elus dada dan pinggangku sambil terus bergoyang dan melihatiku dengan tersenyum. Mungkin karena nafsu yang besar, Tante Yana bergoyang sangat cepat tak beraturan entah itu maju-mundur atau atas bawah. Sampai-sampai sesekali aku mendengar suara “Ngik ngik ngik” dari kaki ranjangnya. Akibat bergoyang sangat cepat, tubuh Tante Yana berkeringat. Segera kuelus badannya yang berkeringat dan kujilatitanganku yang penuh keringat dia itu.


Lalu posisinya berganti lagi, jadinya aku bersandar di ujung ranjang, dan Tante Yana menduduki pahaku. Jadinya, aku bisa mudah menciumi dada dan payudaranya. Juga kujilati tubuhnya yang masih sedikit berkeringat itu, lalu aku menggesekkan tubuhku yang juga sedikit berkeringat kedada Tante Yana. Tidak kupikirkan waktu itu kalau yang kujilati adalah keringat karena nafsu yang terlalu meledak. Tak lama, aku merasa akan ejakulasi. “Ehh.. Tante.. uu.. udaahh..” Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Tante Yana sudah setengah berdiri dan nungging di depanku. Tante Yana mengelus-elus dan mengocok penisku, dan mulutnya sudah ternganga dan lidahnya menjulur siap menerima semprotan spermaku. Karena kocokan Tante Yana, aku jadi ejakulasi. “Crit.. crroott.. crroott..” ternyata semprotan spermaku kuhitung sampai sekitar tujuh kali dimana setiap kencrotan itu mengeluarkan sperma yang putih, kental dan banyak. Sesekali jangkauan kencrotannya panjang, dan mengenai rambut Tante Yana. Mungkin ada juga yang jatuh ke sprei. Persis sekali film BF.


Kulihat wajah Tante Yana sudah penuh sperma putih kental milikku. Tante Yana yang memanghyper, meraup spermaku baik dari wajahnya ataupun dari sisa di sekujur batangku, dan memasukkan ke mulutnya. Setelah itu, aku merasa sangat lemas. Staminaku terkuras oleh Tante Yana. Aku langsung rebahan sambil memeluk Tante Yana sementara penisku masih tegak namuntidak sekeras tadi.


Sekitar seminggu berlalu setelah ML sama Tante Yana. Siang itu aku sedang ada di rumah hanya bersama pembantu (orang tuaku pulangnya sore atau malam, adikku juga sedang sekolah). Sekitar jam satu-an, aku yang sedang duduk di kursi malas teras, melihat Tante Yana mau pergi entah kemana dengan mobilnya. Kulihat Anita menutup pagar dan ia tidak melihatku. Sekitar 10 menitkemudian, telepon rumahku berdering. Saat kuangkat, ternyata Anita yang menelepon. Nada suaranya agak ketus, menyuruhku ke rumahnya. Katanya ada yang ingin diomongin. Di ruang tamunya, aku duduk berhadapan sama Anita. Wajahnya tidak seperti biasanya, terlihat jutek, judes, dan sebagainya. Berhubung dia seperti itu, aku jadi salah tingkah dan bingung mau ngomong apa.


Tak lama Anita mulai bicara duluan dengan nada ketus kembali,“De, gue mau tanya!”“Hah? Nanya apaan?” Aku kaget dan agak dag dig dug.“Loe waktu minggu lalu ngapain sama nyokap gue?” Dia nanya langsung tanpa basa-basi.“Ehh.. minggu lalu? Kapan? Ngapain emangnya?”Aku pura-pura tidak tahu dan takutnya dia mau melaporkan ke orang tuaku.“Aalahh.. loe nggak usah belagak bego deh.. Emangnya gue nggak tau? Gue baru pulang sekolah, gue liat sendiri pake mata kepala gue.. gue intip dari pintu, loe lagi make nyokap gue!!”Seketika aku langsung kaget, bengong, dan tidak tahu lagi mau ngapain, badan sudah seperti mati rasa. Batinku berkata, “Mati gue.. bisa-bisa gue diusir dari rumah nih.. nama baik ortu gue bisa jatoh.. mati deh gue.”


Anita pun masih meneruskan omongannya,“Loe napsu sama nyokap gue??”Anita kemudian berdiri sambil tolak pinggang. Matanya menatap sangat tajam. Aku cuma bisa diam, bengong tidak bisa ngomong apa-apa. Keringat di leher mengucur. Anita menghampiriku yang hanya duduk diam kaku beku perlahan masih dengan tolak pinggang dan tatapan tajam. Pipiku sudah siap menerima tamparan ataupun tonjokan namun untuk hal dia akan melaporkannya ke orang tuaku dan aku diusir tidak bisa aku pecahkan. Tapi, sekali lagi kenyataan sangat berbeda. Anita yang memakai kaos terusan yang mirip daster itu, justru membuka ikatan di punggungnya dan membukakaosnya. Ternyata ia tidak mengenakan beha dan celana dalam. Jadi di depanku adalah Anita yang bugil. Takutku kini hilang namun bingungku semakin bertambah. “Kalo gitu, loe mau juga kan sama gue?” Anita langsung mendekatkan bibir seksi-nya ke bibirku. Celana pendekku nampak kencang di bagian “anu”.


