Jumat, 17 Agustus 2012

birahi yang menggebu


Hingga kini, kisah ini masih sering terlintas dalam benak dan pikiranku. Entah suatu keberuntungankah atau kepedihan bagi si pelaku. Yang jelas dia sudah mendapatkan pengalaman berharga dari apa yang dialaminya. Sebut saja namaya si Jo. Berasal dari kampung yang sebenarnya tidak jauh-jauh sekali dari kota Y. Di kota Y inilah dia numpang hidup pada seorang keluarga kaya. Suami istri berkecukupan dengan seorang lagi pembantu wanita Inah, dengan usia kurang lebih diatas Jo 2-3 tahun. Jo sendiri berumur 15 tahun jalan.

Suatu hari nyonya majikannya yang masih muda, Ibu Rhieny atau biasa mereka memanggil Bu Rhien, mendekati mereka berdua yang tengah sibuk di dapur yang terletak di halaman belakang, di depan kamar si Jo.
"Inah.., besok lusa Bapak hendak ke Kalimantan lagi. Tolong siapkan pakaian secukupnya jangan lupa sampai ke kaos kakinya segala.." perintahnya.
"Kira-kira berapa hari Bu..?" tanya Inah hormat.
"Cukup lama.. mungkin hampir satu bulan."
"Baiklah Bu.." tukas Inah mahfum.

Bu Rhien segera berlalu melewati Jo yang tengah membersihkan tanaman di pekarangan belakang tersebut. Dia mengangguk ketika Jo membungkuk hormat padanya.

Ibu Rhien majikannya itu masih muda, paling tua mungkin sekitar 30 tahunan, begitu Inah pernah cerita kepadanya. Mereka menikah belum lama dan termasuk lambat karena keduanya sibuk di study dan pekerjaan. Namun setelah menikah, Bu Rhien nampaknya lebih banyak di rumah. Walaupun sifatnya hanya sementara, sekedar untuk jeda istirahat saja.

Dengan perawakan langsing, dada tidak begitu besar, hidung mancung, bibir tipis dan berkaca mata serta kaki yang lenjang, Bu Rhien terkesan angkuh dengan wibawa intelektualitas yang tinggi. Namun kelihatan kalau dia seorang yang baik hati dan dapat mengerti kesulitan hidup orang lain meski dalam proporsi yang sewajarnya. Dengan kedua pembantunya pun tidak begitu sering berbicara. Hanya sesekali bila perlu. Namun Jo tahu pasti Inah lebih dekat dengan majikan perempuannya, karena mereka sering bercakap-cakap di dapur atau di ruang tengah bila waktunya senggang.

Beberapa hari kepergian Bapak ke Kalimantan, Jo tanpa sengaja menguping pembicaraan kedua wanita tersebut.
"Itulah Nah.. kadang-kadang belajar perlu juga.." suara Bu Rhien terdengar agak geli.
"Di kampung memang terus terang saya pernah Bu.." Inah nampak agak bebas menjawab.
"O ya..?"
"Iya.. kami.. sst.. pss.." dan seterusnya Jo tidak dapat lagi menangkap isi pembicaraan tersebut. Hanya kemudian terdengar tawa berderai mereka berdua.

Jo mulai lupa percakapan yang menimbulkan tanda tanya tersebut karena kesibukannya setiap hari. Membersihkan halaman, merawat tanaman, memperbaiki kondisi rumah, pagar dan sebagainya yang dianggap perlu ditangani. Hari demi hari berlalu begitu saja. Hingga suatu sore, Jo agak terkejut ketika dia tengah beristirahat sebentar di kamarnya.
Tiba-tiba pintu terbuka, "Kriieet.. Blegh..!" pintu itu segera menutup lagi.
Dihadapannya kini Bu Rhien, majikannya berdiri menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat ia mengerti.

"Jo.." suaranya agak serak.
"Jangan kaget.. nggak ada apa-apa. Ibu hanya ada perlu sebentar.."
"Maaf Bu..!" Jo cepat-cepat mengenakan kaosnya.
Barusan dia hanya bercelana pendek. Bu Rhien diam dan memberi kesempatan Jo mengenakan kaosnya hingga selesai. Nampaknya Bu Rhien sudah dapat menguasai diri lagi. Dengan mimik biasa dia segera menyampaikan maksud kedatangannya.

"Hmm..," dia melirik ke pintu.
"Ibu minta kamu nggak usah cerita ke siapa-siapa. Ibu hanya perlu meminjam sesuatu darimu.."
Kemudian dia segera melemparkan sebuah majalah.
"Lihat dan cepatlah ikuti perintah Ibu..!" suara Bu Rhien agak menekan.
Agak gelagapan Jo membuka majalah tersebut dan terperangah mendapati berbagai gambar yang menyebabkan nafasnya langsung memburu. Meski orang kampung, dia mengerti apa arti semua ini. Apalagi jujur dia memang tengah menginjak usia yang sering kali membuatnya terbangun di tengah malam karena bayangan dan hawa yang menyesakkan dada bila baru nonton TV atau membaca artikel yang sedikit nyerempet ke arah "itu".

Sejurus diamatinya Bu Rhien yang tengah bergerak menuju pintu. Beliau mengenakan kaos hijau ketat, sementara bawahannya berupa rok yang agak longgar warna hitam agak berkilat entah apa bahannya. Segera tangan putih mulus itu menggerendel pintu.
Kemudian.., "Berbaringlah Jo.. dan lepaskan celanamu..!"
Agak ragu Jo mulai membuka.
"Dalemannya juga.." agak jengah Bu Rhien mengucapkan itu.
Dengan sangat malu Jo melepaskan CD-nya. Sejenak kemudian terpampanglah alat pribadinya ke atas.

Lain dari pikiran Jo, ternyata Bu Rhien tidak segera ikut membuka pakaiannya. Dengan wajah menunduk tanpa mau melihat ke wajahnya, dia segera bergerak naik ke atas tubuhnya. Jo merasakan desiran hebat ketika betis mereka bersentuhan.
Naik lagi.. kini Jo bisa merasakan halusnya paha majikannya itu bersentuhan dengan paha atasnya. Naik lagi.. dan.. Jo merasakan seluruh tulang belulangnya kena setrum ribuan watt ketika ujung alat pribadinya menyentuh bagian lunak empuk dan basah di pangkal paha Bu Rhien.

Tanpa memperlihatkan sedikitpun bagian tubuhnya, Bu Rhien nampaknya hendak melakukan persetubuhan dengannya. Jo menghela nafas dan menelan ludah ketika tangan lembut itu memegang alatnya dan, "Bleesshh..!"
Dengan badan bergetar antara lemas dan kaku, Jo sedikit mengerang menahan geli dan kenikmatan ketika barangnya dilumat oleh daging hangat nan empuk itu.

Dengan masih menunduk Bu Rhien mulai menggoyangkan pantatnya. Tangannya menepis tangan Jo yang secara naluriah hendak merengkuhnya.
"Hhh.. ehh.. sshh.. " kelihatan Bu Rhien menahan nafasnya.
"Aakh.. Bu.. saya.. saya nggak tahan.." Jo mulai mengeluh.
"Tahann sebentar.. sebentar saja..!" Bu Rhien nampak agak marah mengucapkan itu, keringatnya mulai bermunculan di kening dan hidungnya.

Sekuat tenaga Jo menahan aliran yang hendak meledak di ujung peralatannya. Di atasnya Bu Rhien terus berpacu.. bergerak semakin liar hingga dipan tempat mereka berada ikut berderit-derit. Makin lama semakin cepat dan akhirnya nampak Bu Rhien mengejang, kepalanya ditengadahkan ke atas memperlihatkan lehernya yang putih berkeringat.
"Aaahhkhh..!"
Sejurus kemudian dia berhenti bergoyang. Lemas terkulai namun tetap pada posisi duduk di atas tubuh Jo yang masih bergetar menahan rasa. Nafasnya masih memburu.

Beberapa saat kemudian, "Pleph..!" tiba-tiba Bu Rhien mencabut pantatnya dari tubuh Jo.
Dia segera berdiri, merapihkan rambutnya dan roknya yang tersingkap sebentar.
Kemudian, "Jangan cerita kepada siapapun..!" tandasnya, "Dan bila kamu belum selesai, kamu bisa puaskan ke Inah.. Ibu sudah bicara dengannya dan dia bersedia.." tukasnya cepat dan segera berjalan ke pintu lalu keluar.

Jo terhenyak di atas kasurnya. Sejenak dia berusaha menahan degup jantungnya. Diambilnya nafasdalam-dalam. Sambil sekuat tenaga meredam denyutan di ujung penisnya yang terasa mau menyembur cepat itu. Setelah bisa tenang, dia segera bangkit, mengenakan pakaiannya kemudian berbaring. nafasnya masih menyisakan birahi yang tinggi namun kesadarannya cepat menjalar di kepalanya. Dia sadar, tak mungkin dia menuntut apapun pada majikan yang memberinya hidup itu. Namun sungguh luar biasa pengalamannya tersebut. Tak sedikitpun terpikir, Bu rhien yang begitu berwibawa itu melakukan perbuatan seperti ini.

Dada Jo agak berdesir teringat ucapan Bu Rhien tentang Inah. Terbayang raut wajah Inah yang dalam benaknya lugu, tetapi kenapa mau disuruh melayaninya..? Jo menggelengkan kepala.. Tidak..! biarlah perbuatan bejat ini antara aku dan Bu Rhien. Tak ingin dia melibatkan orang lain lagi. Perlahan tapi pasti Jo mampu mengendapkan segala pikiran dan gejolak perasaannya. Beberapa menit kemudian dia terlelap, hanyut dalam kenyamanan yang tanggung dan mengganjal dalam tidurnya.

Perlakuan Bu Rhien berlanjut tiap kali suaminya tidak ada di rumah. Selalu dan selalu dia meninggalkan Jo dalam keadaan menahan gejolak yang menggelegak tanpa penyelesaian yang layak. Beberapa kali Jo hendak meneruskan hasratnya ke Inah, tetapi selalu diurungkan karena dia ragu-ragu, apakah semuanya benar-benar sudah diatur oleh majikannya atau hanyalah alasan Bu Rhien untuk tidak memberikan balasan pelayanan kepadanya.

Hingga akhirnya pada suatu malam yang dingin, di luar gerimis dan terdengar suara-suara katak bersahutan di sungai kecil belakang rumah dengan rythme-nya yang khas dan dihafal betul oleh Jo. Dia agak terganggu ketika mendengar daun pintu kamarnya terbuka.
"Kriieet..!" ternyata Bu Rhien.
Nampak segera melangkah masuk kamar. Malam ini beliau mengenakan daster merah jambu bergambar bunga atau daun-daun apa Jo tidak jelas mengamatinya. Karena segera dirasakannya nafasnya memburu, kerongkongannya tercekat dan ludahnya terasa asin. Wajahnya terasa tebal tak merasakan apa-apa.

Agak terburu-buru Bu Rhien segera menutup pintu. Tanpa bicara sedikitpun dia menganggukkan kepalanya. Jo segera paham. Dia segera menarik tali saklar di kamarnya dan sejenak ruangannya menjadi remang-remang oleh lampu 5 watt warna kehijauan. Sementara menunggu Jo melepas celananya, Bu rhien nampak menyapukan pandangannya ke seantero kamar.
"Hmm.. anak ini cukup rajin membersihkan kamarnya.." pikirnya.
Tapi segera terhenti ketika dilihatnya "alat pemuasnya" itu sudah siap.
Dan.., kejadian itu terulang kembali untuk kesekian kalinya. Setelah selesai Bu Rhien segera berdiri dan merapihkan pakaiannya. Dia hendak beranjak ketika tiba-tiba teringat sesuatu.

"Oh Ibu lupa.." terhenti sejenak ucapannya.
Jo berpikir keras.. kurang apa lagi..? Jujur dia mulai tidak tahan mengatasi nafsunya tiap kali ditinggal begitu saja, ingin sekali dia meraih pinggang sexy itu tiap kali hendak keluar dari pintu.
Lanjutnya, "Hmm.. Inah pulang kampung pagi tadi.." dengan wajah agak masam Bu Rhien segera mengurungkan langkahnya.
"Rasanya tidak adil kalau hanya Ibu yang dapat. Sementara kamu tertinggal begitu saja karena tidak ada Inah.."
Jo hampir keceplosan bahwa selama ini dia tidak pernah melanjutkan dengan Inah. Tapi mulutnya segera dikuncinya kuat-kuat. Dia merasa Bu Rhien akan memberinya sesuatu. Ternyata benar.. Perempuan itu segera menyuruhnya berdiri.

"Terpaksa Ibu melayani kamu malam ini. Tapi ingat.., jangan sentuh apapun. Kamu hanya boleh melakukannya sesuai dengan yang Ibu lakukan kepadamu.."
Kemudian Bu Rhien segera duduk di tepi ranjang. Dirainya bantal untuk ganjal kepalanya. Sejuruskemudian dia membuka pahanya. Matanya segera menatap Jo dan memberinya isyarat.
".." Jo tergagap. Tak mengira akan diberi kesempatan seperti itu.
Dalam cahaya kamar yang minim itu dadanya berdesir hebat melihat sepasang paha mulus telentang. Di sebelah atas sana nampak dua bukit membuncah di balik BH warna krem yang muncul sedikit di leher daster. Dengan pelan dia mendekat. Kemudian dengan agak ragu selangkangannya diarahkan ke tengah diantara dua belah paha mulus itu. Nampak Bu Rhien memalingkan wajah ke samping jauh.. sejauh-jauhnya.

"Degh.. degh.." Jo agak kesulitan memasukkan alatnya.
Karena selama ini dia memang pasif. Sehingga tidak ada pengalaman memasukkan sama sekali. Tapi dia merasakan nikmat yang luar biasa ketika kepala penisnya menyentuh daging lunak dan bergesekan dengan rambut kemaluan Bu Rhien yang tebal itu. Hhh..! Nikmat sekali. Bu Rhien menggigit bibir. Ingin rasanya menendang bocah kurang ajar ini. Tapi dia segera menyadari ini semua dia yang memulai. Badannya menggelinjang menahan geli ketika dengan agak paksa namun tetap pelan Jo berhasil memasukkan penisnya (yang memang keras dan lumayan itu) ke peralatan rahasianya.

Beberapa saat kemudian Jo secara naluriah mulai menggoyangkan pantatnya maju mundur.
"Clep.. clep.. clep..!" bunyi penisnya beradu dengan vagina Bu Rhien yang basah belum dicuci setelah persetubuhan pertama tadi.
"Plak.. plak.. plakk..," kadang Jo terlalu kuat menekan sehingga pahanya beradu dengan paha putih mulus itu.
"Ohh.. enak sekali.." pikir Jo.
Dia merasakan kenikmatan yang lebih lagi dengan posisi dia yang aktif ini.
"Ehh.. shh.. okh..," Jo benar-benar tak kuasa lagi menutupi rasa nikmatnya.

Hampir beberapa menit lamanya keadaan berlangsung seperti itu. Sementara Jo selintas melirik betapa wajah Bu rhien mulai memerah. Matanya terpejam dan dia melengos ke kiri, kadang ke kanan.
"Hkkhh.." Bu Rhien berusaha menahan nafas.
Mulanya dia berfikir pelayanannya hanya akan sebentar karena dia tahu anak ini pasti sudah diujung "konak"-nya.
Tapi ternyata, "Huoohh..," Bu Rhien merasakan otot-otot kewanitaannya tegang lagi menerima gesekan-gesekan kasar dari Jo.
Dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terbangkitkan nafsunya.

Jo terus bergoyang, berputar, menyeruduk, menekan dan mendorong sekuat tenaga. Dia benar-benar sudah lupa siapa wanita yang dihadapannya ini. yang terfikir adalah keinginan untuk cepat mengeluarkan sesuatu yang terasa deras mengalir dipembuluh darahnya dan ingin segeradikeluarkannya ..!!"Ehh.." Bu Rhien tak mampu lagi membendung nafsunya.
Daster yang tadinya dipegangi agar tubuhnya tidak banyak tersingkap itu terlepas dari tangannya, sehingga kini tersingkap jauh sampai ke atas pinggang. Melihat pemandangan ini Jo semakin terangsang. Dia menunduk mengamati alatnya yang serba hitam, kontras dengan tubuh putih mulus di depannya yang mulai menggeliat-geliat, sehingga menyebabkan batang kemaluannya semakin teremas-remas.