Kini yang kurasakan bukan ciuman erotis seperti ciuman Tante Yana, namun ciuman Anita yang lembut dan romantis. Betapa nikmatnya ciuman dari Anita. Aku langsung memeluknya lembut. Tubuh putihnya benar-benar mulus. Bulu vaginanya sekilas kulihat coklat gelap. Sesegera mungkin kulepas celana-celanaku dan Anita membuka kaosku. Lumayan lama Anita menciumiku dengan posisimembungkuk. Kukocok-kocok penis besarku itu sedikit-sedikit. Aku langsung membisikkannya, “Nit, kita ke kamarmu yuk..!” Anita menjawab, “Ayoo.. biarlebih nyaman.” Anita kurebahkan di ranjangnya setelah kugendong dari ruang tamu. Seperti ciuman tadi, kali ini suasananya lebih lembut, romantis dan perlahan. Anita sesekali menciumi dan agak menggigit daun telingaku ketika aku sedang mencumbu lehernya. Anita juga sesekali mencengkeram lenganku dan punggungku. Kaki kanannya diangkat hingga ke pinggangku dan kadang dia gesek-gesekkan. Dalam pikiranku, mungkin kali ini ejakulasiku tidak selama seperti sama Tante Yana akibat terbawa romantisnya suasana.


Dari sini aku bisa tahu bahwa Anita itu tipe orang romantis dan lembut. Tapi tetap saja nafsunya besar. Malah dia langsung mengarahkan dan menusukkan penisku ke liang senggamanya tanpa adegan-adegan lain. Berhubung Anita masih virgin, memasukkannya tidak mudah. Butuh sedikit dorongan dan tahan sakit termasuk aku juga. Wajah Anita nampak menahan sakit. Gigi atasnya menggigit bibir bawahnya dan matanya terpejam keras persis seperti keasaman makan buah mangga atau jambu yang asem. Tak lama, “Aaahh.. aa.. aahh..” Anita berteriak lumayan keras, aku takutnya terdengar sampai keluar. Selaput perawannya sudah tertembus. Aku mencoba menggoyangkan maju-mundur di dalam liang yang masih sempit itu. Tapi, aku merasa sangat enak sekali senggama di liang perawan. Anita juga ikutan goyang maju-mundur sambil meraba-raba dadaku dan mencium bibirku. Ternyata benar perkiraanku. Sedikit lagi aku akan ejakulasi. Mungkin hanya sekitar 6 menit. Meski begitu, keringatku pun tetap mengucur. Begitupun Anita.


Dengan agak menahan ejakulasi, gantian kurebahkan Anita, kukeluarkan penisku lalu kukocokdi atas dadanya. Mungkin akibat masih sempit dan rapatnya selaput dara Anita, batang penisku jadi lebih mudah tergesek sehingga lebih cepat pula ejakulasinya. Ditambah pula dalam seminggu tersebut aku tidak onani, nonton BF, atau sebagainya. Kemudian, “Crit.. crit.. crott..” kembali kujatuhkan spermaku di tubuh orang untuk kedua kalinya. Kusemprotkan spermaku di dada dan payudaranya Anita. Kali ini kencrotannya lebih sedikit, namun spermanya lebih kental. Bahkan ada yang sampai mengenai leher dan dagunya. Anita yang baru pertamakali melihat sperma lelaki, mencoba ingin tahu bagaimana rasanya menelan sperma. Anita meraup sedikit dengan agakcanggung dan ekspresi wajahnya sedikit menggambarkan orang jijik, dan lalu menjilatnya.


Terus, Anita berkata dengan lugu, “Emm.. ee.. De.. kalo ‘itu’ gimana sih rasanya?” sambil menunjuk ke kejantananku yang masih berdiri tegak dan kencang. “Eh.. hmm hmm.. cobain aja sendiri..” sambil tersenyum ia memegang batang kemaluanku perlahan dan agak canggung. Tak lama, ia mulai memompa mulutnya perlahan malu-malu karena baru pertama kali. Mungkin ia sekalian membersihkan sisa spermaku yang masih menetes di sekujur batangku itu. Kulihat sekilas di lubang vaginanya, ada noda darah yang segera kubersihkan dengan tissue dan lap. Setelah selesai, aku yang sedang kehabisan stamina, terkulai loyo di ranjang Anita, sementara Anita juga rebahan di samping. Kami sama-sama puas, terutama aku yang puas menggarap ibu dan anaknya itu.


Tamat