"Ohh.. aduh.. Bu..," Jo mengerang pelan penuh kenikmatan.
Yang jelas Bu Rhien tak akan mendengarnya karena beliau sendiri tengah berjuang melawan rangsangan yang semakin dekat ke puncaknya.
"Okh.. hekkhh.." Bu Rhien menegang, sekuat tenaga dia menahan diri, tapi sodokan itubenar-benar kuat dan tahan.
Diam-diam dia kagum dengan stamina anak ini.

Akhirnya karena sudah tidak mampu lagi menahan, Bu Rhien segera mengapitkan kedua pahanya, tanganya meraih sprei, meremasnya, dan.., "Aaakkhh..!" dia mengerang nikmat. Orgasmenya yang kedua dari si Jo malam ini. Sementara si Jo pun sudah tak tahan lagi. Saat paha mulus itu menjepit pinggangnya dan kemudian pantat wanita itu diangkat, penisnya benar-benar seperti dipelintir hingga, "Cruuth..! crut.. crut..!" memancar suatu cairan kental dari sana. Jo merasakan nikmat yang luar biasa. Seperti kencing namun terasa enak campur gatal-gatal gimana."Ohk.. ehh.. hh," Jo terkulai. Tubuhnya bergetar dan dia segera mundur dan mencabut penisnya kemudian terhenyak duduk di kursi sebelah meja di kamarnya. Wajahnya menengadah sementara secara alamiah tangannya terus meremas-remas penisnya, menghabiskan sisa cairan yang ada disana. Ooohh.. enak sekali..

Di ranjang Bu Rhien telentang lemas. Benar-benar nikmat persetubuhan yang kedua ini. Beberapa saat dia terkulai seakan tak sadar dengan keadaannya. Bongkahan pantatnya yang mengkal dan mulus itu ter-expose dengan bebas. Rasanya batang kenyal nan keras itu masih menyumpal celah vaginanya. Memberinya sengatan dan sodokan-sodokan yang nikmat. Jo menatap tubuh indah itu dengan penuh rasa tak percaya. Barusan dia menyetubuhinya, sampai dia juga mendapatkan kepuasan. Benarkah..?

Sementara itu setelah sadar, Bu Rhien segera bangkit. Dia membenahi pakaiannya. Terlintas sesuatu yang agak aneh dengan anak ini. Tadi dia merasa betapa panas pancaran sperma yang disemburkannya. Seperti air mani laki-laki yang baru pernah bersetubuh.

"Berapa jam biasanya kamu melakukan ini dengan Inah, Jo..?" tanya Bu Rhien menyelidik.
Jo terdiam. Apakah beliau tidak akan marah kalau dia berterus terang..?
"Kenapa diam..?"
Jo menghela nafas, "Maaf Bu.. belum pernah."
"Hah..!? Jadi selama ini kamu..?"
"Iya Bu. Saya hanya diam saja setelah Ibu pergi."
"Oo..," Bu Rhien melongo.
Sungguh tidak diduga sama sekali kalau itu yang selama ini terjadi. Alangkah tersiksanya selama ini kalau begitu. Aku ternyata egois juga. Tapi..?, masa aku harus melayaninya. Apapun dia kan hanya pembantu. Dia hanya butuh batang muda-nya saja untuk memenuhi hasrat sex-nya yang menggebu-gebu terus itu. Selama ini bahkan suami dan pacar-pacarnya dulu tak pernah mengetahuinya. Ini rahasia yang tersimpan rapat.

"Hmm.. baiklah. Ibu minta kamu jangan ceritakan ke siapapun. Sebenarnya Ibu sudah bicara sama Inah mengenai masalah ini. Tapi rupanya kalian tidak nyambung. Ya sudah.. yang penting sekali lagi, pegang rahasia ini erat-erat.. mengerti..?" kembali suaranya berwibawa dan bikin segan.
"Mengerti Bu..," Jo menjawab penuh rasa rikuh.
Akhirnya Bu Rhien keluar kamar dan Jo segera melemparkan badannya ke kasur. Penat, lelah, namunnikmat dan terasa legaa.. sekali.

selingkuh itu nikmat


Sore itu teman-teman kantor yang lain sudah pulang. Akupun sedang mempersiapkan diri untuk pulang juga ketika terdengar ketukan di pintu ruanganku dan kemudian disusul munculnya raut wajah cantik begitu pintu dibuka dari luar.
"Halo sayang" sapanya hangat dan mesra.
"Belum pulang?" lanjutnya sambil melangkah masuk dan berdiri persis di samping tempatku duduk di belakang meja kerja.
"Sebentar lagi. Ini lagi beres-beres" jawabku balas tersenyum.

Terus terang kehadiran Ratna, salah seorang staf di divisi yang kupimpin, sering membuatku gelisah, khawatir sekaligus bahagia. Mengapa tidak? Ia seorang wanita berparas cantik. Tubuhnya langsing namun padat berisi. Masih cukup muda, berusia antara 25-30 tahun. Ia mengigatkanku pada seorang bintang sinetron cantik jelita dan seksi Diah Permatasari. Selain itu, ia orangnya ramah, baik hati dan menyenangkan siapa saja yang diajaknya bicara. Selain itu, ia sangat perhatian sekali padaku bahkan cenderung terlalu mesra. Kesannya, hubungan kami tidak seperti boss dan anak buahnya. Kami sering bercanda penuh kemesraan, tentunya pada saat tidak ada karyawan lain di antara kami. Bila di tengah karyawan lain, kami nampak seperti boss dan anak buah layaknya.

Hubungan kami hari demi hari semakin bertambah mesra. Yang pada awalnya hanya saling lirik dan senyum, kini sudah mulai meningkat menjadi saling remas walaupun hanya sebatas remasan tangan. Namun itu sudah menunjukkan bahwa dirinya menyukaiku. Rasa rindu untuk cepat bertemu mulai mengganggu pikiranku, demikian pula dengan dirinya.
"Ih, pengen cepet-cepet ke kantor deh rasanya" demikian kata Ratna suatu ketika saat pertama kali aku mencoba memberanikan diri untuk mengecup pipinya, saking tak tahannya manakala kami tengah berduaan. Itupun mencuri-curi, takut ada karyawan lain yang melihat

Ia hanya tersenyum jengah saat itu. Wajahnya menunduk malu sambil melirik mesra ke arahku. Kalau saja saat itu ruangan kosong, mungkin aku sudah mengecup bibirnya. Aku yakin ia pun mengharapkan hal yang sama. Namun kemesraan kami nampaknya akan menghadapi permasalahan besar dan tak mungkin meningkat lebih intim lagi, atau bahkan tidak dapat berlanjut sama sekali. Pasalnya, aku sudah berkeluarga, memiliki anak-istri. Demikian pula dengan dirinya, tidak jauh berbeda denganku. Hanya saja ia belum memiliki anak. Kami sadar dengan keadaan ini, namun kelihatannya seperti tidak peduli. Inilah yang membuatku gelisah, serba susah. Aku tidak mau kehilangannya. Celaka, jangan-jangan aku sudah jatuh cinta padanya. Ini tidak benar Jerit hatiku meski tidak yakin apakah itu benar-benar suara hatiku yang sebenarnya?

Kembali sore itu ia hadir dengan gayanya yang akan membuat lelaki manapun merasa sulit untuk menolaknya.
"Kok malah bengong? Nggak suka ya, Nana kemari?" katanya dengan menyebutkan nama panggilan mesranya.

Ucapan yang meluncur dari bibirnya yang menggemaskan itu, terdengar begitu menyejukan hatiku. Mana mungkin aku bisa melupakannya? Siapa pula yang bisa menahan diri saat wanita cantik, bertubuh sintal yang menyebarkan aroma penuh dengan rangsangan berdiri begitu dekat dengannya? Bahkan saking dekatnya aku dapat merasakan kakinya bersentuhan dengan pahaku. Dari kursi tempat dudukku, aku menengadah menatap wajahnya. Ia pun tengah melirik ke arahku. Mata kami bertemu. Saling pandang penuh arti. Kulihat matanya berbinar-binarnya, menyembunyikan perasaan yang begitu mendalam. Hangat dan mesra sekali pancaran tatapan matanya. Penuh gairah. Aku bukan malaikat. Aku hanya seorang lelaki biasa, yang masih penuh dengan gelora jiwa mudaku. Usiaku masih di bawah 40 tahun. Usia yang sedang matang-matangnya dan penuh dengan gejolak gairah lelaki.

"Bukan begitu, sayang. Siapa sih yang tak mau berdekatan sama wanita secantik kamu?" jawabku seraya meraih tangannya ke dalam genggamanku. Kuremas perlahan dengan penuh kelembutan.
"Tuh khan? Mulai deh rayuan gombalnya" ujarnya seraya makin memepetkan dirinya ke tempat dudukku. Kurasakan pahanya bergeseran dengan pangkal lenganku.

Meski masih terhalang kain roknya, aku dapat merasakan kehangatan dan kelembutan kulit pahanya. Perasaan itu menjalar ke sekujur tubuhku dan mengarah semuanya ke pusat selangkangannku. Aku jadi gelisah. Aku tak ingin ia memperhatikan perubahan di bagian depan celanaku. Namun aku segera memergoki tatapan matanya sekilas melirik ke arah itu. Aku jadi malu juga, apalagi melihatnya senyum-senyum dikulum seperti itu. Aku jadi gemas dibuatnya. Lalu tubuhnya kutarik hingga terjatuh ke pangkuanku.

"Auuww " pekiknya manja sambil merangkul leherku agar tubuhnya tak terguling dari pangkuanku.
"Mas kok jadi tambah genit sih?" lanjutnya. Ia cubit pipiku dengan lembut.
"Tapi suka khan?" balasku menatapnya dengan mesra.
Ia mengangguk perlahan. Balas menatapku dengan hangat. Kuamati seluruh wajahnya. Ia memang cantik. Matanya bersih bersinar. Bulu matanya lentik. Hidungnya mancung, dan bibirnya. Akh sungguh mempesona. Sungguh sensual. Apalagi saat lidahnya dikeluarkan untuk membasahi bibirnya. Sangat mengundang Aku tak tahan untuk segera mengulumnya.

Bibirku langsung mendarat di atas bibirnya. Kukecup mesra. Ia balas dengan mesra. Kukulum hangat. Ia menyambutnya dengan kehangatan yang sama. Kami berciuman dengan hangat dan mesra. Lidah kami saling mencari. Saling bartautan. Tangannya meremas-remas bagian belakang kepalaku sambil menariknya sehingga ciuman kami semaki erat. Aku balas dengan mengelus dan meremas punggungnya. Ia menggeliat sambil mengerang perlahan merasakan kehangatan cumbuanku.

Gerakan tubuhnya membuat pantatnya yang berada dipangkuanku dengan sendirinya menggesek-gesek batang kontol yang berada di balik celanaku. Aku sudah tegang sekali. Kelembutan dan kehangatan buah pantatnya membuatku terangsang hebat. Kelihatannya ia sengaja melakukan gerakan itu. Pantatnya terus-terusan digesek-gesek ke batang kontolku yang sudah semakin mengeras saja rasanya. Mengimbangi permainannya, tanganku mulai ikut-ikutan beraksi. Dimulai dengan mempreteli seluruh kancing BLousenya. Kulihat kulit dadanya yang bersih dan putih nampak begitu merangsang. Kuelus perlahan. Ratna melenguh menikmati elusan lembut di seputar dadanya. Pagutan bibirnya semakin kuat, dekapannya semakin erat.

Tanganku menggerayang semakin dalam, meremas buah dadanya yang masih terbungkus kutang tipis. Tonjolan putingnya kupermainkan. Ratna gemetar dibuatnya. Permaiman tangan boss kesayangannya di daerah puting itu membuat darahnya berdesir kencang. Gairahnya menggelora dan semakin menyesakan dadanya. Rangsangan itu bertambah kuat seiring dengan elusan tangan bossnya yang mulai merogoh ke dalam kutangnya. Sentuhan langsung tangan lelaki pujaannya itu di seputar buah dadanya seakan memicu seluruh naluri kewanitaannya. Ratna berubah garang. Gerakannya semakin banal, liar dan tak terkontrol. Apalagi ketika merasakan elusan lembut di pahanya, bergerak perlahan merambat naik ke pangkal pahanya.
"Ouugghh" erangnya penuh kenikmatan seraya mendorong tanganku lebih dalam ke arah selangkangannya.

Tanganku segera menemukan gundukan daging hangat di balik celana dalamnya yang teras sudah mulai membasah. Ujung jariku menelusuri garis memanjang di sekitar bibir kemaluannya. Kudengar erangan demi erangan meluncur dari bibirnya setiap kali tanganku menekan di sekitar liang itu. Roknya sudah kuangkat tinggi-tinggi agar tidak menghalangi gerayangan tanganku. Sementara tanganku yang satunya lagi mengeluarkan buah dada Ratna dari balik kutangnya. Tidak terlalu besar memang, tapi masih kenyal dan keras. Bentuknya indah, apalagi putingnya yang berwarna kemerahan itu nampak sudah berdiri tegak seakan menanti kuluman mulutku.
"Aduuhh. isep Mas Terus. akh enak sekali" rintihnya keenakan.

Aku tak perlu menunggu perintahnya, karena mulutku sudah langsung menyambarnya. Lidahku melata-lata di ujung pentilnya. Akibatnya sungguh luar biasa, Ratna menggelinjang kegelian diiringi rintihan dan erangan penuh kenikmatan. Sementara tangannya mulai bergerilya menggerayang kemana-mana sampai akhirnya berhenti di sekitar selangkanganku. Bergerak lincah mengurut-urut batangku yang masih terkungkung di balik celana. Aku berharap ia segera membebaskan batangku yang sudah berontak itu dari kungkungan celanaku.
"Ratnaa.. ugh" aku melenguh tanpa sadar begitu tangan Ratna merogoh ke dalam balik celana dan menggenggam batangku. Terasa begitu lembut dan halus permukaan telapak tangannya.

Perlahan namun pasti, ia mengocok batangku mulai dari bawah hingga ke atas, lalu turun kembali dan begitu seterusnya dengan irama yang semakin meningkat cepat. Enak sekali rasanya. Tubuhku seperti melayang-layang dibuatnya. Kurebahkan kepalaku di senderan kursi. Menikmati semua apa yang dilakukannya padaku. Kulihat tangan satunya lagi meraih ke bawah. Aku kira ia kan menggunakan kedua tangannya untuk mengocok, tetapi ternyata ia malah mencopot celana dalamnya sendiri dan melemparnya ke lantai. Aku kaget. Apa yang akan dilakukannya. Aku tambah khawatir ketika ia mengangkat roknya tinggi-tinggi lalu merubah posisinya sehingga mengangkangiku sementara batangku ditegakkan ke atas.

Tiba-tiba aku sadar akan apa yang akan terjadi. Aku tidak pernah mengharapkan sampai sejauh ini. Bagaimana jadinya nanti. Kami berdua sudah memiliki keluarga masing-masing. Ini sudah terlalu jauh, jangan sampai terjadi. Aku tak ingin mengkhianati keluarga dan aku pun tak ingin ia mengkhianati keluarganya juga. Cukup sampai di sini
"Ratna. udah. Jangan diterusin" kataku mengingatkan.
Sebenarnya aku juga tidak yakin dengan ucapanku sendiri.

Aku menahan tubuh Ratna agar jangan sampai itu terjadi. Kulihat tatapan matanya yang redup penuh harap, melirik padaku dengan penuh tanda tanya. Mana ada lelaki yang tahan melihat wanita secantik dirinya memohon seperti itu.
"Kenapa?" ucapnya penuh keheranan dengan sikapku yang memang, menurut para lelaki, tidak tahu diuntung.
"Aku, oh, eh, kita nggak boleh begini" ucapku dengan berat hati.
"Nggak apa-apa kok sayang. Aku rela dan suka melakukannya." jawab Ratna yang justru membuatku semakin tergoda.

Aku berupaya untuk berpikir jernih dan mencari jalan agar semua ini tidak terjadi. Aku tak ingin semuanya berantakan gara-gara perbuatan ini. Tapi? Akh, rasanya aku tak bisa lagi berpikir jernih begitu ia mulai menciumi wajahku dengan penuh mesra dan hangat. Tangannya bekerja cepat mempreteli kancing bajuku hingga membuka seluruh dadaku. Ia langsung menciuminya. Mengemot putingnya. Lidahnya menari-nari di atas dada lalu turun ke perut dan terus semakin ke bawah. Aku tak pernah sadar sejak kapan ritsluting celanaku terbuka. Tahu-tahu kulihat batang kontolku sudah mengacung dari balik celanaku yang terbuka, sementara wajah Ratna sudah sangat dekat sekali berada di sana.

"Akh gila", Pekikku dalam hati manakala kulihat mulut Ratna terbuka dan lidahnya menjulur menyapu permukaan moncong kontolku. Tubuhku bergetar hebat merasakan sapuan lembut dan hangatnya lidah itu di sana. Mataku sampai terpejam saking nikmat yang kurasakan saat itu. Pikiran-pikiran untuk menghentikan perbuatan ini saat itu langsung lenyap entah kemana. Aku tak mungkin menolaknya. Apalagi mulut wanita cantik ini begitu lihai mengulum kontolku. Mungkin ini merupakan kuluman ternikmat yang pernah kurasakan sebelumnya.

Aku sudah tak peduli lagi dengan semuanya. Yang penting semuanya harus kunikmati. Wanita cantik bertubuh seksi yang sedang bergairah ini harus mendapatkan kenikmatan yang sama. Setelah itu, aku langsung meraih tubuhnya untuk berdiri mengangkangi tubuhku yang duduk di kursi. Kontolku kuberdirikan tegak mengarah persis ke liang memeknya. Kuminta ia untuk berjongkok dengan kedua kakinya naik ke tepian kursi di kedua sampingku. Tubuhnya turun perlahan. Kontolku mulai melesak ke dalam liangnya. Terasa hangat dan sempit. Batangku terus menerobos masuk karena di sekitar liang itu sudah licin. Ratna melenguh panjang begitu seluruh batangku terbenam di dalamnya. Matanya terpejam erat, kepalanya melengak ke belakang. Kedua tangannya berpegangan pada leherku. Ia mulai bergerak turun naik, bergoyang ke kiri dan ke kanan. Aku mengimbanginya dengan tusukan-tusukan kuat.

Kami saling berlomba memberikan kenikmatan. Kulihat di depan wajahku, buah dadanya yang sudah tertutup kutang itu, bergelantungan kesana kemari. Bibirku langsung menangkapnya. Kukemot putingnya. Ia merintih. Kujilat seluruh daging kenyal itu. Ratna mengerang. Kedua tanganku berpegangan pada pantatnya. Sambil meremas, aku tarik ke dalam agar batangku bisa mencapai bagian yang terdalam di dirinya.
"Mass Ooouugghh.. nikmaat.. enaakkhh.. mmpphhff" erangnya tak karuan.
"Ayo sayang. Terus goyangin. uughgh nikmaatnya." aku pun mengerang-erang kenikmatan.

Tiba-tiba ia memekik sambil mendekap kepalaku erat-erat ke dalam dadanya. Tubuhnya berguncang hebat. Pinggulnya didesakan kuat-kuat sehingga batangku terbenam seluruhnya. Tak lama kemudian kurasakan siraman cairan hangat pada kontolku di dalam liangnya. Ratna telah mencapai orgasmenya. Ia terus-terusan merintih sambil mengigau kalau dirinya jarang mendapatkan puncak kenikmatan seperti saat ini. Aku tak sempat memikirkan ucapannya itu, karena aku pun tengah berkutat menahan desakan dari dalam diriku sendiri sampai akhirnya tak tahan lagi dan menyemburkan air mani berkali-kali ke dalam liang memeknya.

Pinggulku sampai terangkat tinggi-tinggi ketika menyemprotkan air mani. Sungguh nikmat rasanya karena air maniku banyak sekali semburannya. Bayangkan saja aku sudah tidak berhubungan dengan istriku selama ia haid seminggu ini. Kudekap tubuh Ratna erat-erat. Kuhirup keharuman aroma tubuhnya yang begitu merangsang. Sambil kubisikan kata-kata mesra.
"Nana juga sayang sekali sama Mas" bisiknya perlahan hampir tak terdengar.

Untuk beberapa saatnya kami hanya saling berpelukan merasakan sisa-sisa kenikmatan bersama. Sambil memikirkan wanita secantik dirinya, yang sehari-hari nampak lembut dan pemalu, bisa berubah binal bagai kuda jalang saat bercinta denganku. Aku hanya bisa mengeluh bahagia penuh keberuntungan dapat menikmatnya dengan puas.

"Mas, Nana nggak mau pulang. Pengen sama Mas terus seperti ini" bisiknya lagi.
Aku terhenyak. Kaget tak terkira dengan ucapannya itu. Aku tak tahu perasaanku saat itu. Apakah harus senang atau takut mendengar pengakuannya ini. Aku tak ingin peristiwa ini tercium oleh rekan-rekan yang lain dan tak mungkin terus berada di sini. Walaupun yang lain telah pulang, mungkin saja nanti ada satpam perusahaan yang mengontrol kemari.

"Ayo kita pulang. Nanti ketahuan orang" ajakku buru-buru seraya mendorong tubuhnya dari atas tubuhku.
"Nggak mau. Pokoknya Nana pengen sama Mas terus" rengeknya.
"Aduh gimana dong."
"Biarin" katanya ngambek.
Aku panik melihatnya seperti ini. Akhirnya aku mendapat jalan untuk membujuknya.
"Ok, kalau gitu kita cari tempat lain aja yang lebih aman" kataku kemudian.
"Ya setuju. Kita cari hotel aja" usulnya dengan gembira.
"Nanti kita mandi bareng di sana. Nanti Nana mandiin, terus 'ininya' Nana sabunin juga ya" katanya lagi sambil mempermainkan kontolku yang sudah tergolek lemas.
Aku hanya mengiyakan saja karena yang penting harus cepat-cepat pergi dari sini.

Kami berdua lalu segera berangkat ke hotel setelah merapikan diri dahulu. Sepanjang jalan Ratna tak pernah melepaskan pelukannya dariku. Aku membayangkan apa yang akan kami perbuat semalaman nanti di hotel. Kurasakan batangku langsung menggeliat bangun kembali hanya terbayang tubuh molek itu menggeliat-geliat di bawah himpitan tubuhku. Luar biasa memang.

Minggu, 12 Agustus 2012

selingkuh bersama kakak iparku

Aku punya seorang kakak ipar, Ery Puspadewi namanya. Usianya sudah 31 tahun, lebih muda dua tahun dari istriku.
Mbak Ery, begitu aku memanggilnya, sudah menikah dengan dua anak. Berbeda dengan istriku yang cenderung kurus, Mbak Ery berbody montok dengan dada dan pantat yang lebih besar dibanding istriku.
Rumah Mbak Ery tidak terlalu jauh dengan rumahku sehingga aku dan istriku sering berkunjung dan juga sebaliknya. Tapi aku lebih suka berkunjung ke rumahnya, karena di rumahnya, Mbak Ery biasa memakai pakaian rumah yang santai bahkan cenderung terbuka. Pernah suatu pagi aku berkunjung, dia baru saja bangun tidur dan mengenakan daster tipis tembus pandang yang menampakkan buah dada besarnya tanpa bra. Pernah juga aku suatu waktu Mbak Ery dengan santainya keluar kamar mandi dengan lilitan handuk dan tiba2x handuk itu melorot sehingga aku terpana melihat tubuh montoknya yg bugil. Sayang waktu itu ada istriku sehingga aku berlagak buang muka.
Suatu pagi di hari Minggu, aku diminta istriku mengantarkan makanan yang dibuatnya untuk keponakannya, anak-anak Mbak Ery. Tanpa pikir panjang aku langsung melajukan mobilku ke rumah Mbak Ery, kali ini sendirian saja. Dan satu hal yang membuatku semangat adalah fakta bahwa suami Mbak Ery sedang tidak ada di rumah.
Sampai di rumah Mbak Ery, semua masih tidur sehingga yang membukakan pintu adalah pembantunya. Aku masuk ke dalam rumah dan setelah yakin si pembantu naik ke kamarnya di atas, aku mulai bergerilya.
Dengan perlahan aku membuka pintu kamar Mbak Ery, dan seperti sudah kuduga, Mbak Ery tidur dengan daster tipisnya yang bagian bawahnya sudah tersingkap hingga paha dan celana dalam warna hitamnya. Aku meneguk ludah dan langsung konak melihat paha montok yang putih mulus itu, apalagi lengkap dengan CD hitam yang kontras dengan kulit putihnya.
Pagi itu aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk bisa menjajal tubuh montok kakak iparku. Tekadku sudah bulat untuk menikmati setiap lekukan tubuhnya. Setelah puas melihat pemandangan di kamar, aku kemudian menuju meja makan di mana kulihat dua gelas teh manis sudah terhidang, satu untukku dan satunya pasti untuk Mbak Ery. Dengan penuh semangat aku meneteskan cairan perangsang yang kubeli beberapa waktu lalu ke dalam teh Mbak Ery. Aku berharap wanita itu akan dipenuhi birahi sehingga tidak menolak untuk aku sentuh.
Dewi keberuntungan memang sedang memihakku pagi itu. Tak berapa lama, Mbak Ery bangun dan seperti biasa, dengan santainya dia berjalan keluar kamar masih dengan daster minim itu yang membuatku semakin tergila-gila.
"Eh, ada Farhan, udah lama?", sapanya dengan suara serak yang terdengar seksi, seseksi tubuhnya.
"Baru mbak, antar makanan buatan Rina", jawabku sambil melihat dengan jelas buah dada besarnya yang no-bra itu.
Mbak Ery memang sangat cuek, dia tidak memperdulikan mataku yang nakal memandangi buah dadanya yang menggelantung di balik daster tipisnya. Dengan gontai ia menuju meja makan dan menghirup teh yang sudah kuberikan cairan perangsang. Menurut teori, dalam waktu 5 sampai 10 menit ke depan, hormon progesteron Mbak Ery akan meningkat dan ia akan terbakar nafsu birahi.
Setelah minum teh, Mbak Ery masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, pipis dan pastinya cuci meki lah, he3x...
Keluar dari kamar mandi, wajah Mbak Ery memang sudah lebih segar. Masih dengan daster tipis yang memberikan informasi maksimal itu, dia memanggil pembantunya dan menyuruh ke pasar. Wah, tambah perfect deh, pikirku.
Setelah sedikit beraktivitas di ruang makan, ia kembali ke kamar. Pasti dia akan ganti baju pikirku. Dengan perlahan aku mengikuti di belakangnya. Dan benar juga seperti dugaanku, Mbak Ery tidak menutup dengan baik pintu kamarnya. Dia begitu cuek atau sengaja memberikanku kesempatan mengintipnya berganti baju.
Penisku semakin mengeras melihat Mbak Ery menanggalkan dasternya dan ... oh, rupanya obat perangsangku sudah mulai bekerja. Mbak Ery tampak gelisah lalu mengusap-usap selangkangannya dengan tangan. Aku seperti diberi berkah pagi itu, Mbak Ery benar2x seperti terangsang hebat. Dia dengan sedikit terburu-buru melepas CD hitamnya sehingga kini ia benar2x bugil di kamar. Kemudian kulihat ia mengusap-usap bagian meki dan sekitarnya dengan tangan. Wah... tak akan kubiarkan dia melakukan masturbasi.
Dengan semangat 45 dan penuh percaya diri, aku membuka celanaku dan membiarkan penisku yang sudah konak dari tadi mengacung bebas.
Walau dengan sedikit canggung, aku beranikan diri membuka pintu kamarnya.
"Farhan... kamu...", Mbak Ery menjerit melihat aku masuk ke kamarnya sementara dia sedang bugil dan lebih kaget lagi melihat aku tanpa celana dan mengacungkan penis ke arahnya.
"Daripada pakai tangan, pakai ini aja Mbak...", pintaku seraya memegang batang penisku.
"Gila kamu, jangan kurang ajar", sergahnya ketika aku mendekati tubuh bugilnya.
Mbak Ery menampik tanganku yang ingin menjamahnya, tapi nafsu birahi yang membakar otaknya membuatnya tak cukup tenaga untuk menolak lebih lanjut sentuhanku.
Ketika tanganku berhasil meraih buah dada dan meremasnya, dia hanya bilang "Gila kamu!", tapi tak sedikitpun menjauhkan tanganku untuk meremas-remas buah dada dan memilin puting susunya.
Aku sudah merasa di atas angin. Mbak Ery hanya bersumpah serapah, namun tubuhnya seperti pasrah. Setiap sentuhan dan remasan tanganku di tubuhnya hanya direspon dengan kata "kurang ajar" dan "gila kamu", namun aku merasa yakin dia menikmatinya.
Dugaanku betul, Mbak Ery akhirnya dengan malu2x memegang batang penisku.
"Besar banget punya kamu Farhan", serunya.
"Pingin masuk memek Mbak tuh..." jawabku.
Mbak Ery tersenyum manja,"Gila kamu!"
"Iya mbak, saya memang tergila-gila pada Mbak", rayuku sambil terus memilin puting susunya yang sudah mengeras.
Mbak Ery semakin relaks dan pasrah. Kini dengan sangat mudah aku bisa meraih daerah selangkangannya yang berbulu tipis dan mulai meraba-raba vaginanya yang ternyata sudah becek.
"Kaya'nya memeknya udah minta nih Mbak", kataku.
"Gila kamu!", entah sudah berapa kali dia mengeluarkan kata itu pagi ini.
"Nungging Mbak, saya masukin dari belakang", pintaku untuk doggy style.
Mbak Ery masih dengan sumpah serapah menuruti kemauanku. Kini pantat bahenolnya terpampang di hadapanku, pantat yang selama ini aku impikan itu akhirnya bisa kuraih dan kuremas-remas.
Dengan perlahan, aku memasukkan batang penisku ke dalam liang vaginanya. Tidak sulit tentu saja, maklum sudah punya dua anak dan memang sudah becek pula.
Maka adegan selanjutnya sudah bisa ditebak, Mbak Ery yang sudah terbakar birahi tentu saja orgasme lebih dulu akibat pompa penisku pada vaginanya.
Namun sekali lagi, pagi itu memang milikku. Meskipun sudah orgasmu, kakak iparku yang montok itu tetap penuh birahi meladeni permainanku sampai akhirnya kami merasakan orgasme secara bersama. Nikmatnya luar biasaaaa....
"Sembarangan kamu numpahin sperma di memekku ya Farhan...", jeritnya ketika aku memuncratkan spermaku ke dalam rahimnya.
"Habis memek Mbak enak sih....", seruku di telinganya. Kakak iparku hanya melejat-lejat menikmati orgasmenya juga.
Selesai orgasme, seperti sepasang kekasih, kami berciuman.
"Kamu memang gila Farhan, awas... jangan bilang siapa2x ya!", serunya perlahan.
"Ya iyalah Mbak, masa' mau cerita-cerita..", candaku. Dia pun tertawa lepas.
"Kapan-kapan lagi ya Mbak...", pintaku.
"Gila... kamu gila..." jeritnya sambil berjalan ke kamar mandi.
Aku memandang tubuh montok kakak iparku dengan senyum puas. Akhirnya tubuh impianku itu kunikmati juga.
Dan kisah selanjutnya tentu juga mudah ditebak. Setiap ada kesempatan, kami berdua mengulanginya lagi, tidak hanya di rumahnya, tapi juga di rumahku dan kadang2x untuk selingan kami janjian di luar rumah, main di mobil, pokoknya seruuuu...


selingkuhanku adalah adik iparku


Nama saya Diana. Saya sedang
bingung sekali saat ini. Saya tidak
tahu harus berbuat apa. Karenanya
saya akan mencoba menceritakan
sedikit pengalaman hidup saya yang
baru saya hadapi baru-baru ini. Saya berumur 27 tahun. Saya sudah
berkeluarga dan sudah mempunyai
anak satu. Saya menikah dengan
seorang pria bernama Niko. Niko
adalah suami yang baik. Kami hidup
berkecukupan. Niko adalah seorang pengusaha yang sedang meniti karir. Karena kesibukannya, dia sering
pergi keluar kota. Dia kasihan
kepada saya yang tinggal sendiri
dirumah bersama anak saya yang
berusia 2 tahun. Karenanya ia lantas
mengajak adiknya yang termuda bernama Roy yang berusia 23 tahun
untuk tinggal bersama kami. Roy
adalah seorang mahasiswa tingkat
akhir di sebuah PTS. Kehidupan
rumah tangga saya bahagia, hingga
peristiwa terakhir yang saya alami. Selama kami menikah kehidupan
seks kami menurut saya normal
saja. Saya tidak tahu apa yang
dimaksud dengan orgasme. Tahulah,
saya dari keluarga yang kolot.
Memang di SMA saya mendapat pelajaran seks, tetapi itu hanya
sebatas teori saja. Saya tidak tahu
apa yang dinamakan orgasme. Saya memang menikmati seks. Saat
kami melakukannya saya
merasakan nikmat. Tetapi tidak
berlangsung lama. Suami saya
mengeluarkan spermanya hanya
dalam 5 menit. Kemudian kami berbaring saja. Selama ini saya
sangka itulah seks. Bahkan sampai
anak kami lahir dan kini usianya
sudah mencapai dua tahun. Dia
seorang anak laki-laki yang lucu. Di rumah kami tidak mempunyai
pembantu. Karenanya saya yang
membersihkan semua rumah
dibantu oleh Roy. Roy adalah pria
yang rajin. Secara fisik dia lebih
ganteng dari suami saya. Suatu ketika saat saya membersihkan
kamar Roy, tidak sengaja saya
melihat buku Penthouse miliknya.
Saya terkejut mengetahui bahwa
Roy yang saya kira alim ternyata
menyenangi membaca majalah ‘begituan’. Lebih terkejut lagi ketika saya
membaca isinya. Di Penthouse ada
bagian bernama Penthouse Letter
yang isinya adalah cerita tentang
fantasi ataupun pengalaman seks
seseorang. Saya seorang tamatan perguruan tinggi juga yang memiliki
kemampuan bahasa Inggris yang
cukup baik. Saya tidak menyangka bahwa ada
yang namanya oral seks. Dimana
pria me’makan’ bagian yang paling intim dari seorang wanita. Dan
wanita melakukan hal yang sama
pada mereka. Sejak saat itu, saya
sering secara diam-diam masuk ke
kamar Roy untuk mencuri-curi baca
cerita yang ada pada majalah tersebut. Suatu ketika saat saya sibuk
membaca majalah itu, tidak saya
sadari Roy datang ke kamar. Ia
kemudian menyapa saya. Saya malu
setengah mati. Saya salting
dibuatnya. Tapi Roy tampak tenang saja. Ketika saya keluar dari kamar
ia mengikuti saya. Saya duduk di sofa di ruang TV. Ia
mengambil minum dua gelas,
kemudian duduk disamping saya. Ia
memberikan satu gelas kepada saya.
Saya heran, saya tidak menyadari
bahwa saya sangat haus saat itu. Kemudian ia mengajak saya
berbicara tentang seks. Saya malu-
malu meladeninya. Tapi ia sangat
pengertian. Dengan sabar ia
menjelaskan bila ada yang masih
belum saya ketahui. Tanpa disadari ia telah membuat
saya merasa aneh. Excited saya rasa.
Kini tangannya menjalari seluruh
tubuh saya. Saya berusaha menolak.
Saya berkata bahwa saya adalah
istri yang setia. Ia kemudian memberikan argumentasi bahwa
seseorang baru dianggap tidak setia
bila melakukan coitus. Yaitu dimana
sang pria dan wanita melakukan
hubungan seks dengan penis pada
liang kewanitaan. Ia kemudian mencium bagian
kemaluan saya. Saya mendorong
kepalanya. Tangannya lalu
menyingkap daster saya, sementara
tangan yang lain menarik lepas
celana dalam saya. Ia lalu melakukan oral seks pada saya. Saya masih
mencoba untuk mendorong
kepalanya dengan tangan saya.
Tetapi kedua tangannya memegang
kedua belah tangan saya. Saya
hanya bisa diam. Saya ingin meronta, tapi saya merasakan hal
yang sangat lain. Tidak lama saya merasakan sesuatu
yang belum pernah saya alami
seumur hidup saya. Saya mengerang
pelan. Kemudian dengan lembut
menyuruhnya untuk berhenti. Ia
masih belum mau melepaskan saya. Tetapi kemudian anak saya
menangis, saya meronta dan
memaksa ingin melihat keadaan
anak saya. Barulah ia melepaskan
pegangannya. Saya berlari menemui
anak saya dengan beragam perasaan bercampur menjadi satu. Ketika saya kembali dia hanya
tersenyum. Saya tidak tahu harus
bagaimana. Ingin saya
menamparnya kalau mengingat
bahwa sebenarnya ia memaksa saya
pada awalnya. Tetapi niat itu saya urungkan. Toh ia tidak memperkosa
saya. Saya lalu duduk di sofa kali ini
berusaha menjaga jarak. Lama saya
berdiam diri. Ia yang kemudian memulai
pembicaraan. Katanya bahwa saya
adalah seorang wanita baru. Ya, saya
memang merasakan bahwa saya
seakan-akan wanita baru saat itu.
Perasaan saya bahagia bila tidak mengingat suami saya. Ia katakan
bahwa perasaan yang saya alami
adalah orgasme. Saya baru
menyadari betapa saya telah sangat
kehilangan momen terindah disetiap
kesempatan bersama suami saya. Hari kemudian berlalu seperti biasa.
Hingga suatu saat suami saya pergi
keluar kota lagi dan anak saya
sedang tidur. Saya akui saya mulai
merasa bersalah karena sekarang
saya sangat ingin peristiwa itu terulang kembali. Toh, ia tidak
berbuat hal yang lain. Saya duduk di sofa dan menunggu
dia keluar kamar. Tapi tampaknya
dia sibuk belajar di kamar. Mungkin
dia akan menghadapi mid-test atau
semacamnya. Saya lalu mencari akal
supaya dapat berbicara dengannya. Saya kemudian memutuskan untuk
mengantarkan minuman kedalam
kamar. Disana ia duduk di tempat tidur
membaca buku kuliahnya. Saya
katakan supaya dia jangan lupa
istirahat sambil meletakkan
minuman diatas meja belajarnya.
Ketika saya permisi hendak keluar, ia berkata bahwa ia sudah selesai
belajar dan memang hendak
istirahat sejenak. Ia lalu mengajak
saya ngobrol. Saya duduk ditempat
tidur lalu mulai berbicara dengannya. Tidak saya sadari mungkin karena
saya lelah seharian, saya sambil
berbicara lantas merebahkan diri
diatas tempat tidurnya. Ia
meneruskan bicaranya. Terkadang
tangannya memegang tangan saya sambil bicara. Saat itu pikiran saya
mulai melayang teringat kejadian
beberapa hari yang lalu. Melihat saya terdiam dia mulai
menciumi tangan saya. Saat saya
sadar, tangannya telah berada pada
kedua belah paha saya, sementara
kepalanya tenggelam diantara
selangkangan saya. Oh, betapa nikmatnya. Kali ini saya tidak
melawan sama sekali. Saya menutup
mata dan menikmati momen
tersebut. Nafas saya semakin memburu saat
saya merasakan bahwa saya
mendekati klimaks. Tiba-tiba saya
merasakan kepalanya terangkat.
Saya membuka mata bingung atas
maksud tujuannya berhenti. Mata saya terbelalak saat memandang ia
sudah tidak mengenakan bajunya.
Mungkin ia melepasnya diam-diam
saat saya menutup mata tadi. Tidak tahu apa yang harus dilakukan
saya hanya menganga saja seperti
orang bodoh. Saya lihat ia sudah
tegang. Oh, betapa saya ingin semua
berakhir nikmat seperti minggu lalu.
Tangan kirinya kembali bermain diselangkangan saya sementara
tubuhnya perlahan-lahan turun
menutupi tubuh saya. Perasaan nikmat kembali bangkit.
Tangan kanannya lalu melolosi
daster saya. Saya telanjang bulat
kini kecuali bra saya. Tangan kirinya
meremasi buah dada saya. Saya
mengerang sakit. Tangan saya mendorong tangannya, saya
katakan apa sih maunya. Dia hanya
tersenyum. Saya mendorongnya pelan dan
berusaha untuk bangun. Mungkin
karena intuisinya mengatakan
bahwa saya tidak akan melawan
lagi, ia meminggirkan badannya.
Dengan cepat saya membuka kutang saya, lalu rebah kembali. Ia
tersenyum setengah tertawa.
Dengan sigap ia sudah berada diatas
tubuh saya kembali dan mulai
mengisapi puting susu saya
sementara tangan kanannya kembali memberi kehidupan
diantara selangkangan saya dan
tangan kirinya mengusapi seluruh
badan saya. Selama kehidupan perkawinan saya
dengan Niko, ia tidak pernah
melakukan hal-hal seperti ini saat
kami melakukan hubungan seks.
Seakan-akan seks itu adalah buka,
mulai, keluar, selesai. Saya merasakan diri saya bagaikan
mutiara dihadapan Roy. Kemudian Roy mulai mencium bibir
saya. Saya balas dengan penuh
gairah. Sekujur tubuh saya terasa
panas sekarang. Kemudian saya
rasakan alatnya mulai mencari-cari
jalan masuk. Dengan tangan kanan saya, saya bantu ia menemukannya.
Ketika semua sudah pada
tempatnya, ia mulai mengayuh
perahu cinta kami dengan
bersemangat. Kedua tangannya tidak henti-
hentinya mengusapi tubuh dan dada
saya. Saya hanya bisa memejamkan
mata saya. Aduh, nikmatnya bukan
kepalang. Tangannya lalu
mengalungkan kedua tangan saya pada lehernya. Saya membuka mata
saya. Ia menatap mata saya dengan
sejuta arti. Kali ini saya tersenyum.
Ia balas tersenyum. Mungkin karena
gemas melihat saya, bibirnya lantas
kembali memagut. Oh, saya merasakan waktunya telah
tiba. Kedua tangan saya menarik
tubuhnya agar lebih merapat. Dia
tampaknya mengerti kondisi saya
saat itu. Ini dibuktikannya dengan
mempercepat laju permainan. Ahh, saya mengerang pelan. Kemudian
saya mendengar nafasnya menjadi
berat dan disertai erangan saya
merasakan kemaluan saya dipenuhi
cairan hangat. Sejak saat itu, saya dan dia selalu
menunggu kesempatan dimana
suami saya pergi keluar kota untuk
dapat mengulangi perbuatan
terkutuk itu. Betapa nafsu telah
mengalahkan segalanya. Setiap kali akan bercinta, saya selalu
memaksanya untuk melakukan oral
seks kepada saya. Tanpa itu, saya
tidak dapat hidup lagi. Saya benar-
benar memerlukannya. Dia juga sangat pengertian.
Walaupun dia sedang malas
melakukan hubungan seks, dia tetap
bersedia melakukan oral seks
kepada saya. Saya benar-benar
merasa sangat dihargai olehnya. Ceritanya dulu suami saya Niko
punya komputer. Kemudian oleh
Roy disarankan agar berlangganan
internet. Menurutnya juga dapat
dipakai untuk berbisnis. Suami saya
setuju saja. Pernah Roy melihat saya memandangi Niko saat dia
menggunakan internet, kemudian
dia tanya kepada saya, apa saya
kepingin tahu. Niko yang mendengar lalu
menyuruh Roy untuk mengajari
saya menggunakan komputer dan
internet. Pertama-tama saya suka
karena banyak yang menarik.
Hanya tinggal tekan tombol saja. Bagus sekali. Tetapi saya mulai bosan
karena saya kurang mengerti mau
ngapain lagi. Saat itulah Roy lalu menunjukkan
ada yang namanya Newsgroup di
internet. Saat pertama kali baca saya
terkejut sekali. Banyak berita dan
pendapat yang menarik. Tetapi
waktu saya tidak terlalu banyak. Saya harus mengurus anak saya. Dia
baru dua tahun. Saya sayang sekali
kepadanya. Kalau sudah tersenyum
dapat menghibur saya walaupun
dalam keadaan sedih. Saya tidak mengerti program ini.
Hanya Roy ajarkan kalau mau
menulis tekan tombol ini. Terus
begini, terus begini, dan seterusnya.
Tetapi saya tidak cerita-cerita sama
dia kalau kemarin saya sudah kirim berita ke Newsgroup. Takut dia
marah sama saya. Saya hanya
bingung mau cerita sama siapa.
Masalahnya saya benar-benar sudah
terjerumus. Saya tidak tahu
bagaimana harus menghentikannya. Kini saya bagaikan memiliki dua
suami. Saya diperlakukan dengan
baik oleh keduanya. Saya tahu
suami saya sangat mencintai saya.
Saya juga sangat mencintai suami
saya. Tetapi saya tidak bisa melupakan kenikmatan yang telah
diperkenalkan oleh Roy kepada
saya. Suami saya tidak pernah curiga
sebab Roy tidak berubah saat suami
saya ada di rumah. Tetapi bila Niko
sudah pergi keluar kota, dia
memperlakukan saya sebagaimana
istrinya. Dia bahkan pernah memaksa untuk melakukannya di
kamar kami. Saya menolak dengan
keras. Biar bagaimana saya akan
merasa sangat bersalah bila
melakukannya ditempat tidur
dimana saya dan Niko menjalin hubungan yang berdasarkan cinta. Saya katakan dengan tegas kepada
Roy bahwa dia harus menuruti saya.
Dia hanya mengangguk saja. Saya
merasa aman sebab dia tunduk
kepada seluruh perintah saya. Saya
tidak pernah menyadari bahwa saya salah. Benar-benar salah. Suatu kali saya disuruh untuk
melakukan oral seks kepadanya.
Saya benar benar terkejut. Saya
tidak dapat membayangkan apa
yang harus saya lakukan atas
‘alat’nya. Saya menolak, tetapi dia terus memaksa saya. Karena saya
tetap tidak mau menuruti
kemauannya, maka akhirnya ia
menyerah. Kejadian ini berlangsung beberapa
kali, dengan akhir dia mengalah.
Hingga terjadi pada suatu hari
dimana saat saya menolak kembali
dia mengancam untuk tidak
melakukan oral seks kepada saya. Saya bisa menikmati hubungan seks
kami bila dia telah melakukan oral
seks kepada saya terlebih dahulu. Saya tolak, karena saya pikir dia
tidak serius. Saya berpikir bahwa dia
masih menginginkan seks
sebagaimana saya
menginginkannya. Ternyata dia
benar-benar melakukan ancamannya. Dia bahkan tidak mau
melakukan hubungan seks lagi
dengan saya. Saya bingung sekali.
Saya membutuhkan cara untuk
melepaskan diri dari kerumitan
sehari-hari. Bagi saya, seks merupakan alat yang dapat
membantu saya menghilangkan
beban pikiran. Selama beberapa hari saya merasa
seperti dikucilkan. Dia tetap
berbicara dengan baik kepada saya.
Tetapi setiap kali saya berusaha
mengajaknya untuk melakukan
hubungan seks dia menolak. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Saya
berusaha semampu saya untuk
merayunya, tetapi dia tetap
menolak. Saya bingung, apa saya tidak cukup
menarik. Wajah saya menurut saya
cukup cantik. Pada masa-masa
kuliah, banyak sekali teman pria
saya yang berusaha mencuri
perhatian saya. Teman wanita saya bilang bibir saya sensual sekali. Saya
tidak mengerti bibir sensual itu
bagaimana. Yang saya tahu saya
tidak ambil pusing untuk hal-hal
seperti itu. Saya tidak diijinkan terlalu banyak
keluar rumah oleh orang tua saya
kecuali untuk keperluan les ataupun
kursus. Saya orangnya supel dan
tidak pilih-pilih dalam berteman.
Mungkin hal ini yang (menurut saya pribadi)menyebabkan banyak
teman pria yang mendekati saya. Sesudah melahirkan, saya tetap
melanjutkan aktivitas senam saya.
Dari sejak masa kuliah saya senang
senam. Saya tahu saya memiliki
tubuh yang menarik, tidak kalah
dengan yang masih muda dan belum menikah. Kulit saya putih bersih,
sebab ibu saya mengajarkan
bagaimana cara merawat diri. Bila saya berjalan dengan suami
saya, selalu saja pria melirik kearah
saya. Suami saya pernah
mengatakan bahwa dia merasa
sangat beruntung memiliki saya.
Saya juga merasa sangat beruntung memiliki suami seperti dia. Niko
orangnya jujur dan sangat
bertanggung jawab. Itu yang sangat
saya sukai darinya. Saya tidak
hanya melihat dari fisik seseorang,
tetapi lebih dari pribadinya. Tetapi Roy sendiri menurut saya
sangatlah ganteng. Mungkin itu pula
sebabnya, banyak teman wanitanya
yang datang kerumah. Katanya
untuk belajar. Mereka biasa belajar
di teras depan rumah kami. Roy selain ganteng juga pintar menurut
saya. Tidaklah sulit baginya untuk
mencari wanita cantik yang mau
dengannya. Saya merasa saya ditinggalkan. Roy
tidak pernah mengajak saya untuk
melakukan hubungan seks lagi. Dia
sekarang bila tidak belajar dikamar,
lebih banyak menghabiskan
waktunya dengan teman-teman wanitanya. Saya kesepian sekali
dirumah. Untung masih ada anak
saya yang paling kecil yang dapat
menghibur. Hingga suatu saat saya tidak dapat
menahan diri lagi. Malam itu, saat
Roy masuk ke kamarnya setelah
menonton film, saya mengikutinya
dari belakang. Saya katakan ada
yang perlu saya bicarakan. Anak saya sudah tidur saat itu. Dia duduk
di tempat tidurnya. Saya bilang saya
bersedia melakukannya hanya saya
tidak tahu apa yang harus saya
perbuat. Dengan gesit dia membuka seluruh
celananya dan kemudian berbaring.
Dia katakan bahwa saya harus
menjilati penisnya dari atas hingga
bawah. Walaupun masih ragu-ragu,
saya lakukan seperti yang disuruh olehnya. Penisnya mendadak ‘hidup’ begitu lidah saya menyentuhnya.
Kemudian saya disuruh membasahi
seluruh permukaan penisnya dengan
menggunakan lidah saya. Dengan bantuan tangan saya, saya
jilati semua bagian dari penisnya
sebagaimana seorang anak kecil
menjilati es-krim. Tidak lama
kemudian, saya disuruh
memasukkan penisnya kedalam mulut saya. Saya melonjak kaget.
Saya bilang, dia sendiri tidak
memasukkan apa apa kedalam
mulutnya saat melakukan oral seks
kepada saya, kenapa saya harus
dituntut melakukan hal yang lebih. Dia berkata bahwa itu disebabkan
karena memang bentuk genital dari
pria dan wanita berbeda. Jadi bukan
masalah apa-apa. Dia bilang bahwa
memang oral seks yang dilakukan
wanita terhadap pria menuntut wanita memasukkan penis pria
kedalam mulutnya. Sebenarnya saya
juga sudah pernah baca dari majalah-
majalah Penthouse miliknya, saya
hanya berusaha menghindar sebab
saya merasa hal ini sangatlah tidak higienis. Karena khawatir saya tidak
memperoleh apa yang saya
inginkan, saya menuruti
kemauannya. Kemudian saya
disuruh melakukan gerakan naik
dan turun sebagaimana bila sedang bercinta, hanya bedanya kali ini,
penisnya berada di dalam mulut
saya, bukan pada liang senggama
saya. Selama beberapa menit saya
melakukan hal itu. Saya perlahan-
lahan menyadari, bahwa oral seks
tidaklah menjijikkan seperti yang
saya bayangkan. Dulu saya
membayangkan akan mencium atau merasakan hal-hal yang tidak enak.
Sebenarnya hampir tidak terasa apa-
apa. Hanya cairan yang keluar dari
penisnya terasa sedikit asin. Masalah
bau, seperti bau yang umumnya
keluar saat pria dan wanita berhubungan seks. Tangannya mendorong kepala saya
untuk naik turun semakin cepat.
Saya dengar nafasnya semakin
cepat, dan gerakan tangannya
menyebabkan saya bergerak
semakin cepat juga. Kemudian menggeram pelan, saya tahu bahwa
dia akan klimaks, saya berusaha
mengeluarkan alatnya dari mulut
saya, tetapi tangannya menekan
dengan keras. Saya panik. Tidak
lama mulut saya merasakan adanya cairan hangat, karena takut muntah,
saya telan saja dengan cepat
semuanya, jadi tidak terasa apa-apa. Saat dia sudah tenang, dia kemudian
melepaskan tangannya dari kepala
saya. Saya sebenarnya kesal karena
saya merasa dipaksa. Tetapi saya
diam saja. Saya takut kalau dia
marah, semua usaha saya menjadi sia-sia saja. Saya bangkit dari tempat
tidur untuk pergi berkumur. Dia
bilang bahwa saya memang
berbakat. Berbakat neneknya, kalau
dia main paksa lagi saya harus hajar
dia. Sesudah nafasnya menjadi tenang,
dia melakukan apa yang sudah
sangat saya tunggu-tunggu. Dia
melakukan oral seks kepada saya
hampir 45 menit lebih. Aduh nikmat
sekali. Saya orgasme berulang-ulang. Kemudian kami mengakhirinya
dengan bercinta secara ganas. Sejak saat itu, oral seks merupakan
hal yang harus saya lakukan
kepadanya terlebih dahulu sebelum
dia melakukan apa-apa terhadap
saya. Saya mulai khawatir apakah
menelan sperma tidak memberi efek samping apa-apa kepada saya. Dia
bilang tidak, malah menyehatkan.
Karena sperma pada dasarnya
protein. Saya percaya bahwa tidak
ada efek samping, tetapi saya tidak
percaya bagian yang ‘menyehatkan ’. Hanya saya jadi tidak ambil pusing lagi. Tidak lama berselang, sekali waktu
dia pulang kerumah dengan
membawa kado. Katanya untuk
saya. Saya tanya apa isinya. Baju
katanya. Saya gembira bercampur
heran bahwa perhatiannya menjadi begitu besar kepada saya. Saat saya
buka, saya terkejut melihat bahwa
ini seperti pakaian dalam yang sering
digunakan oleh wanita bila dipotret
di majalah Penthouse. Saya tidak
tahu apa namanya, tapi saya tidak bisa membayangkan untuk
memakainya. Dia tertawa melihat saya
kebingungan. Saya tanyakan
langsung kepadanya sebenarnya apa
sih maunya. Dia bilang bahwa saya
akan terlihat sangat cantik dengan
itu. Saya bilang “No way ”. Saya tidak mau dilihat siapapun
menggunakan itu. Dia bilang bahwa
itu sekarang menjadi ’seragam’ saya setiap saya akan bercinta
dengannya. Karena saya pikir toh hanya dia
yang melihat, saya mengalah.
Memang benar, saat saya
memakainya, saya terlihat sangat
seksi. Saya bahkan juga merasa
sangat seksi. Saya menggunakannya di dalam, dimana ada stockingnya,
sehingga saya menggunakan
pakaian jeans di luar selama saya
melakukan aktivitas dirumah
seperti biasa. Efeknya sungguh di
luar dugaan saya. Saya menjadi, apa itu istilahnya, horny sekali. Saya sudah tidak tahan menunggu
waktunya tiba. Dirinya juga
demikian tampaknya. Malam itu saat
saya melucuti pakaian saya satu
persatu, dia memandangi seluruh
tubuh saya dengan sorot mata yang belum pernah saya lihat sebelumnya.
Kami bercinta bagaikan tidak ada
lagi hari esok. Sejak saat itu, saya lebih sering lagi
dibelikan pakaian dalam yang seksi
olehnya. Saya tidak tahu dia
mendapatkan uang darimana, yang
saya tahu semua pakaian ini
bukanlah barang yang murah. Lama- kelamaan saya mulai khawatir
untuk menyimpan pakaian ini
dilemari kami berdua (saya dan
Niko) sebab jumlahnya sudah
termasuk banyak. Karenanya,
pakaian ini saya taruh di dalam lemari Roy. Dia tidak keberatan selama saya
bukan membuangnya. Katanya,
dengan pakaian itu kecantikan saya
bagai bidadari turun dari langit.
Pakaian itu ada yang berwarna
hitam, putih maupun merah muda. Tetapi yang paling digemari olehnya
adalah yang berwarna hitam.
Katanya sangat kontras warnanya
dengan warna kulit saya sehingga
lebih membangkitkan selera. Saya mulai menikmati hal-hal yang
diajarkan oleh Roy kepada saya.
Saya merasakan semua bagaikan
pelajaran seks yang sangat berharga.
Ingin saya menunjukkan apa yang
telah saya ketahui kepada suami saya. Sebab pada dasarnya, dialah
pria yang saya cintai. Tetapi saya
takut bila dia beranggapan lain dan
kemudian mencium perbuatan saya
dan Roy. Saya tidak ingin rumah tangga kami
hancur. Tetapi sebaliknya, saya
sudah tidak dapat lagi meninggalkan
tingkat pengetahuan seks yang
sudah saya capai sekarang ini. Suatu ketika, Roy pulang dengan
membawa teman prianya.
Temannya ini tidak seganteng
dirinya, tetapi sangat macho. Pada
mukanya masih tersisa bulu-bulu
bekas cukuran sehingga wajahnya sedikit terlihat keras dan urakan.
Roy memperkenalkan temannya
kepada saya yang ternyata bernama
Bari. Kami ngobrol panjang lebar. Bari
sangat luas pengetahuannya. Saya
diajak bicara tentang politik hingga
musik. Menurut penuturannya Bari
memiliki band yang sering main
dipub. Ini dilakukannya sebagai hobby serta untuk menambah uang
saku. Saya mulai menganggap Bari
sebagai teman. Bari semakin sering datang
kerumah. Anehnya, kedatangan Bari
selalu bertepatan dengan saat
dimana Niko sedang tidak ada
dirumah. Suatu ketika saya
menemukan mereka duduk diruang tamu sambil meminum minuman
yang tampaknya adalah minuman
keras. Saya menghampiri mereka
hendak menghardik agar menjaga
kelakuannya. Ketika saya dekati ternyata mereka
hanya minum anggur. Mereka lantas
menawarkan saya untuk
mencicipinya. Sebenarnya saya
menolak. Tetapi mereka memaksa
karena anggur ini lain dari yang lain. Akhirnya saya coba walaupun
sedikit. Benar, saya hanya minum
sedikit. Tetapi tidak lama saya mulai
merasa mengantuk. Selain rasa
kantuk, saya merasa sangat seksi. Karena saya mulai tidak kuat untuk
membuka mata, Roy lantas
menyarankan agar saya pergi tidur
saja. Saya menurut. Roy lalu
menggendong saya ke kamar tidur.
Saya heran kenapa saya tidak merasa malu digendong oleh Roy
dihadapan Bari. Padahal Bari sudah
tahu bahwa saya sudah bersuami.
Saya tampaknya tidak dapat
berpikir dengan benar lagi. Kata Roy, kamar saya terlalu jauh,
padahal saya berat, jadi dia
membawa saya ke kamarnya. Saya
menolak, tetapi dia tetap membawa
saya ke kamarnya. Saya ingin
melawan tetapi badan rasanya lemas semua. Sesampainya dikamar, Roy
mulai melucuti pakaian saya satu
persatu. Saya mencoba menahan,
karena saya tidak mengerti apa
tujuannya. Karena saya tidak dalam
kondisi sadar sepenuhnya, perlawanan saya tidak membawa
hasil apa apa. Kini saya berada diatas tempat tidur
dengan keadaan telanjang. Roy
mulai membuka pakaiannya. Saya
mulai merasa bergairah. Begitu
dirinya telanjang, lidahnya mulai
bermain-main didaerah selangkangan saya. Saya memang
tidak dapat bertahan lama bila dia
melakukan oral seks terhadap saya.
Saya keluar hanya dalam beberapa
saat. Tetapi lidahnya tidak kunjung
berhenti. Tangannya mengusapi payudara saya. Kemudian mulutnya
beranjak menikmati payudara saya. Kini kami melakukannya dalam
‘missionary position ’. Begitulah istilahnya kalau saya tidak salah
ingat pernah tertulis dimajalah-
majalah itu. Ah, nikmat sekali. Saya
hampir keluar kembali. Tetapi ia
malah menghentikan permainan.
Sebelum saya sempat mengeluarkan sepatah katapun, tubuh saya sudah
dibalik olehnya. Tubuh saya
diangkat sedemikian rupa sehingga
kini saya bertumpu pada keempat
kaki dan tangan dalam posisi seakan
hendak merangkak. Sebenarnya saya ingin tiduran saja,
saya merasa tidak kuat untuk
menopang seluruh badan saya.
Tetapi setiap kali saya hendak
merebahkan diri, ia selalu
mengangkat tubuh saya. Akhirnya walaupun dengan susah payah, saya
berusaha mengikuti kemauannya
untuk tetap bangkit. Kemudian dia
memasukkan penisnya ke dalam
liang kewanitaan saya. Tangannya
memegang erat pinggang saya, lalu kemudian mulai menggoyangkan
pinggangnya. Mm, permainan
dimulai kembali rupanya. Kembali kenikmatan membuai diri
saya. Tanpa saya sadari, kali ini,
setiap kali dia menekan tubuhnya
kedepan, saya mendorong tubuh
saya kebelakang. Penisnya terasa
menghunjam-hunjam kedalam tubuh saya tanpa ampun yang mana
semakin menyebabkan saya lupa
diri. Saya keluar untuk pertama kalinya,
dan rasanya tidak terkira. Tetapi
saya tidak memiliki maksud
sedikitpun untuk menghentikan
permainan. Saya masih ingin
menggali kenikmatan demi kenikmatan yang dapat diberikan
olehnya kepada saya. Roy juga
mengerti akan hal itu. Dia mengatur
irama permainan agar bisa
berlangsung lama tampaknya. Sesekali tubuhnya
dibungkukkannya kedepan
sehingga tangannya dapat meraih
payudara saya dari belakang. Salah
satu tangannya melingkar pada
perut saya, sementara tangan yang lain meremasi payudara saya. Saat
saya menoleh kebelakang, bibirnya
sudah siap menunggu. Tanpa basa-
basi bibir saya dilumat oleh dirinya. Saya hampir mencapai orgasme saya
yang kedua saat dia menghentikan
permainan. Saya bilang ada apa,
tetapi dia langsung menuju ke
kamar mandi. Saya merasa sedikit
kecewa lalu merebahkan diri saya ditempat tidur. Jari tangan saya saya
selipkan dibawah tubuh saya dan
melakukan tugasnya dengan baik
diantara selangkangan saya. Saya
tidak ingin ’mesin’ saya keburu dingin karena kelamaan menunggu
Roy. Tiba-tiba tubuh saya diangkat
kembali. Tangannya dengan kasar
menepis tangan saya. Iapun dengan
langsung menghunjamkan penisnya
kedalam tubuh saya. Ah, kenapa
jadi kasar begini. Belum sempat saya menoleh kebelakang, ia sudah
menarik rambut saya sehingga
tubuh saya terangkat kebelakang
sehingga kini saya berdiri pada lutut
saya diatas tempat tidur. Rambut saya dijambak kebelakang
sementara pundaknya menahan
punggung saya sehingga kepala saya
menengadah keatas. Kepalanya
disorongkan kedepan untuk mulai
menikmati payudara saya. Dari mulut saya keluar erangan pelan
memintanya untuk melepaskan
rambut saya. Tampaknya saya tidak
dapat melakukan apa-apa walaupun
saya memaksa. Malahan saya mulai
merasa sangat seksi dengan posisi seperti ini. Semua ini dilakukannya tanpa
berhenti menghunjamkan dirinya
kedalam tubuh saya. Saya
merasakan bahwa penisnya lebih
besar sekarang. Apakah ia
meminum semacam obat saat dikamar mandi? Ah, saya tidak
peduli, sebab saya merasakan
kenikmatan yang teramat sangat. Yang membuat saya terkejut ketika
tiba-tiba dua buah tangan
memegangi tangan saya dari depan.
Apa apaan ini? Saya mulai mencoba
meronta dengan sisa tenaga yang
ada pada tubuh saya. Kemudian tangan yang menjambak saya
melepaskan pegangannya. Kini saya
dapat melihat bahwa Roy berdiri
diatas kedua lututnya diatas tempat
tidur dihadapan saya. Jadi, yang saat ini menikmati saya
adalah… Saya menoleh kebelakang. Bari! Bari tanpa membuang
kesempatan melumat bibir saya.
Saya membuang muka, saya marah
sekali, saya merasa dibodohi. Saya
melawan dengan sungguh-sungguh
kali ini. Saya mencoba bangun dari tempat tidur. Tetapi
Bari menahan saya. Tangannya
mencengkeram pinggang saya dan
menahan saya untuk berdiri.
Sementara itu Roy memegangi
kedua belah tangan saya. Saya sudah ingin menangis saja. Saya merasa diperalat. Ya, saya
hanya menjadi alat bagi mereka
untuk memuaskan nafsu saja.
Sekilas teringat dibenak saya wajah
suami dan anak saya. Tetapi kini
semua sudah terlambat. Saya sudah semakin terjerumus. Roy bergerak mendekat hingga
tubuhnya menekan saya dari depan
sementara Bari menekan saya dari
belakang. Dia mulai melumat bibir
saya. Saya tidak membalas
ciumannya. Tetapi ini tidak membuatnya berhenti menikmati
bibir saya. Lidahnya memaksa
masuk kedalam mulut saya. Tangan
saya dilingkarkannya pada
pinggangnya, sementara Bari
memeluk kami bertiga. Saya mulai merasakan sesak napas
terhimpit tubuh mereka.
Tampaknya ini yang diinginkan
mereka, saya bagaikan seekor
pelanduk di antara dua gajah.
Perlahan-lahan kenikmatan yang tidak terlukiskan menjalar disekujur
tubuh saya. Perasaan tidak berdaya
saat bermain seks ternyata
mengakibatkan saya melambung di
luar batas imajinasi saya
sebelumnya. Saya keluar dengan deras dan tanpa henti. Orgasme saya
datang dengan beruntun. Tetapi Roy tidak puas dengan posisi
ini. Tidak lama saya kembali pada
‘dog style position ’. Roy menyorongkan penisnya kebibir
saya. Saya tidak mau membuka
mulut. Tetapi Bari menarik rambut
saya dari belakang dengan keras.
Mulut saya terbuka mengaduh. Roy
memanfaatkan kesempatan ini untuk memaksa saya mengulum
penisnya. Kemudian mereka mulai menyerang
tubuh saya dari dua arah. Dorongan
dari arah yang satu akan
menyebabkan penis pada tubuh
mereka yang berada diarah lainnya
semakin menghunjam. Saya hampir tersedak. Roy yang tampaknya
mengerti kesulitan saya mengalah
dan hanya diam saja. Bari yang
mengatur segala gerakan. Tidak lama kemudian mereka
keluar. Sesudah itu mereka berganti
tempat. Permainan dilanjutkan. Saya
sendiri sudah tidak dapat
menghitung berapa banyak
mengalami orgasme. Ketika mereka berhenti, saya merasa sangat lelah.
Walupun dengan terhuyung-
huyung, saya bangkit dari tempat
tidur, mengenakan pakaian saya
seadanya dan pergi ke kamar saya. Di kamar saya masuk ke dalam
kamar mandi saya. Di sana saya
mandi air panas sambil mengangis.
Saya tidak tahu saya sudah
terjerumus kedalam apa kini. Yang
membuat saya benci kepada diri saya, walaupun saya merasa sedih,
kesal, marah bercampur menjadi
satu, namun setiap saya teringat
kejadian itu, saya merasa basah pada
selangkangan saya. Malam itu, saat saya menyiapkan
makan malam, Roy tidak berbicara
sepatah katapun. Bari sudah pulang.
Saya juga tidak mau
membicarakannya. Kami makan
sambil berdiam diri. Sejak saat itu, Bari tidak pernah
datang lagi. Saya sebenarnya malas
bicara kepada Roy. Saya ingin
menunjukkan kepadanya bahwa
saya tidak suka dengan caranya
menjebak saya. Tetapi bila ada suami saya saya memaksakan diri
bertindak biasa. Saya takut suami
saya curiga dan bertanya ada apa
antara saya dan Roy. Hingga pada suatu kesempatan, Roy
berbicara bahwa dia minta maaf dan
sangat menyesali perbuatannya.
Dikatakannya bahwa ‘threesome’ adalah salah satu imajinasinya
selama ini. Saya mengatakan kenapa
dia tidak melakukannya dengan
pelacur. Kenapa harus menjebak
saya. Dia bilang bahwa dia ingin
melakukannya dengan ’someone special’. Saya tidak tahu harus ngomong apa.
Hampir dua bulan saya melakukan
mogok seks. Saya tidak peduli
kepadanya. Saya membalas
perbuatannya seperti saat saya
pertama kali dipaksa untuk melakukan oral seks kepadanya. Selama dua bulan, ada saja yang
diperbuatnya untuk menyenangkan
saya. Hingga suatu waktu dia
membawa makanan untuk makan
malam. Saya tidak tahu apa yang
ada dipikirannya. Hanya pada saat saya keluar, diatas meja sudah ada
lilin. Saat saya duduk, dia
mematikan sebahagian lampu
sehingga ruangan menjadi setengah
gelap. Itu adalah ‘candle light dinner’ saya yang pertama seumur hidup. Suami
saya tidak pernah cukup romantis
untuk melakukan ini dengan saya.
Malam itu dia kembali minta maaf
dan benar-benar mengajak saya
berbicara dengan sungguh-sungguh. Saya tidak tahu harus bagaimana. Saya merasa saya tidak akan pernah
memaafkannya atas penipuannya
kepada saya. Hanya saja malam itu
begitu indah sehingga saya pasrah
ketika dia mengangkat saya ke
kamar tidurnya.

Senin, 06 Agustus 2012

berbagi kenikmatan

 
Suatu siang saat aku melintas dengan mobilku sendirian dan sedang asyik dengerin radio Suara Surabaya aku melihat sebuah perkelahian… cuek saja saat melintasi perkelahian itu sambil sedikit menoleh ke arah seorang laki-laki yang sedang dikeroyok 4 orang lawannya… dia dikejar habis-habisan dan mencoba menerobos kerumunan penonton untuk mencari selamat. Terbelalak mataku bengitu sadar siapa lelaki yang sedang dikerjar tersebut… ternyata dia Kakak temanku… namanya Anton. Yang ngga’ jelas kenapa dia ada di sana dan dikeroyok orang segala, tapi aku sudah tidak sempat berpikir lebih jauh… segera saja aku pinggirkan kendaraanku dan aku turun untuk membantunya.

Aku tarik dua orang yang sedang memukulnya karena Anton sudah jatuh terduduk dan dihajar berempat… sekarang Anton mengurus dua orang dan aku dua orang… memang masih tidak seiimbang… dalam perkelahianku aku berhasil menangkap satu dari lawanku dan aku jepit kepalanya dengan lengan kiriku sedang lengan kananku aku gunakan untuk menghajarnya… sementara aku berusaha menggunakan kakiku untuk melawna yang satunya lagi… aku tak sempat lihat apa yang dilakukan Anton… waktu seakan sudah tidak dapat dihitung lagi demikian cepatnya sampai hal terakhir yang masih aku ingat adalah aku merasakan perih di pinggang kanan belakangku… dan saat kutengok ternyata aku ditusuk dengan sebilah belati dari belakang oleh entah siapa… sambil menahan sakit aku merenggangkan jepitanku pada korbanku dan berusaha melakukan tendangan memutar… sasaranku adalah lawan yang di depanku. Namun pada saat melakukan tendangan memutar sambil melayang… tiba-tiba aku melihat ayunan stcik soft ball ke arah kakiku yang terjulur… ngga’ ampun lagi aku jatuh terjerembab dan gagal melancarkan tendangan mautku… sesampainya aku di tanah dengan agak tertelungkup aku merasakan pukulan bertubi-tubi… mungkin lebih dari 3 orang yang menghajarku. Terakir kali kuingat aku merasakan beberapa kali tusukan sampai akhirnya aku sadar sudah berada di rumah sakit.
Aku tidak jelas berada di rumah sakit mana yang pasti berisik sekali dan ruangannya panas… dalam ruangan tersebut ada beberapa ranjang… pada saat aku berusaha untuk melihat bagian bawahku yang terluka aku masih merasakan nyeri pada bagian perutku dan kaki kananku serasa gatal dan sedikit kebal ( mati rasa )… aku coba untuk geser kakiku ternyata berat sekali dan kaku. Kemudian aku paksakan untuk tidur…
Sore itu aku dijenguk oleh Dian adik Anton… Dian ini teman kuliahku… dia datang bersama dengan Mita adiknya yang di SMA… katanya habis jenguk Anton dan Anton ada di ruang sebelah…
” Makasih ya Joss… kalo ngga’ ada kamu kali Anton sudah… ” katanya sambil menitikkan air mata…
” Sudahlah… semua ini sudah berlalu… tapi kalo boleh aku tau kenapa Anton sampe dikeroyok gitu ?” tanyaku penasaran. ”
Biasa gawa-gara cewek… mereka goda cewek Airlangga dan cowoknya marah makanya dikeroyok… emang sich bukan semua yang ngeroyok itu anak Airlangga sebagian kebetulan musuh Anton dari SMA, sialnya Anton saja ketemu lagi dan suasananya kaya’ gitu… jadi dech di dihajar rame-rame” jawab Mita.
“Kak Jossy yang luka apanya saja ?” tanya Mita.
“Tau nih… rasanya ngga’ keruan ” jawabku… ” Lihat aja sendiri… soalnya aku ngga’ bisa gerak banyak… kamu angkat selimutnya sekalian aku juga mo tau ” lanjutku pada Mita.
“Permisi ya Kak” kata Mita langsung sambil membuka selimutku ( hanya diangkat saja ).
Sesaat dia pandangi luka-lukaku dan mungkin karena banyak luka sehingga dia sampe bengong gitu… dan pas aku lihat pinggangku dibalut sampe pinggul dan masih tembus oleh darah… di bawahnya lagi aku melihat…. ya ampun pantes ni anak singkong bengong… meriamku tidak terbungkus apa-apa dan yang seremnya kepalanya yang gede kelihatan menarik sekali… seperti perkedel. Sesaat kemudian aku masih sempat melihat kaki kananku digips… mungkin patah kena stick soft ball.
Mita menutup kembali selimut tadi dan Dian tidak sempat melhat lukaku karena dia sibuk nangis… hatinya memang lemah… sepertinya dia melankolis sejati.
“Mita sini aku mo bilangin kamu ” kataku…
Mitapun menunduk mendekatkan telinganya ke mulutku.
“Jangan bilang sama Dian soal apa yang kamu lihat barusan… kamu suka ngga’ ?” kataku berbisik.
“Serem ” bisiknya bales.
” Dian… kamu jangan lihat lukaku… nanti kamu makin ngga’ kuat lagi nahan nangis… ” kataku.
” Tapi paling tidak aku mo tau… boleh aku raba ? ” tanyanya…
” Silahkan… pelan-pelan ya… masih belum kering lukanya. ” jawabku.
Dian pun memasukkan tangannya ke balik selimut… dan mulai meraba dari dada… ke perut… di situ dia merasakan ada balutan… digesernya ke kanan kiri… terus ke bawahan dikit…
” Kok perbannya sampe gini… lukanya kaya’ apa ? ”
” Wah aku sendiri belum jelas… ” aku jawab pertanyaan Dian.
Turun lagi tangannya ke pinggul kanan… kena kulitku… terus ke tengah… kena meriamku… dia raba setengah menggenggam… untuk meyakinkan apa yang tersentuh tangannya… tersentak dan dia menarik tangannya sedikit sambil melepas pengangannya pada meriamku…
“Sorry… ngga’ tau…. ”
” Ngga’ apa-apa kok… malah enak kalo sekalian dipijitin… soalnya badanku sakit semua… ” kataku nakal.
“Nah…. Kak Dian pegang anunya Kak Joss ya ? ” goda Mita… Merah wajah Dian ditembak gitu.
Dian terus saja meraba sampe pada kaki kananku dan dia menemukan gips… ” Lho… kok digips ?”
” Iya patah tulangnya kali ” jawabku asal untuk menenangkan pikirannya…
Dian selesai merabaiku… tapi tampak sekali dia masih kepikiran soal sentuhan pada meriam tadi… dan sesekali matanya masih melirik ke sekitar meriamku… sedang aku juga sedang menikmati dan membayangkan ulang kejadian barusan… Flash back lah. Tanpa sadar tiba-tiba meriamku meradang dan mulai bangun sehingga tampak pada selimut tipis kalo ada sesuatu perkembangan di sana.
“Kak Joss… anunya bangun ” bisik Dian padaku sambil dia ambil selimut lain untuk menutupnya… tapi tangannya berhenti dan diam di atasnya… ” “Supaya Mita ngga’ ngelihat ” bisiknya lagi. Aku cuman bisa mengangguk… aku sadar ujung penisku masih dapat menggapai telapaknya… aku coba kejang-kejangkan penisku dan Dian seperti merasa dicolek-coleh tangannya. “Mit… kamu pamit sama Mas Anton dech… kita bentar lagi pulang dan biar mereka istirahat… ” kata Dian… dan Mitapun melangkah keluar ruangan… ” “Kak Joss…. nakal sekali anunya ya ” bisik Dian… aku balas dengan ciuman di pipinya.
“Dian… tolongin donk… diurut-urut itunya… biar lupa sakitnya… ” pintaku…
“Iya dech… ” jawab Dian langsung mengurut meriamku… dari luar selimut… biar ngga’ nyolok dengan pasien lain… walaupun antara ranjang ada penyekatnya…
“Ian… dari dalem aja langsung… biar cepetan…. ” pintaku karena merasa tanggung dan waktunya mepet sekali dia mo pulang., Dian menuruti permintaanku dengan memeriksa sekitar lebih dulu… terus tangannya dimasukkan dalam selimutku langsung meremas meriamku… dielusnya batangku dan sesekali bijinya… dikocoknya… lembut sekali… wah gila rasanya… lama juga Dian memainkan meriamku… sampe aku ngga’ tahan lagi dan crrooottt….. crot…. ccrrroooo..tttt…. beberapa kali keluar…
Tiba-tiba Mita datang dan buru-buru Dian tarik tangannya dari balik selimut… sedikt kena spermaku telapak tangan Dian… dia goserkan pada sisi ranjang untuk mengelapnya…
” Sudah Kak Joss… aku sama Mita mo pulang…. ” pamit Dian… ” Sudah keluar khan… ” bisiknya pada telingaku… cup… pipiku diciumnya… ” Cepet sembuhnya… besok aku tengok lagi ” Dia sengaja menciumku untuk menyamarkan bisikannya yang terakhir.
“Eh… kalo bisa bilangin susternya aku minta pindah kelas satu donk… di sini gerah ” pintaku pada mereka.
Merekapun keluar kamar dan melambaikan tangan… satu jam kemudian aku dipindahkan ke tempat yang lebih bagus… ada ACnya dan ranjangnya ada dua. Tapi ranjang sebelah kosong. Posisi kamarku agak jauh dari pos jaga suster perawat… itu aku tau saat aku didorong dengan ranjang beroda.
“Habis gini mandi ya ” kata suster perawat sehabis mendorongku…
Tidak lama kemudian dia sudah balik dengan ember dan lap handuk… dia taruh ember itu di meja kecil samping ranjangku dan mulai menyingkap selimutku serta melipatnya dekat kakiku. terbuka sudah seluruh tubuhku… pas dia lihat sekita meriamku terkejut dia… ada dua hal yang mengagetkannya…
Yang pertama adalah ukuran meriam serta kepalanya yang di luar normal… besar sekali… Dan yang kedua ada hasil kerjaan Dian… spermaku masih berantakan tanpa sempat dibersihkan… walaupun sebagian menempel di selimut… tapi bekasnya yang mengering di badanku masih jelas terlihat.
“Kok… kayaknya habis orgasme ya ? ” tanyanya. Lalu tanpa tunggu aju jawab dia ambil wash lap dan sabun…
“Sus… jangan pake wash lap… geli… saya ngga’ biasa ” kataku.
Suster itu mulai dengan tanganku… dibasuh dan disabunnya… usapannya lembut sekali… sambil dimandiin aku pandangi wajahnya… dadanya… cukup gede kalo aku lihat… orangnya agak putih… tangannya lembut. Selesai dengan yang kiri sekarang ganti tangan kananku… dan seterusnya ke leher dan dadaku… terus diusapnya… sapuan telapak tangannya lembut aku rasakan dan akupun memejamkan mata untuk lebih menikmati sentuhannya.
Sampe juga akhirnya pada meriamku… dipegangnya dengan lembut…. ditambah sabun… digosok batangnya… bijinya… kembali ke batangnya… dan aku ngga’ kuat untuk menahan supaya tetap lemas… akhirnya berdiri juga… pertama setengah tiang lama-lama juga akhirnya penuh… keras…. dia bersihkan juga sekitar kepala meriamku sambil berkata lirih
“Ini kepalanya besar sekali… baru kali ini saya lihat kaya’ gini besarnya”
“Sus… enak dimandiin gini… ” kataku memancing.
Dia diam saja tapi yang jelas dia mulai mengocok dan memainkan batangku… kaya’nya dia suka dengan ukurannya yang menakjubkan…
“Enak Mas… kalo diginikan ? ” tanyanya dengan lirikan nakal.
“Ssshh… iya terusin ya Sus… sampe keluar… ” kataku sambil menahan rasa nikmat yang ngga’ ketulungan… tangan kirinnya mengambil air dan membilas meriamku… kemudian disekanya dengan tangan kanannya… kenapa kok diseka pikirku… tapi aku diam saja… mengikuti apa yang mau dia lakukan… pokoknya jangan berhenti sampe sini aja… pusing nanti…
Dia dekatkan kepalanya… dan dijulurkan lidahnya… kepala meriamku dijilatnya perlahan… dan lidahnya mengitari kepala meriamku… sejuta rasanya… wow… enak sekali… lalu dikulumnya meriamku… aku lihat mulutnya sampe penuh rasanya dan belum seluruhnya tenggelam dalam mulutnya yang mungil… bibirnya yang tipis terayun keluar masuk saat menghisap maju mundur.
Lama juga aku diisep suster jaga ini… sampe akhirnya aku ngga’ tahan lagi dan crooott…. crooott… nikmat sekali. Spermaku tumpah dalam rongga mulutnya dan ditelannya habis… sisa pada ujung meriamkupun dijilat serta dihisapnya habis…
“Sudah sekarang dilanjutkan mandinya ya… ” kata suster itu dan dia melanjutkan memandikan kaki kiriku setelah sebelumnya mencuci bersih meriamku… badanku dibaliknya… dan dimandikan pula sisi belakang badanku.
Selesai acara mandi….
“Nanti malam saya ke sini lagi nanti saya temenin… ” katanya sambil membereskan barang-barangnya. terakhir sebelum keluar kamar dia sempat menciumku… pas di bibir… hangat sekali…
“Nanti malam saya kasih yang lebih hebat ” begitu katanya.
Akupun berusaha untuk tidur… nikmat sekali sore ini dua kali keluar… dibantu dua cewek yang berbeda… ini mungkin ganjaran dari menolong teman… gitu hiburku dalam hati… sambil memikirkan apa yang akan kudapat malam nanti akupun tertidur lelap sekali.
Tiba-tiba aku dibangunkan oleh suster yang tadi lagi… tapi aku belum sempat menyanyakan namanya… baru setelah dia mo keluar kamar selesai meletakkan makananku dan membangunkanku… namanya Anna. Cara dia membangunkanku cukup aneh… rasanya suster di manapun tidak akan melakukan dengan cara ini… dia remas-remas meriamku… sambil digosoknya lembut sampe aku bangun dari tidurku.
Langsung aku selesaikan makanku dengan susah payah… akhirnya selesai juga… lalu aku tekan bel… dan tak lama kemudian datang suster yang lain… aku minta dia nyalakan TV di atas dan mengakat makananku.
Aku nonton acara-acara TV yang membosankan dan juga semua berita yang ditayangkan… tanpa konsentrasi sedikitpun.
Sekitar jam 9 malam suster Wiwik datang untuk mengobati lukaku dan mengganti perban… pada saat dia melihat meriamkupun dia takjub…
“Ngga’ salah apa yang diomongkan temen-temen di ruang jaga ” demikian komentarnya.
“Kenapa Sus ? ” tanyaku ngga’ jelas.
“Oo… itu tadi teman-teman bilang kalo pasien yang dirawat di kamar 26 itu kepalanya besar sekali. ” jawabnya.
Setelah selesai dengan mengobati lukaku dan dia akan tinggalkan ruangan… sebelum membetulkan selimutku dia sempatkan mengelus kepala meriamku…
” Hmmm… gimana ya rasanya ? ” gumamnya tanya meminta jawaban.
Dan akupun hanya senyum saja. Wah suster di sini gila semua ya pikirku… soalnya aku baru kenal dua orang dan dua-duanya suka sama meriamku… minimal tertarik… dan lagian ada promosi gratis di ruang jaga suster kalo ada pasien dengan kepala meriam super besar… promosi yang menguntungkan… semoga ada yang terjerat ingin mencoba… selama aku masih dirawat di sini.
Jam 10an kira-kira aku mulai tertidur… aku mimpi indah sekali dalam tidurku… karena sebelum tidur tadi otakku sempat berpikir jorok. Aku merasakan hangat sekali pada bagian selangkanganku… tepatnya pada bagian meriamku… sampe aku terbangun ternyata… suster Anna sedang menghisap meriamku… kali ini entah jam berapa ? Dengan bermalas-malasan aku nikmat terus hisapannya… dan aku mulai ikut aktif dengan meraba dadanya… suatu lokasi yang aku anggap paling dekat dengan jangkauanku. Aku buka kanding atasnya dua kancing… aku rogoh dadanya di balik BH putihnya… aku dapati segumpal daging hangat yang kenyal… kuselusuri… sambil meremas-remas kecil.. sampe juga pada putingnya… aku pilin putingnya… dan Sus Annapun mendesah… entah berapa lama aku dihisap dan aku merabai Sus Anna… sampe dia minta
“Mas… masih sakit ngga’ badannya ? ”
” Kenapa Sus ? ” tanyaku bingung. “Enggak kok… sudah lumayan enakan… ” dan tanpa menjawab diapun meloloskan CDnya… dimasukkan dalam saku baju dinasnya. Lalu dia permisi padaku dan mulai mengangkangkan kakinya di atas meriamku… dan bless… dia masukkan batangku pada lobangnya yang hangat dan sudah basah sekali… diapun mulai menggoyang perlahan… pertama dengan gerakan naik turun…lalu disusul dengan gerakan memutar… wah… suster ini rupanya sudah prof banget… lobangnya aku rasakan masih sangat sempit… makanya dia juga hanya berani gerak perlahan… mungkin juga karena aku masih sakit… dan punya banyak luka baru. Lama sekali permainan itu dan memang dia ngga’ ganti posisi… karena posisi yang memungkinkan hanya satu posisi… aku tidur di bawah dan dia di atasku. Sampe saat itu belum ada tanda-tanda aku akan keluar… tapi kalo tidak salah dia sempat mengejang sekali tadi dipertengahan dan lemas sebentar lalu mulai menggoyang lagi… sampe tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar… dan seorang suster masuk dengan tiba-tiba…
Kaget sekali kami berdua… karena tidak ada alasan lain… jelas sekali kita sedang main… mana posisinya… mana baju dinas Suster Anna terbuka sampe perutnya dan BHnya juga sudah kelepas dan tergeletak di lantai. Ternyata yang masuk suster Wiwik… dia langsung menghampiri dan bilang
“Teruskan saja An… aku cuman mau ikutan… mumpung sepi ”
Suster Wiwikpun mengelus dadaku… dia ciumin aku dengan lembut… aku membalasnya dengan meremas dadanya… dia diam saja… aku buka kancingnya… terus langsung aku loloskan pakaian dinasnya… aku buka sekalian BHnya yang berenda… tipis dan merangsang… membal sekali tampak pada saat BH itu lepas dari badannya… dada itu berguncang dikit… kelihatan kalo masih sangat kencang… tinggal CD minim yang digunakannya.
Suster Anna masih saja dengan aksinya naik turun dan kadang berputar… aku lhat saja dadanya yang terguncang akibat gerakannya yang mulai liar… lidah suster Wiwik mulai memasuki rongga mulutku dan kuhisap ujung lidahnya yang menjulur itu… tangan kiriku mulai merabai sekitar selangkangan suster Wiwik dari luar… basah sudah CDnya… pelan aku kuak ke samping… dan kudapat permukaan bulu halus menyelimuti liang kenikmatannya… kuelus perlahan… baru kemudian sedikit kutekan… ketemu sudah aku pada clitsnya… agak ke belakang aku rasakan makin menghangat.
Tersentuh olehku kemudian liang nikmat tersebut… kuelus dua tiga kali sebelum akhirnya aku masukkan jariku ke dalamnya. Kucoba memasukkan sedalam mungkin jari telunjukku… kemudian disusul oleh jari tengahku… aku putar jari-jariku di dalamnya… baru kukocok keluar masuk… sambil jempolku memainkan clitsnya. Dia mendesar ringan… sementara suster Anna rebahan karena lelah di dadaku dengan pinggulnya tiada hentinya menggoyang kanan dan kiri… suster Wiwik menyibak rambut panjang suster Anna dan mulai menciumi punggung terbuka itu… suster Anna makin mengerang… mengerang…. dan mengerang…. sampai pada erangan panjang yang menandakan dia akan orgasme… dan makin keras goyangan pinggulnya… sementara aku mencoba mengimbangi dengan gerakan yang lebih keras dari sebelumnya… karena dari tadi aku tidak dapat terlalu bergoyang… takut lukaku sakit.
Suster Anna mengerang…. panjang sekali seperti orang sedang kesakitan… tapi juga mirip orang kepedasan… mendesis di antara erangannya… dia sudah sampe… rupanya… dan… dia tahan dulu sementara… baru dicabutnya perlahan… sekarang giliran suster Wiwik… dilapnya dulu… meriamku dikeringkan… baru dia mulai menaikiku… batin… kurang ajar suster-suster ini aku digilirnya… dan nanti aku juga mesti masih membayar biaya rawat… gila… enak di dia… tapi….. enak juga dia aku kok… demikian pikiranku… ach… masa bodo…. POKOKNYA PUAS !!! Demikian kata iklan.
Ketika suster Wiwik telah menempati posisinya… kulihat suster Anna mengelap liang kenikmatannya dengan tissue yang diambilnya dari meja kecil di sampingku. Suster Wiwik seakan menunggang kuda… dia goyang maju mundur… perlahan tapi penuh kepastian… makin lama makin cepat iramanya… sementara tanganku keduanya asyik meremas-remas dadanya yang mengembung indah… kenyal sekali rasanya… cukup besar ukurannya dan lebih besar dari suster Anna punya… yang ini ngga’ kurang dari 36… kemungkinan cup C… karena mantap dan tanganku seakan ngga’ cukup menggenggamnya.
Sesekali kumainkan putingnya yang mulai mengeras… dia mendesis… hanya itu jawaban yang keluar dari mulutnya… desisan itu sungguh manja kurasakan… sementara suster Anna telah selesai dengan membersihkan liang hangatnya… kemudian dia mulai lagi mengelus-elus badan telanjang suster Wiwik dan tuga memainkan rambutku… mengusapnya…
Kemudian karena sudah cukup pemanasannya… dia mulai menaiki ranjang lagi… dikangkangkannya kakinya yang jenjang di atas kepalaku… setengah berjongkok gayanya saat itu dengan menghadap tembok di atas kepalaku… dan kedua tangannya berpegangan pada bagian kepala ranjangku. Mulai disorongkannya liangnya yang telah kering ke mulutku… dengan cepat aku julurkan lidahku…. aku colek sekali dulu dan aku tarik nafas…. hhhmmmm…… harus khas liang senggama…. kujilat liangnya dengan lidahku yang memang terkenal panjang… kumainkan lidahku… mereka berdua mengerang berbarengan kadang bersahutan…
Aku ingin tau sekarang ini jam berapa ? Jangan sampe erangan mereka mengganggu pasien lain… karena aku mendengarnya cukup keras… aku tengok ke dinding… kosong ngga’ ada jam dinding… aku lihat keluar… kearah pintu… mataku terbelalak… terkejut… shock… benar-benar kaget aku… lamat-lamat aku perhatikan… di antara pintu aku melihat seberkas sinar mengkilap… sambil terus menggoyang suster Wiwik… meninggalkan jilatan pada suster Anna… aku konsentrasi sejenak pada apa yang ada di belakang pintu… ternyata… pintupun terbuka… makin gila aku makin kaget… dan deg… jantungku tersentak sesaat… lalu lega… tapi… yang dateng ini dua temen suster yang sedang kupuaskan ini… kaya’nya kalo marah sich ngga’ bakalan.. mereka sepertinya telah cukup lama melihat adegan kami bertiga… jadi maksud kedatangannya hanya dua kemungkinan… mo nonton dari dekat atau ikutan… ternyata….
“Wah… wah… wah… rajin sekali kalian bekerja… sampe malem gini masih sibuk ngurus pasien… ” demikian kata salah seorang dari mereka…
“Mari kami bantu ” demikian sahut yang lainnya yang berbadan kecil kurus dan berdada super… Jelas ini jawabannya adalah pilihan kedua.
Merekapun langsung melepas pakaian dinas masing-masing… satu mengambil posisi di kanan ranjang dan satu ngambil posisi di kiri ranjang… secara hampir bersamaan mereka menciumi dada… leher… telinga dan semua daerah rangsanganku… akupun mulai lagi konsentrasi pada liang suster Anna… sementara kedua tanganku ambil bagian masing-masing… sekarang semua bagian tubuhku yang menonjol panjang telah habis digunakan untuk memuaskann 4 suster gatel…… malam ini… tidak ada sisa rupanya…. terus bagaimana kalo sampe ada satu lagi yang ikutan ?
Jari-jariku baik dari tangan kanan maupun kiri telah amblas dalam liang hangat suster-suster gatel tersebut… untuk menggaruknya kali… aku kocok-kocokkan keluar masuk ya lidahku… ya jariku… ya meriamku… rusak sudah konsentrasiku…
Ini permainan Four Whell Drive ( 4 WD )atau bisa juga disebut Four Wheel Steering ( 4 WS )… empat-empatnya jalan semua… kaya’nya kau makin piawai dalam permainan 4DW / 4 WS ini karena ini kali dua aku mencoba mempraktekkannya.
Lama sekali permainannya… sampe tiba-tiba suster Wiwik mengerang…. kesar dan panjang serta mengejang…
Setelah suster Wiwik selesai… dan mencabut meriamku… suster Anna berbalik posisi dengan posisi 69… kami saling menghisap dan permainan berlanjut… sekali aku minta rotasi… yang di kananku untuk naik… yang di atas ( suster Anna ) aku minta ke kiri dan suster yang di kiri aku minta pindah posisi kanan.
Tawaran ini tidak disia-siakan oleh suster yang berkulit agak gelap dari semua temannya… dia langsung menancapkan meriamku dengan gerakan yang menakjubkan… tanpa dipegang…. diambilnya meriamku yang masih tegang dengan liangnya dan langsung dimasukkan… amblas sudah meriamku dari pandangan. Diapun langsung menggoyang keras… rupanya sudah ngga’ tahan…
Benar juga sekitar 5 menit dia bergoyang sudah mengejang keras dan mengerang…. mengerang…. panjang serta lemas. Sementara tingal dua korban yang belum selesai… aku minta bantuan suster yang masih ada di sana untuk membantu aku balik badan… tengkurap… kemudian aku suruh suster yang pendek dan berdada besar tadi untuk masuk ke bawah tubuhku…. sedangkan suster Anna aku suruh duduk di samping bantal yang digunakan suster kecil tadi. Perlahan aku mulai memasukkan meriam raksasaku pada liang suster yang bertubuh kecil ini… sulit sekali… dan diapun membantu dengan bimbingan test…. Setelah tertancap… tapi sayangnya tidak dapat habis terbenam… rasanya mentok sekali… dengan bibir rahimnya… akupun mulai menggoyang suster kecil dan menjilati suster Anna. Mereka berdua kembali mendesah…. mengerang…. mendesah dan kadang mendesis… kaya’ ular.
Aku sulit sekali sebenarnya untuk mengayun pinggulku maju mundur…. jadi yang bisa aku lakukan cuman tetap menancapkan meriamku pada liang kenikmatan suster mungil ini sambil memutar pinggulku seakan meng-obok-obok liangnya… sedangkan dadanya yang aku bilang super itu terasa sekali mengganjal dadaku yang bidang… kenikmatan tiada tara sedang dinikmati si mungil di bawahku ini… dia mendesis tak keruan… sedang lidahku tetap menghajar liang kenikmatan suster Anna… sesekali aku jilatkan pada clitsnya… dia menggelinjang setiap kali lidahku menyentuh clitsnya… mendengar desisan mereka berdua aku jadi ngga’ tahan… maka dengan nekat aku keraskan goyangan pinggulku dan hisapanku pada suster Anna… dia mulai mengejang… mengerang dan kemudian disusul dengan suster yang sedang kutindih…. suster Anna sudah lemas… dan beranjak turun dari posisinya….
Aku tekan lebih keras suster mungil ini…. sambil dadanya yang menggairahkan ini aku remas-remas semauku… aku sudah merasakan hampir sampe juga… sedang suster mungil masih mengerang…. terus dan terus… kaya’nya dia dapat multi orgasme dan panjang sekali orgasme yang didapatnya…. aku coba mengjar orgasmenya… dan…. dan…. berhasil juga akuhirnya… aku sodok dan benamkan meriamku sekuat-kuatnya… sampe dia melotot… aku didekapnya erat sekali… dan
“Adu…..uh enak sekali… ” demikian salah satu katanya yang dapat aku dengar.
Akupun ambruk diatas dada besar yang menggemaskan itu… lunglai sudah tubuh ini rasanya… menghabisi 4 suster sekaligus… suatu rekord yang gila… permainan Four Wheel Drive kedua dalam hidupku… pada saat mencabutnyapun aku terpaksa diantu suster yang lain…
“Kasihan pasien ini nanti sembuhnya jadi lama… soalnya ngga’ sempet istirahat” kata suster yang hitam.
“Iya dan kaya’nya kita akan setiap malam rajin minta giliran kaya’ malem ini ” sahut suster Wiwik.
“Kalo itu dibuat system arisan saja ” kata suster Anna sadis sekali kedengarannya. Emangnya aku meriam bergilir apa ?
Malam itu aku tidur lelaap sekali dan aku sempat minta untuk suster mungil menemaniku tidur, aku berjanji tiap malam mereka dapat giliran menemaniku tidur… tapi setelah mendapat jatah batin tentunya. Suster mungil ini bernama Ratih dan malam itu kami tidur berdekapan mesra sekali seperti pengantin baru dan sama-sama polos… sampe jam 4 pagi… dia minta jatah tambahan… dan kamipun bermain one on one ( satu lawan satu, ngga’ keroyokan kaya’ semalem ).
Hot sekali dia pagi itu… karena kami lebih bebas… tapi yang kacau adalah udahannya… aku merasa sakit karena lukaku berdarah lagi… jadi terpaksa ketahuan dech sama yang lain kalo ada sesi tambahan… dan merekapun rame-rame mengobati lukaku…. sambil masih pengen lihat meriam dasyat yang meluluh lantakkan tubuh mereka semaleman.
Abis gitu sekitar jam 5 aku kembali tidur sampe pagi jam 7.20 aku dibangunkan untuk mandi pagi. Mandi pagi dibantu oleh suster Dewi dan sempat diisep sampe keluar dalam mulutnya… nah suster Dewi ini yang kulitnya hitaman semalam. Nama mereka sering aku dapat setelah tubuh mereka aku dapat.
Hari kedua
Pagi jam 10 aku dibesuk oleh Dian dan Mita… mereka membawakan buah jeruk dan apel… aslinya sich aku ngga demen makan buah… setengah jam kami ngobrol bertiga. sampe suatu saat aku bilang pada Dian
“Aku mo minta tolong Ian… kepalaku pusing… soalnya aku dari semaleman ngga’ dapet keluar… dan aku ngga’ bisa self service ” demikian kataku membuka acara… dan akupun bercerita sedikit kebiasaanku pada Dian dengan bumbu tentunya.
Aku cerita kalo biasa setiap kali mandi pagi aku suka onani kalo semalemnya ngga’ dapet cewek buat nemenin tidur… dan sorenya juga suka main lagi… Dian bisa maklum karena aku dulu sempat samen leven dengan Nana temannya yang hyper sex selama 8 bulan lebih… dia juga tahu kehidupanku tidak pernah sepi cewek. Dengan dalih dia mo bantu aku karena hal ini dianggap sebagai bales jasa menyelamatkan jiwa kakaknya… yang aku selamatkan dari keroyokan kemarin… sampe akhirnya aku sendiri masuk rumah sakit.
Dia minta Mita adiknya keluar dulu karena malu, tapi Mita tau apa yang akan dilakukan Dian padaku… karena pembicaraan tadi di depan Mita. Sekeluarnya Mita dari kamar… Dian langsung memasukkan tangannya dalam selimutku dan mulailah dia meremas dan mengelus meriamku yang sedang tidur… sampe bangun dan keras sekali… setelah dikocoknya dengan segala macam cara masih belum keluar juga sedang waktu sudah menunjukkan pukul 10.45 berarti jam besuk tinggal 15 menit lagi maka aku minta Dian menghisap meriamku. Mulanya dia malu… tapi dikerjakannya juga… demi bales jasa kaya’ya… atau dia mulai suka ?
Akhirnya keluar juga spermaku dan kali ini tidak diselimut lagi tapi dalam mulut Dian dan ini pertama kali Dian meneguk spermaku… juga pertama kali teman kuliahku ini ngisep punyaku… kaya’nya dia juga belum mahir betul… itu ketahuan dari beberapa kali aku meringis kesakitan karena kena giginya.
Spermaku ditelannya habis… sesuai permintaanku dan aku bilang kalo sperma itu steril dan baik buat kulit… benernya sich aku ngga’ tau jelas… asal ngomong aja dan dia percaya… setelah menelan spermaku dia ambil air di gelas dan meminumnya… belum biasa kali. Aku tengok ke jendela luar saat Dian ambil minum tadi… ternyata aku melihat jendela depan yang menghadap taman tidak tertutup rapat dan aku sempat lihat kalo Mita tadi ngintip kakaknya ngisep aku…
Jam 11.05 mereka berdua pamit pulang… selanjutnya aku aku makan siang dan tidur sampe bangun sekitar jam 3 siang. Dan aku minta suster jaga untuk memindahkanku ke kursi roda… sebelum dipindahkan aku diobati dulu dan diberi pakeaian seperti rok panjang terusan agak gombor. dengan kancing banyak sekali di belakangnya.
Pada saat mengenakan pakaian tersebut dikerjakan oleh dua suster shift pagi… suster Atty dan suster Fatima, pada saat mereka berdua sempat melihat meriamku… mereka saling berpandangan dan tersenyum terus melirik nakal padaku… aku cuek saja… pada saat aku mo dipindahkan ke kurasi roda aku diminta untuk memeluk suster Fatima… orangnya masih muda sekitar 23 tahunan kira-kira… rambutnya pendek… tubuhnya sekitar 159 Cm… dadanya sekitar 34 B… pada saat memeluk aku sedikit kencangkan sambil pura-pura ngga’ kuat berdiri… aku dekap dia dari pinggang ke pundak ( seperti merengkuh ) dengan demikian aku telah menguncinya sehingga dia tidak dapat mengambil jarak lagi dan dadanya pas sekali dipundakku… greeng… meriamku setengah bangun dapat sentuhan tersebut.
“Agak tegak berdirinya Mas… berat soalnya badan Masnya ” kata suster Fatima.
Akupun mengikut perintahnya dengan memindahkan tangan kananku seakan merangkulnya dengan demikian aku makin mendekatkan wajahnya ke leherku dan aku dorong sekalian kepalaku sehingga dia secara ngga’ sadar bibirnya kena di leherku… sementara suster Atty membetulkan letak kursi roda… aku lihat pinggulnya dari berlakang… wah… bagus juga ya…
Suster Fatima bantu aku duduk di kursi roda dan suster Atty pegang kursi roda dari belakang…pada saat mo duduk pas mukaku dekat sekali dengan dada suster Fatima… aku sempetin aja desak dan gigit dengan bibir berlapis gigi ke dada tersebut… karena beberapa terhenti aku dapat merasakan gigitan itu sekitar 2 detikan dech… dia diam saja… dan saat aku sudah duduk…. dan suster Atty keluar kamar…
“Awas ya… nakal sekali ” kata suster Fatima sambil mendelik. Aku tau dia ngga’ marah cuman pura-pura marah aja
“Satunya belum Sus,” kataku menggoda…
“Enak aja… geli tau ?” jawabnya sewot.
“Nanti saya cubit baru tau ” lanjutnya sambil langsung mencubit meriamku… dan terus dia ngeloyor keluar kamar dengan muka merah… karena meriamku saat itu sudah full standing karena abis nge-gigit toket… jadi terangsang… “Sus… tolong donk saya di dorong keluar kamar” kataku sebelum sempat suster Fatima keluar jauh. Diapun kembali dan mendorongku ke teras kamar… menghadap taman. Aku bengong di teras… sambil menghisap rokokku… di pangkuanku ada novel tapi rasanya males mo baca novel itu… jadinya aku bengong saja sore itu di teras sambil ngelamun aku mikirin rencana lain untuk malam ini… mo pake gaya apa ya ?
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan telapak tangan yang menutup mataku… “Siapa ini ? Kok tangannya halus… dingin dan kecil… Siapa ni ? ” kataku… Terus dilepasnya tangan tersebut dan dia ke arah depanku… baru kutau dia Mita adik Dian. Kok sendirian ?
“Mana Mita ?” tanyaku…
“Lagi ketempat dosennya mo ngurus skripsi” jawab Mita.
“Jadi ngga’ kesini donk ? ” tanyaku penasaran.
“Ya ngga’ lah… ini saya bawain bubur buatan Mama” katanya sambil mendorongku masuk kamar… dia letakkan bubur itu di atas meja kecil samping ranjang.
Terus kami ngobrol… sekitar 10 menit sampe aku bilang “Mit… ach ngga’ jadi dech… ” kataku bingung gimana mo mulainya… maksudku mo jailin dia untuk ngeluarin aku seperti yang dilakukan kakaknya tadi pagi… bukankah dia juga udah ngintip… kali aja dia pengen kaya’ kakaknya… mumpung lagi cuman berduaan…
“Kenapa Kak ?” aku tak menjawab hanya mengernyitkan dahi saja…
“Pusing ya ?” tanyanya lagi.
“Iya ni… penyakit biasa” kataku makin berani… kali bisa…
” Kak… gimana ya ? Tadi khan udah ? ” katanya mulai ngerti maksudku… tapi kaya’nya dia bingung dan malu… merah wajahnya tampak sekali.
“Mit… sorry ya… kalo kamu ngga’ keberatan tolongin Kakak donk… ntar malem Kakak ngga’ bisa tidur… kalo… ” kataku mengarah dan sengaja tidak menyelesaikan kata-kataku supaya terkesan gimana gitu….
“Iya Mita tau Kak… dan kasihan sekali… tapi gimana Mita ngga’ bisa… Mita malu Kak… ”
“Ya udah kalo kamu keberatan… aku ngga’ mo maksa… lagian kamu masih kecil…”
“Kak… Mita ciumin aja ya… supaya Kakak terhibur… jangan susah Kak… kalo Mita sudah besar dan sudah bisa juga mau kok bantuin Kak Jossy kaya tadi pagi ” kata dia sambil mencium pipiku.
“Iya dech… sini Kak cium kamu ” kataku dan diapun pindah kehadapanku.
Dia membungkuk sehingga ada kelihatan dadanya yang membusung… aduh…. gila… usaha harus jalan terus ni… gimana caranya masa bodo… harus dapet… aku udah pusing berat.
Dan Mitapun memelukku sambil membungkuk… aku cium pipinya, dagunya… belakang telinganya kadang aku gigit lembut telinganya… pokoknya semua daerah rangsangan… aku coba merangsangnya… ciuman kami lama juga sampe nafasnya terasa sekali di telingaku.
Tangaku mencoba meremas dadanya… diapun mundur… mo menghidar…
“Mit… gini dech… aku sentuh kamu saja… ngga’ ngapain kok… supaya aku lebih tenang nanti malem ”
“Maaf Kak… tadi Mita kaget… Mita ngerti kok… Kak Joss gini juga gara-gara Mas Anton ” jawabnya penuh pengertian… atau dia udah kepancing ?
Diapun kembali… mendekat dan kuraih dadanya… aku remas…dan dia kembali menciumku… dari tadi tidak ada ciuman bibir hanya pipi dan telinga… saling berbalasan… sampe remasanku makin liar dan mencoba menyusup pada bajunya… melalui celah kancing atasnya.
Tangan Mita mulai turun dari dadaku ke meriamku… dan meremasnya dari luar…
“Aduh… enak sekali Mit… terusin ya… sampe keluar… biar aku ngga’ pusing nanti ” kataku nafsu menyambut kemajuannya.
Lama remasan kami berlangsung… sampe akhirnya Mita melorot dan berjongkok di depanku dan menyingkap pakaianku… dia mulai mo mencium meriamku… dengan mata redup penuh nafsu dia mulai mencium sayang pada meriamku.
” Masukin saja Mit… ” kataku.
Mitapun memasukkan meriamku dalam mulut mungilnya… sulit sekali tampaknya… dan penuh sekali kelihatan dari luar… dia mulai menghisap dan aku bilang jangan sampe kena gigi…
Tak perlu aku ceritakan proses isep-isepan itu… yang pasti saat aku ngga’ tahan lagi… aku tekan palanya supaya tetap nancep… dan aku keluarkan dalam mulut mungil Mita… terbelalak mata Mita kena semprot spermaku.
” Telen aja Mit… ngga’ papa kok ” kataku…
Diapun menelan spermaku… lalu dicabutnya dari mulut mungil itu… sisa spermaku yang meleleh di meriamku dan bibir mungilnya dilap pake tissue… dan dia lari ke kamar mandi…. sedang aku merapikan kembali pakaianku yang tersibak tadi.
Ada orang datang… kelihatan dari balik kaca jendela… ” Sorry Joss… aku baru bisa dateng sekarang… ngga’ dapet pesawat soalnya ” kata Bang Johnny yang datang bersama dengan kak Wenda dan Winny…
“Iya ini juga langsung dari airport ” kata Kak Wenda.
“Kamu kenapa si… ceritanya gimana kok bisa sampe kaya’ gini ?” tanya Winny…
“Lha kalian tau aku di sini dari mana ?” tanyaku bingung.
“Tadi malem kami telpon ke rumah ngga’ ada yang jawab sampe tadi pagi kami telpon terus masih kosong” kata Kak Wenda.
“Aku telpon ke rumahnya Donna yang di Kertajaya kamu ngga’ di sana… aku telpon rumahnya yang di Grand Family juga kamu ngga’ ada, malah ketemu sammy di sana” kata Winny.
“Sammy bilang mo bantu cari kamu… terus siang tadi Donna telpon katanya dia abis nelpon Dian dan katanya kamu dirawat di sini dan dia cerita panjang sampe kamu masuk rumah sakit ” kata Winny lagi.
Mereka tuh semua dari Jakarta karena ada saudara Kak Wenda yang menikah… dan rencananya pulangnya kemarin sore… pantes Kak Wenda telpon aku kemarin mungkin mo bilangin kalo pulangnya ditunda. Malah dapet berita kaya’ gini.
Mita keluar dari kamar mandi yang ada dalam kamarku itu kaget juga tau banyak orang ada di sana dan dia kaya’nya kikuk juga…Setelah aku perkenalkan kalo ini Mita adiknya Dian dan kemudian Mita pamit mo jenguk kakaknya diruang lain.
Kamipun ngobrol seperginya Mita dari hadapan kami. Winny memandangku dengan sedih… mungkin kasihan tapi juga bisa dia cemburu sama Mita… ngapain ada dalam kamar mandi dan sebelumnya cuman berduaan aja sama aku di sini.
Selanjutnya tidak ada cerita menarik untuk diceritakan pada kalian semua… yang pasti mereka ngobrol sampe jam 5.20 karena minta perpanjangan waktu dan jam 5 tadi Mita datang lagi cuman pamit langsung pulang. Malamnya seperti biasa… kejadiannya sama seperti hari pertama… mandi sore diisep lagi… kali ini sustenya lain… dia suster Fatima yang sempet aku gigit toketnya tadi siang. Dan malemnya aku main lagi… dan tidur dengan suster Wiwik… suster Anna off hari itu… jadi waktu main cuman suster Wiwik, suster Ratih dan suster Dewi…